3

112 5 0
                                    

   Suara deru kendaraan saling bersahutan, suara klakson menambah kebisingan malam ini. Cuaca bersahabat, tidak ada lagi awan mendung yang mengundang hujan untuk membasahi bumi. Ayis berjalan sendirian di pinggir trotoar dan meneruskan perjalanannya dengan belok menuju gang mawar.

   Ayis menikmati suasana malam ini, ia menggumamkan lagu yang ia sukai sampai ke tempat yang ia tuju. Malam ini Ayis akan belajar kelompok dengan Zhafira selaku teman sebangkunya. Ayis memilih berjalan daripada naik kendaraan mengingat rumah Ayis dan Zhafira jaraknya cukup dekat. Tak butuh waktu yang lama Ayis sudah berada di depan gerbang rumah Zhafira yang menjulang tinggi. Ayis menekan tombol yag ada pada gerbang itu.

   Seorang pria paruh baya membukakan gerbang yang tak lain adalah satpam rumah Zhafira. Pak satpam itu sudah hafal betul dengan Ayis, mengingat ia dan sahabatnya yang lain sering main ke rumah Zhafira.

   "Eh Mbak Ayis. Cari non Zhafira ya? Silahkan masuk." ucap Pak satpam itu. Ayis pun melangkahkan kakinya melewati gerbang dan masuk ke halaman rumah Zhafira.

   Sampai di pintu rumah Zhafira, Ayis mengetuk pintu. Beberapa detik kemudian seorang gadis seumuran dengan Ayis membukaaan pintu.

   "Eh Ayis, ayo masuk." ajak Zhafira. Ayis hanya diam dan masuk ke dalam rumah Zhafira.

   "Kita belajar kelompok di kamar gua aja gimana?" tanya Zhafira.

   "Terserah lo aja. Ini kan rumah lo." jawab Ayis.

   "Emang bokap sama nyokap lo kemana Zhaf?" tanya Ayis.

   "Oh, bokap sama nyokap gue lagi keluar." jawab Zhafira.

   "Kemana emang?"

   "Tumben sih lo banyak nanya yis?" ucap Zhafira dengan nada heran.

   "Oh, nggak boleh? Nggak jadi kalo gitu." ucap Ayis sebal.

   "Hahaha, lo lucu tau nggak kalo lagi cemberut gitu. Udah ah jangan manyun mulu. Bokap ma nyokap gue lagi datengin syukuran teman kerjanya." jawab Zhafira yang didahului dengan tawa. Ayis hanya diam hingga mereka sampai di kamar Zhafira.

   "Ok, langsung aja, kita mulai darimana?" tanya Zhafira.

   "Ok, kita mulai dari pengertiannya dulu aja." uvap Ayis dan merekapun mulai mengerjakan tugas kelompok yang diberi oleh Pak Andi tadi pagi.

          🌸🌸🌸

   "Huh, selesai juga." ucap Zhafira.

   "Iya nih. Oh ya, udah malem, gue pulang dulu yah." pamit Ayis.

   "Eh, lo kesini naik apa?" tanya Zhafira.

   "Jalan kaki."

   "Mau dianterin atau gimana? Soalnya udah malem takut ada yang ganggu gitu." ucap Zhafira khawatir.

  "Ciee yang khawatir sama gue, nggak usah Zhaf, tenang aja gue bisa jaga diri kok." jawab Ayis dan berjalan keluar rumah Zhafira.

   "Oke deh! Thanks yah, see you." ucap Zhafira yang dijawab Ayis dengan lambaian tangan.

          🌸🌸🌸

   Ayis berjalan dikeheningan malam. Ia merasa tidak takut. Menurutnya preman yang ada di jalan adalah hal yang kecil. Ia memang tak takut dengan hal semacam ini tapi soal cinta ia payah, terlalu lemah mengenai perasaan. Ia berjalan dengan tenang hingga akhirnya ada seseorang yang memanggilnya.

   "Eh Ayis!" teriak seseorang itu. Ayis lagsung balik badan dan bersiap-siap dengan kuda-kudanya. Ia kira ada seseorang yang akan menculik wanita secantik dia. Ternyata dia Rezvan. Mungkin Rezvan akan menculik hatinya bukan dirinya.

   "Ngapain lo disini? Lo ngikutin gue ya?" tanya Ayis menyelidiki kehadiran Rezvan. Rasa percaya dirinya mulai muncul.

   "Siapa juga yang ngikutin? Idih. Gue-gue cuma jalan-jalan malem aja."
Jawab Rezvan sambil terus mengayuh sepeda onthelnya agar sama dengan langkah Ayis.

   "Gila ya lo! Malam-malam gini naik sepeda onthel keliling kompleks. Yang ada nanti lo diculik sama emak-emak rempong." ucap Ayis. Kali ini ucapan Ayis terlihat cukup panjang. Mungkin ia sudah mulai menerima kehadiran Rezvan.

   "Yah justru itu gue gila karena lo nolak gue kemarin. Akhirnya gue milih jalan-jalan sama ni onthel, dan beruntungnya gue ketemu elo, eh lo sendirian aja?" ucap Rezvan dan turun dari onthelnya. Memilih berjalan di samping Ayis.

   "Keliatannya?" jawab Ayis jutek.

   "Sendirian." ucap Rezvan.

   "Tuh tau."

   "Iya gue tau. Orang gue punya mata kok, sekarang kan udah berdua nggak sendirian lagi. Andai kemarin lo terima gue. Gue pasti temenin lo dan anterin lo kemana aja." ucap Rezvan panjang x lebar = luas persegi panjang.

   "Sorry yah, gue nggak butuh sopir." jawab Ayis cuek dan berjalan lebih cepat mendahului Rezvan.

   "Emang gue salah yah ngomong gitu?" ucap Rezvan pada dirinya sendiri.

   "Au ah, bodo amat." pasrah Rezvan dan mengejar Ayis yang sudah cukup jauh agar bisa menyamai langkah Ayis lagi.

   "Yok, gue anterin pulang naik onthel, udah malem, nanti lo malah masuk angin." ajak Rezvan sambil menepuk jok belakang sepeda onthelnya.

   Ayis menoleh ke arah Rezvan lalu beralih ke sepeda onthelnya dan kembali menatap lurus ke depan.

   "Oh, jadi lo doain gue masuk angin?" syirik Ayis padahal tujuannya hanya menolak tawaran Rezvan. Ia masih ragu dengan perasaan Rezvan padanya. Mungkin ia harus berhati-hati terlebih dahulu dalam hal perasaan. Ia takut jika pacarannya yang pertama kali berkesan menyedihkan dan mengenaskan.

   "Nggak lah, ngapain gue ngedoain orang yang gue sayang sakit? Ntar kan gue juga yang khawatir." ucap Rezvan menjawab prasangka Ayis dan menambahkan sedikit bubuk gombal. Tapi sebenarnya itu tulus dari hati Rezvan. Entah mengapa ia menjadi khawatir jika orang yang di sampingnya ini sakit ataupun terluka. Ia mulai merasa tidak rela jika ada cowok lain yang mendekati Ayis. Padahal niat pertama Rezvan ialah menjadikan Ayis target setelah si Myesha. Tapi hati Rezvan berkata lain. Ia merasa ada yag beda pada sosok gadis ini. Entah apa yang membuat Ayis terasa berbeda bagi Rezvan. Hanya hati Rezvan yang tau.

   "Au ah." ucap Ayis merasa sebal karena hatinya berhasil berdegup kencang. Apakah perasaan yang dulu kembali lagi?. Dulu ia berusaha sekuat tenaga untuk menghilangkan rasa itu, tapi sekarang?. Mustahil untuk mengakui jika Ayis tidak menyukai Rezvan. Kenapa Rezvan tidak datang dulu saja?. Ketika perasannya masih utuh, Rezvan malah memilih si Myesha, tapi giliran rasa Ayis sudah hilang, Rezvan datang dengan harapan yang bisa membuatnya percaya bahwa ia bisa memilikinya.

   "Beneran, sumpah! Gue cuma mau anter lo pulang, mau kan?" ajak Rezvan sekali lagi. Ia harap gadis ini mau menerima ajakannya.

   "Enggak!" tolak Ayis dengan penekanan pada setiap hurufnya.

   "Apa sih susahnya bilang iya. Kan beres." batin Rezvan.

   "Yaudah kalo nggak mau, gue temenin lo sampe rumah." tawar Rezvan karena ajakannya tidak di terima oleh Ayis.

   "Rezvan, stop deh! Gue nggak butuh ini semua." bentak Ayis dan berharap Rezvan akan pulang dan tidak mengikutinya lagi.

   "Tapi gue khawatir sama lo. Gue nggak mau lo kenapa-napa." ucap Rezvan dan membuat Ayis berhenti berjalan. Ayis memejamkan mata mencoba menghilangkan pikiran yang menyuruhnya untuk menerima ajakan Rezvan.

   "Udah ah, serah lo!" ucap Ayis akhirnya. Ia pasrah. Ia juga tak bisa membendung rasa bahagianya. Tapi ia mencoba membuat wajahnya seperti kesal. Karena ia tak mau jika Rezvan mengetahui perasaannya yang sebenarnya. Ayis masih meneruskan jalannya dan berbelok ke kanan menuju jalan raya. Sebentar lagi ia sampai di rumah dan bebas dari anak sialan itu.

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang