10

40 4 0
                                    

   Jam masih berputar, waktu masih berjalan, hingga bulan tergantikan oleh mentari. Mentari yang siap memancarkan kehangatan sinarnya pada dinginnya bumi. Seorang gadis tengah berjalan disepinya koridor sekolah. Ia terlalu semangat untuk pergi ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Entah apa yang mampu membuat ia semangat seperti ini. Kali ini ia tidak berangkat bersama saudaranya seperti biasa. Entah apa alasan pastinya, tapi gadis itu tadi berpamitan untuk berangkat lebih pagi karena ada piket yang sudah menjadi kewajibannya untuk dilakukan. Tapi nyatanya hari ini bukanlah piketnya.  Ia bersenandung kecil untuk menambah level semangatnya. Tanpa ia sadari ada tiga pasang mata yang sudah mengintainya, melihatnya tajam, dan tersenyum mengerikan. Ia tetap berjalan menyusuri koridor sekolah. Satu persatu kelas sudah ia lewati. Sampailah ia pada kelas tercintanya. Kelas yang sudah menjadi tempatnya untuk mendapat ilmu dari guru-guru sejak beberapa bulan lalu. Gadis itu berjalan menuju tempat duduknya dan meletakkan tasnya di atas mejanya.

   "Yes, gue jadi orang yang pertama kali masuk ke kelas ini." ucap gadis itu bangga. Mungkin ia sering datang pada waktu akhir-akhir jika bunyi bel masuk sudah akan berbunyi. Dan kali ini ia datang pertama kali jadi ia bangga dengan prestasinya yang sebenarnya biasa saja. Tiga orang masuk kedalam kelas Ayis tanpa permisi. Posisi Ayis yang membelakangi pintu membuat ia tak sadar jika ada orang yang masuk kedalam kelasnya.

   "Oh, jadi lo ya yang jadi alasan Rezvan mutusin gue? Dasar Auristela Chalondra yang nggak guna." ucap seseorang dari mereka bertiga tiba-tiba. Ia bukan hanya menuduh, tapi juga merendahkan sosok Ayis. Kelihatannya ia pimpinan dari ketiga cewek ini. Ayis terkejut, ia segera membalikkan badannya agar ia tahu siapa orang yang sedang berbicara dibelakangnya itu.

   "Kak-kak Myesha?" ucap Ayis terbata-bata. Ia sungguh terkejut dengan kehadiran Myesha. Kenapa ia harus bawa-bawa nama Rezvan?. Bukankah ia sudah mantannya?. Dan apa dia masih pantas untuk mempermasalahkan ini?. Ayis meredam amarahnya akibat omongan Myesha yang merendahkan Ayis barusan.

   "Iya, gue Myesha. Lo pasti tau siapa gue, karena akhir-akhir ini lo deket dengan Rezvan," ucap Myesha dengan tatapan tajam dan mengerikan. Perlahan wanita itu mendekati Ayis. Ayis hanya diam tanpa membalas satupun omongan Myesha barusan. Ia masih sibuk dengan dirinya sendiri untuk menahan amarah yang sudah mulai memuncak. Ia mengepalkan tngannya tanpa harus melayangkannya pada wanita sialan itu.

   "Dan gue harap lo jauhin Rezvan." lanjut Myesha. Jadi ini yang membuat ia datang ke kelas Ayis. Haknya apa coba?. Hanya sebagai mantan yang sudah tidak berpengaruh bagi hidup Rezvan.

   "Rezvan yang saat ini beda dengan Rezvan lo dulu saat jadi kekasih lo." batin Ayis disela-sela kemarahannya. Ia bisa saja memberi satu pukulan pada dia. Tapi dia terlalu baik untuk melakukannya. Amarah Ayis semakin meluap ketika Myesha mendorong tubuhnya hingga hampir terjatuh. Bukan Ayis namanya jika ia hanya diam menikmati permainan seorang Myesha. Mungkin itu sudah keterlaluan hingga Ayis harus turun tangan untuk meladeni segala omongan yang nggak berfaedah itu.

   "Mau lo apa sih?" ucap Ayis sambil mencengkeram. Kerah baju Myesha. Ia tau perbuatannya salah, melawan kakak kelas. Tapi ia akan bertindak jika ia merasa dipojokkan dan diremehkan seperti ini. Saat ini ia tak peduli dengan siapa ia akan bermasalah. Ia hanya ingin memberi pelajaran pada wanita itu untuk tidak meremehkan orang lain.

   "Eits," ucap Myesha sambil memegang pergelangan tangan Ayis kemudian menghempaskannya dengan kasar.

   "Kalo lo berani berbuat kayak gini sama gue, gue nggak akan segan-segan keluarin lo dari sekolah, mengingat bokap gue adalah kepala sekolah disini." lanjut Myesha mengancam Ayis. Yang diancam lebih meilih tak peduli dibanding menyerah dengan segala kejahatan cewek itu. Myesha pikir Ayis akan diam dan tidak melawan jika ia mengucapkan kalimat barusan. Tapi ia salah. Ayis bukanlah orang yang mempunyai kriteria seperti itu.

   "Keluarin aja gue, keluarin dari sekolah ini. Lo pikir dengan jabatan bokap lo, lo bisa seenaknya berbuat seperti ini? Mimpi lo." ucap Ayis yang sudah berada diambang kemarahan. Ia membantah perkataan Myesha karena memang perbuatannya salah, perbuatannya tidak layak untuk mengamcam siswa yang bersekolah di sekolah tempat ayahnya menjabat sebagi kepala sekolah hanya karena kepentingan pribadi. Ia mendorong tubuh Myesha hingga terjatuh. Memang ini yang harus dirasakan oleh gadis pengancam seperti Myesha. Mulut Myesha mulai terbuka. Ia ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan karena lagi-lagi Ayis mencengkeram kerah baju wanita itu yang masih terduduk di lantai. Ayis menatap mahluk didepannya ini dengan tajam.

   "Sekali lagi lo ngrendahin gue kayak tadi, gue nggak akan tinggal diem." ucap Ayis pelan tapi mengerikan ditambah tatapannya yang sangat tajam membuat ia terlihat jika ia memang sedang tidak bermain-main. Direndahkan adalah salah satu hal yang paling tidak disukai oleh Ayis. Dan dia tidak akan menyerah dengan ancaman receh seperti yang sudah diucapkan oleh Myesha tadi. Baginya, melawan adalah salah satu hal yang tepat jika seseorang yang ada disekelilingnya berbuat salah. Ayis menghempaskan tubuh Myesha sekali lagi. Ia berdiri dari posisi membungkuknya tadi akibat menahan kerah baju Myesha. Ia masih menatap Myesha dengan tajam. Ia tak peduli dengan posisinya yang menjadi adek kelas dari seorang penjahat seperti Myesha. Myesha berdiri dibantu kedua temannya. Atau lebih tepatnya kedua budaknya. Yang rela menjadi suruhan seorang penjahat berkelas seperti Myesha hanya untuk memenuhi keinginannya. Dan mereka pergi begitu saja.

          🌸🌸🌸

   "Ih rese banget sih tu anak," ucap Myesha kesal pada Ayis ketika ia sudah keluar dan berada di depan salah satu kelas 12. Ia mengibas-ngibaskan tangannya untuk membersihkan bajunya, seperti seseorang yang habis terkena najis.

   "Dan lo berdua, kenapa lo diem mulu tadi? Nggak bantuin juga." lanjut Myesha yang masih merasa kesal dengan hal tadi ditambah temannya yang hanya diam saja. Mungkin sekarang ia sudah seperti orang gila karena sudah berbicara sendiri.

   "Gue takut ama Ayis." aku salah satu cewek diantara mereka, Sherly namanya. Memang Ayis tadi kelihatan megerikan. Jadi wajar kalau Sherly takut dengan Ayis.

   "Ish apaan sih," ucap Myesha sebal karena ulah Sherly barusan.

   "Liat aja nanti, permainan baru dimulai Ayis." lanjut Myesha dengan nada bicara yang mengerikan. Ia terlalu dendam pada Ayis. Itu semua karena cinta yang membutakannya untuk melihat mana jalan yang baik, mana jalan yang buruk. Tapi, memang itu sudah menjadi sifat Myesha.

   "Eh Myesha, sebaiknya lo nggak usah ikut campur deh sama urusan mereka berdua. Lagian status lo kan sudah mantannya Rezvan." ucap budak Ayis lainnya, Clarissa. Memang benar apa yang diucapkan oleh Clarissa. Posisi Myesha yang sudah menjadi mantan membuatnya tidak berhak untik mengatur hidup Rezvan lagi. Tapi keras kepala adalah tipikal Myesha. Jadi, ia sulit untuk menerima saran dari orang lain.

   "Apaan sih lo, kok lo berubah jadi gini? Nyebelin banget, serah lo deh." ucap Myesha pada kedua temannya itu dan berlalu pergi begitu saja. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sudah mendengarkan kejahatan mereka semua. Ia memang sudah megerti jika kelakuan Myesha memang seperti itu. Tapi dia tidak akan ambil diam jika Ayis yang akan dijadikan Myesha buronan. Ia tidak tega jika akhirnya Ayis terluka karena ulah Myesha. Ia berjanji akan melindungi Ayis sebisanya dan semampunya. Karena ia tau Myesha bukanlah orang yang baik-baik. Ia akan melakukan apapun demi membalaskan dendamnya.

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang