"Ini Bu tugasnya" ucap Ayis sambil meletakkan buku di meja Bu Windy, begitu juga Rezvan yang sedari tadi menundukkan kepalanya.
"Ada yang belum mengumpulkan?" tanya Bu Windy tanpa melihat ke arah Ayis. Ia sedang asyik dengan setumpuk kertas, mungkin Bu Windy sedang mengoreksi tugas anak kelas lainnya sehingga ia tidak sadar dengan kehadiran sosok Rezvan.
"Sudah semuanya Bu." jawab Ayis sopan. Bu Windy hanya manggut-manggut. Rezvan bersembunyi di belakang Ayis, meskipun tubuh Rezvan lebih besar daripada tubuh Ayis. Jadi mustahil jika ia tidak terlihat. Cowok itu sedang menyembunyikan badannya agar Bu Windy tidak mengetahui keberadaannya.
"Yaudah kalau gitu, saya kembali ke kelas dulu Bu, permisi." ucap Ayis berpamitan pada Bu Windy untuk kembali ke kelas.
"Huh, lega." ucap Rezvan dalam hati karena ia berpikir Bu Windy tidak melihatnya. Ia berjalan di belakang Ayis dengan posisi membelakangi Bu Windy. Ia bernafas lega karena sebentar lagi ia akan keluar dari ruangan Bu Windy dan bebas dari kekhawatirannya tadi. Pintu keluar sudah di depan mata tapi-
"heh, kamu!" teriak Bu Windy terlebih ia membentak. Mereka berdua mengehentikan langkahnya setelah mendengar panggilan dari Bu Windy yang terlihat menakutkan. Apakah Ayis kurang sopan?. Ataukah ia terlambat mengumpulkan tugasnya?. Ayis menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Ia takut jika memang sebab kemarahan Bu Windy saat ini adalah dirinya. Ayis membalikkan badan menatap Bu Windy yang masih menunduk, mencoret-coret kertas yang dikoreksinya itu. Berbeda dengan Rezvan, ia hanya diam dan memejamkan matanya tanpa membalikkan badannya.
"Saya Bu?" tanya Ayis sedikit takut tapi ia berusaha setenang mungkin.
"Nggak, tuh baby sitter kamu." ucap bu Windy masih menunduk mengoreksi tugas-tugas itu. Ayis lega ketika mendengar kata pertama kali yang diucapkan oleh Bu Windy. Ternyata bukan dia yang bersalah. Lalu siapa? Baby sitter?.
"Perasaan gue nggak bawa baby sitter deh." batin Ayis yang masih kebingungan dengan baby sitter yang dimaksud oleh Bu Windy.
"Baby sitter Bu?" tanya Ayis untuk memperjelas siapa baby sitter yang dimaksud Bu Windy.
"Iya, baby sitter" jawab Bu Windy meyakinkan Ayis.
"Maaf Bu, saya bukan anak kecil dan saya nggak bawa baby sitter." ucap Ayis polos. Sebenarnya ia masih tak mengerti siapa baby sitter itu. Ia bertanya tapi Bu Windy malah meyakinkan Ayis bahwa memang baby sitter yang dimaksudnya. Apakah Ayis yang dimaksud baby sitter?. Ah entahlah. Membingungkan. Rezvan masih diam tak berkutik. Ia tidak mengubah posisinya sedikitpun. Masih membelakangi Bu Windy. Mulutnya komat-kamit merapalkan do'a. Berharap semua kekhawatirannya tidak akan terjadi.
"Ya si Rezvan maksud saya" jawab Bu Windy. Gadis itu faham jika Rezvan yang dimaksud Bu Windy tapi ia tak mengerti mengapa cowok setampan itu dijuluki baby sitter oleh Bu Windy.
"Kok bisa baby sitter Bu?" tanya Ayis lagi. Ia sebenarnya masih tak mengerti juga.
"Iya baby sitter kamu, tadi kamu dibantu kan?" ucap Bu Windy mengalihkan perhatiannya dari kertas itu dan menatap Ayis. Rezvan masih berada di posisi sama seprti sebelumnya.
"Eh, iya Bu" jawab Ayis polos. Ia tidak tahu jika Rezvan akan mendapat hukuman karena hal ini. Tapi ia sudah faham kenapa Bu Windy menjuluki Rezvan dengan baby sitter. Hanya karena cowok itu membantu Ayis membawa buku sudah dibilang baby sitter? Betapa kejamnya kau Bu. Niat Rezvan kan baik. Hanya membantu tanpa mengganggu Bu Windy.
"Rezvan sini!" ucap Bu Windy lebih kejam lagi karena Rezvan sedari tadi belum membalikkan badannya juga.
"Sial!" umpat Rezvan setengah berbisik. Ia membuka matanya dan membalikkan badanya.
"Iya Bu? Ibu kangen yah sama saya? Baru kemarin loh Bu ketemu saya. Masa iya Ibu kangen sama saya." canda Rezvan sambil berjalan menuju meja Bu Windy. Ia berharap dengan candaannya Bu Windy akan menggugurkan hukuman yang akan diberikan kepadanya.
"Jaga mulut kamu Rezvan! Kenapa kamu nggak masuk kelas?" tanya Bu Windy mulai menginterogasi Rezvan. Mungkin ia tau jika Rezvan membolos saat jam pelajaran karena Bu Windy sering memergoki ia melakukan hal itu dengan sekumpulannya.
"Sa-saya tadi habis dari toilet, dan tidak sengaja ketemu dengan Ayis. Dia bawa setumpuk buku, saya merasa kasihan dan akhirnya saya membantunya" dusta Rezvan. Jelas-jelas dari katin dan memang sengaja lewat koridor depan kelas Ayis agar bisa bertemu dengan gadis itu. Sedangkan gadis yang dibicarakan itu hanya diam menatap cowok yang sebenarnya ia cintai dan seorang gurunya yang sedang berbicara. Ayis masih berdiri di tempat yang sama seperti tadi.
"Siapa yang suruh kamu untuk bantu? Lagian itu kan tugas Ayis. Harusnya ia bisa bertanggung jawab dengan amanahnya sebagai ketua kelas. Kenapa kamu ikut-ikutan? Mau Ibu turunin ke kelas 11?" ucap Bu Windy. Rezvan hanya bisa diam. Ia berpikir bagaimana jika dia benar-benar diturunkan oleh Bu Windy?. Sebenarnya sih enak bisa sekelas dengan gadis cantik itu. Tapi ia juga malu jika hal itu terjadi.
"Enggak usah Bu. Nggak usah repot-repot harus nurunin saya ke kelas bawah, nanti Ibu malah capek lagi, ngurusin ini itu untuk nurunin saya. Ibu nggak kasihan sama saya? Atau Ibu memang sengaja agar Ibu masih bisa ketemu saya?" ucap Rezvan seenak jidatnya. Bu Windy menahan amarahnya dari tadi. Ia membiarkan Rezvan mnyelesaikan omongan yang tidak ada gunanya itu.
"Kamu masih mau main-main dengan saya?" geram Bu Windy pada Rezvan dengan tatapan yang mengerikan dan bisa dipastikan bahwa Rezvan akan mendapat hukuman dari Bu Windy padahal ia sudah berusaha bercanda dari tadi.
"Eng-enggak Bu, saya tidak bermaksud seperti itu." elak Rezvan berharap hukuman itu tidak jadi diberikan kepadanya.
"Saya nggak peduli, sekarang silahkan kamu keluar dan berdiri didepan tiang bendera sambil hormat sampai jam istirahat dan kamu Ayis, kamu bisa kembali ke kelas." ucap Bu Windy kepada mereka berdua. Akhirnya Rezvanpun mendapat hukuman dari Bu Windy.
"Em, iya Bu permisi." pamit Ayis pada Bu Windy dan berjalan keluar untuk masuk ke kelasnya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun kepada Rezvan.
Bu Windy adalah wali kelas Rezvan. Wajar jika dia menghukum anak-anaknya yang kurang patuh pada peraturan. Bu Windy memang guru yang didiplin terhadap peraturan. Maka dari itu, ia tak segan-segan menjadikan anak buahnya itu sebagai buronan untuk menegakkan peraturan yang ada. Baru saja Rezvan merasa lega karena ia berpikir bahwa Bu Windy tidak melihatnya. Tapi takdir berkata lain dan Rezvan hanya bisa pasrah dengan hukuman yang telah diberikan oleh Bu windy. Ia sudah berada di depan tiang bendera dan menjalankan hukuman.
Seorang gadis berdiri menatap Rezvan dari kejauhan. Tatapan rasa bersalah. Ia berpikir, ia adalah penyebab dari hukuman Rezvan saat ini. Hati kecilnya menyuruh untuk meminta maaf atas apa yang telah terjadi dan waktu istirahat adalah waktu yang tepat. Lebih cepat lebih baik.
"Eh Ayis, ngapain lo diluar?" tanya Zhafira yang tiba-tiba muncul dari belakang Ayis.
"Gu-gue cuma cari angin aja." dusta Ayis dan membalikkan badanya untuk menghadap sahabatnya itu.
"Perasaan lo baru dateng deh terus lo keluar lagi." bantah Zhafira. Ia merasa heran karena baru saja Ayis masuk kelas sehabis mengumpulkan tugas dari Bu Windy tadi dan ia langsung keluar lagi.
"Yah pengen hirup udara luar lagi aja." jawab Ayis menutupi niat keluarnya saat ini. Sebenarnya ia keluar untuk melihat Rezvan yang sedang dihukum panas-panasan di sebelah lapangan basket.
"Oh yaudah, yuk masuk, bentar lagi gurunya dateng." ajak Zhafira pada Ayis. Akhirnya Zhafira percaya dengan ucapan Ayis barusan. Ayis hanya diam dan mengangguk sebagai jawaban dari ajakan Zhafira tadi dan mereka masuk ke dalam kelas.