22

24 1 0
                                    

   “..... ditemukan di daerah Sangiran dan .....” tutur Pak Andi menjelaskan materi dari pelajaran sejarah. Mata Ayis terasa berat. Ia ingin sekali memejamkan matanya dan menyambut mimpi. Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang membuat matanya tak merasakan kantuk lagi. Sebuah amplop putih yang terletak di pinggir bangku dengan solasi yang berguna untuk merekatkan amplop itu pada bangku.

   “Ayis! Baca!” ia membaca dua kalimat itu yang tertera di amplop. Terlihat mengerikan tapi entahlah. Ayis mulai menerka-nerka sesuatu yang ada di dalam amplop itu. Ayis semakin penasaran dengan benda putih itu. Perlahan tangan Ayis terulur untuk mengambil amplop itu. KREEKK!!. Suara solasi yang merekat itu terdengar. Untung saja seisi kelas tidak melihatnya bahkan juga gurunya. Mungkin hanya Zhafira yang mendengarnya. Zhafira tidak mempertanyakan hal itu. Tapi cewek itu lebih memilih untuk fokus kepada pelajaran. Ia terlihat sibuk mendengarkan penjelasan dari Pak Andi yang sebenarnya mengundang kantuk. Karena ia berpikir, penjelasan dari guru lebih lengkap dibandingkan dengan materi yang ada di kitab.

   Ayis mulai membuka amplop itu. Mencari tahu apa yang sebenarnya ada di dalam amplop itu. Terlihat selembar kertas yang dilipat rapi menjadi lebih kecil. Ayis mengambil kertas itu dan membacanya.

   Gadis itu kaget setelah membaca isi dari surat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Gadis itu kaget setelah membaca isi dari surat itu. Berbagai macam pertanyaan  mulai berkecamuk di kepalanya. Apa maksudnya? Target? Kenapa harus dia? Apa salahnya? Ayis meremas kertas itu dan menggenggam erat benda itu. Tanpa sadar ia memukul bangkunya terlalu keras hingga membuat seisi kelas mengalihkan pandangan mereka ke arah Ayis. Ia tak tahu pasti siapa pengirim surat itu. Tapi ia benar-benar emosi dengan kehadiran surat itu. Apa salah Ayis pada si pengirim surat itu hingga ia terkesan sangat dendam dengan Ayis.

   “Ayis,  apa yang kamu lakukan?” sentak Pak andi yang curiga dengan hal bodoh yang baru saja dilakukan Ayis. Kini semua mata tertuju ke arahnya. Tidak ada yang tidak melihat Ayis saat ini. Gadis itu tersentak.

   “Bodoh, sungguh bodoh.” rutuk Ayis dalam hati. Mungkin tadi ia refleks memukul mejanya karena emosi yang sudah hadir di dirinya.

   “Em, maaf Pak.” ucap Ayis kemudian. Ia hanya bisa meminta maaf pada Pak Andi tanpa menjelaskan kronologi pemukulan bangku barusan. Semoga saja Pak Andi tidak mempermasalahkan hal ini. Ayis merapal do’a dalam hatinya agar sebuah hukuman tidak akan menyapanya.

   “Ya sudah, anak-anak, kerjakan halaman 18. Itu tugas kelompok. Dan saya akan membagi kelompoknya.” Ucap Pak Andi kemudian. Benar saja Pak Andi tidak mempermasalahkan hal itu. Begitu baiknya hati Pak Andi. Lagi lagi tugas. Sekali saja nggak ngasih tugas mungkin nggak bisa. Mungkin tugas sudah menjadi bagian hidup Pak Andi. Jika tidak ada tugas mungkin rasanya kurang bagi Pak Andi. Sungguh menyebalkan. Tapi mai gimana lagi? Membantah juga rasanya tidak sopan apalagi membentak ataupun marah-marah pada Pak Andi dengan alasan yang tidak jelas. Toh memang sudah kodratnya, siswa harus menurut dengan perintah guru asalkan perintah itu adalah kebaikan dan tidak melanggar aturan agama ataupun norma-norma hukum yang berlaku.

   “Kelompok pertama, Zhafira dan Della.” Ucap Pak Andi membagi kelompok. Ayis mulai cemas karena Zhafira sudah mendapat kelompok. Harapan Ayis, ia ingin satu kelompok dengan Ray walaupun cewek itu sangat cerewet. Tapi ya sudahlah daripada harus dengan orang lain kan akward banget meskipun itu sudah saling nengenal. Tapi Ayis kurang tebiasa dengan orang lain walaupun orang itu menerima Ayis dengan senang hati.

   “Yang kedua, Ray dan Bimo.” lanjut Pak Andi yang masih membagi kelompok. Hati Ayis mencelos mendengar nama Ray yang disebut tidak berpasangan dengan dirinya melainkan dengan orang lain. Hancur sudah harapan yang baru saja Ayis tanam. Ia kecewa karena pastinya ia satu kelompok dengan orang yang tidak terbiasa berkumpul dengannya. Dan itu tandanya ia harus bisa beradaptasi dengan orang lain untuk mengerjakan tugas. Tapi kecewa itu sudah hilang karena ambisinya untuk mendapatkan nilai. Ia rela berusaha sekuat tenaga demi nilai. Tapi usahanya bukan dengan hal curang. Ia memang benar-benar usaha. Pak Andi masih juga meneruskan pembagian kelomook. Nama Ayis tidak dipanggil-panggil juga. Hingga pada akhirnya ia menjadi akhir dari acara pembagian kelompok ini. Ia masih sabar menunggu.

   “Dan kelompok yang terakhir yaitu Ayis dan Aldi.” Ucap Pak Andi mengakhiri acara pembagian kelompok itu. Sungguh berat rasanya jika ia harus satu kelompok dengan Aldi. Ia kembali merasa sangat kecewa dengan tugas kali ini. Ia membayangkan betapa akwardnya dia dan Aldi nanti jika sedang mengerjakan tugas. Tapi apa boleh buat?

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang