Seorang lelaki terlihat sedang duduk di sofa dan menatap serius televisi yang ada di depannya dengan stick PS di tangannya. Ia sedang asyik melakukan hobbynya. Di tengah-tengah asyiknya bermain PS bel rumah berbunyi.
"Ayis, bukain dong, Abang lagi sibuk nih." teriak Acha pada adeknya yang berada di kamar. Kali ini mereka hanya berdua di rumah. Orang tuanya sedang ada di Kantor untuk mendatangi meeting tambahan dan pembantu yang ada di rumah ini sudah istirahat di paviliun yang berada di belakang rumah utama. Tidak ada jawaban. Acha mencoba memanggil Ayis sekali lagi.
"Ayis!!" kali ini suara Acha lebih keras dari sebelumnya. Tapi tak kunjung mendapat jawaban. Bel rumah berbunyi lagi. Membuat lelaki itu berdecak sebal karena sudah mengganggu aktivitas yang ia sukai. Dan satu lagi, Ayis yang ia panggil tidak turun untuk membukakan pintu. Acha mengusap rambutnya kasar dan berdiri, berjalan menuju pintu rumah untuk membukakan pintu. Seorang pria berdiri di depan pintu.
"Ada apa Pak?" tanya Acha pada pria yang ternyata adalah Pak pos. Seseorang yang telah mengacaukan aktivitas Acha. Acha sudah menetralkan perasaan kesalnya tadi. Jadi sekarang ia terlihat biasa saja. Walau sebenarnya ia masih kesal.
"Ini ada paket." ucap Pak pos itu.
"Untuk siapa ya Pak?" tanya Acha yang belum juga menerima paket itu. Takut jika Pak posnya salah rumah. Jika soal paket, satpam gerbang sering menyuruh Pak posnya untuk masuk.
"Untuk mbak Auristela Chalondra." jawab Pak pos itu sambil melihat nama yang tertera pada bungkus paket yang sudah dipegangnya dari tadi. Acha mengeram. Bukan pula paket ini untuknya. Ia sangat emosi ketika Pak pos membacakan tujuan paket itu. Tapi Acha masih bisa meredam emosinya. Sangat mengganggu. Batinnya.
"Iya Pak, makasih, saya tanda tangani saja." ucap Acha sambil tanda tangan di sebuah kertas yang berfungsi sebagai bukti bahwa paket sudah sampai ke tujuannya. Ia mengambil paket itu dan menutup kembali pintu rumah.
"Nih paket kan buat Ayis. Kenapa harus gua juga yang keganggu? Sial amat sih." umpat Acha meluapkan emosinya. Acha berjalan menaiki anak tangga dan sampai di depan pintu kamar yang tertera nama Ayis.
"Dek." ucap Acha memanggil adiknya sambil mengetuk pintu. Tidak ada jawaban.
"Dek!" panggil Acha sekali lagi. Sungguh keterlaluan Ayis. Ia mengeraskan intonasinya, berharap agar Ayis mendengarnya.
"Iya, iya sabar." jawab seorang gadis dari dalam kamar itu. Gadis itu meletakkan cangkirnya yang setia menemaninya duduk di balkon kamarnya tadi. Ia berjalan menuju pintu.
"Nih," ucap Acha setelah pintu terbuka dan menyodorkan benda kotak yang terbungkus kertas coklat itu pada Ayis.
"Itu paket buat lo." lanjut Acha setelah Ayis menerima paket itu.
"Dari siapa Bang?" tanya Ayis yang masih bingung karena tidak ada nama pengirimnya. Cuma ada namanya dan alamat rumahnya saja.
"Nggak tahu gua. Intinya paket sial lo ini udah ganggu waktu gua, udah ah, gue mau main game lagi." ucap Acha kesal dan berlalu begitu saja. Berjalan menuruni anak tangga dan sampai di tempat favoritnya tadi. Ayis menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju ranjangnya. Ia mengamati paket yang dipegangnya saat ini.
"Gue rasa, gue nggak mesen apapun atau beli apapun akhir-akhir ini. Kenapa ada paket ini? Atau jangan-jangan ini salah orangnya? Tapi ini benar sih nama gue. Udah lah gue buka aja." ucap Ayis berbicara sendiri. Bingung dengan kedatangan paket misterius ini. Dan akhirnya Ayis memiliki kesimpulan untuk membukanya. Ayis mengerutkan alisnya setelah paket itu terbuka.
"Kotak makan?" ujarnya lagi. Ia membolak-balikkan kotak makan itu sampai ia pias melihatnya. Heran saja paket ini ternyata isinya kotak makan. Buat apa coba?
Ia membuka kotak makan itu dan mendapati satu kertas yang terlipat. Gadis itu mengambil kertas tersebut dan membukanya.
Ayis membaca tulisan yang tersusun rapi pada kertas di dalam kotak tadi. Ia mulai menerka-nerka. Siapa sosok yang telah mengirimkan paket lucu ini? Disana hanya tertera tanda tangan. Tanpa ada nama, inisial atau apapun yang menunjukkan ciri-ciri dari pengirim.