36

21 0 0
                                    

   Rezvan duduk di shofa rumah Ayis. Menunggu gadis yang disayanginya itu datang menemuinya. Tak lama kemudian Ayis datang. Ia duduk di shofa tepat disamping Rezvan. Rezvan menatap Ayis yang menundukkan kepalanya. Rezvan memegang tangan Ayis.

   “Kenapa Sayang?” tanya Rezvan lembut. Ia mengurungkan niatnya untuk meminta penjelasan pada Ayis. Ia berpikir jika terjadi sesuatu dengan Ayis. Rezvan bergerak mendekati Ayis. Ia merengkuh bahu gadis itu. Ia mengusap manja rambut Ayis. Ia siap mendengarkan apapun yang Ayis katakan.

   “Soal tadi ...” ucap Ayis pelan tapi masih bisa didengar oleh Rezvan.

   “Tadi pagi?” tanya Rezvan memastikan.

   “Iya.”

   “Kenapa?”

   “Kenapa kamu nggak jenguk aku? Dan nggak ngasih aku kabar sama sekali sehari ini? Kamu udah nggak sayang aku?” tanya Ayis beruntun. Ia menatap wajah Rezvan. Perlahan air matanya meluruh begitu saja. Mungkin kalimat terakhir yang ia ucapkan adalah penyebab air mata itu meluruh. Rezvan memeluk Ayis lebih erat lagi.

   “Kata siapa aku nggak sayang kamu? Aku sayang kamu kok.”

   “Tapi kenapa kamu nggak jenguk aku?” tanya Ayis lagi yang merasa masih kurang dengan jawaban yang diberikan Rezvan barusan.

   “Tadi aku jenguk kamu. Tapi ...” ucap Rezvan menggantung. Ia bimbang. Antara yakin dan tidak yakin melanjutkan kalimat itu.

   “Tapi apa?” tanya Ayis sambil mendongakkan kepalanya menatap Rezvan yang memandang ke arah lain.

   “Tapi aku liat wajah kamu dan wajah Faresta dekat sekali.” ucap Rezvan akhirnya. Ia masih menatap arah lain. Tanpa permisi Ayis langsung memeluk Rezvan.

   “Itu cuma salah faham. Tadi kak Faresta nggak sengaja ketarik waktu aku mau berbaring lagi.” jelas Ayis. Ia lebih mengeratkan pelukannya. Pelukan yang membuat Rezvan percaya jika itu hanyalah kesalah fahaman saja. Akhirnya semua pikirannya terjawab. Tanpa harus meminta penjelasan pada kekasihnya itu. Rezvan membalas pelukan Ayis. Untuk beberapa saat mereka hanyut dalam pelukan.

   “Masih sakit?” tanya Rezvan pada Ayis setelah melepaskan pelukannya. Ayis yang masih bersender di dada bidangnya mendongak. Lantas tersenyum.

   “Nggak kok.” Ayis melihat wajah Rezvan intens. Seperti masih ada yang akan ia tanyakan.

   “Kenapa?” tanya Rezvan.

   “Kenapa kamu nggak ngasih aku kabar sama sekali?” tanya Ayis. Tapi keadaan kali ini sudah lebih baik dari sebelumnya.

   “Aku mau nenangin pikiranku. Aku takut kalo aku ngasih kamu kabar ujung-ujungnya aku emosi. Kan kasihan kamunya.” jawab Rezvan jujur.

   “Yaaa. Sok kamu. Orang aku sakit aja nggak kasihan.” ucap Ayis diiringi tawa.

   “Yah maaf sayang. Kan itu juga sebab aku liat kamu dan Faresta.”

   “Kamu cemburu?” tawa Ayis lebih keras dari sebelumnya.

   “Ya ... Ya iya lah.” jawab Rezvan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

   “Terus kamu kesini mau apa?” tanya Ayis lagi. Ia masih ingin menggoda kekasihnya itu. Tawanya pun juga belum reda dari tadi.

   “Ya mau nanyain itu. Eh taunya udah kamu jawab. Padahal aku belum nanya.” ucap Rezvan. Ayis hanya tertawa.

   “Oh iya. Ini aku bawain sesuatu buat kamu.” lanjut Rezvan memberikan paper bag yang ia bawa tadi.

   “Sok romantis deh.” Goda Ayis lagi. Membuat tawanya kembali terdengar.

   “Tau ah. Kamu goda mulu.” ucap Rezvan salah tingkah dengan godaan Ayis.

   “Gitu aja baper.”

   “Idih sok tau. Siapa juga yang baper?”

    “Lah, emangnya aku bicara sama siapa?”

    “Udah ah. Capek tau.” ucap Rezvan mengakhiri semua godaan Ayis yang membuatnya salah tingkah.

  

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang