Kriiiiiiiingg!!
"Ah, apaan sih ini, ganggu banget." gumam Ayis dan mengambil jam bekernya untuk mematikan alarm sialan itu. Tapi bukannya bangun, Ayis malah menarik selimut dan menenggelamkan kepalanya ke dalam selimut.
Ayis, nama panggilan dari Auristela Chalondra. Gadis cantik berambut panjang, adik dari Achazia Chalondra yang kerap dipanggil Acha itu dan sekaligus anak dari pengusaha besar yang mempunyai perusahaan sendiri.
Suara pintu terbuka. "Astaga Ayis, bangun nak, udah jam segini masih molor, bangun gih, mandi, nanti telat sekolah." teriak Aurellia atau Bu Lia itu pada anaknya.
"Masih pagi juga Ma, Ayis masih ngantuk." ucap Ayis dengan mata masih tertutup dan menutupi kembali tubuhnya dengan selimut yang ditarik oleh Mamanya tadi.
"Ini udah jam 7 kurang 10 menit Ayis dan kamu bilang masih pagi juga?"
"Apa?! jam 7 kurang 10 menit Ma? Masa sih?" kaget Ayis langsung terduduk dan melihat jamnya untuk memastikan perkataan Mamanya dan ternyata benar.
"Astaga! Ayis kesiangan lagi." ucap Ayis dan berlari mengambil handuknya untuk mandi dan bersiap-siap berangkat ke sekolah. Mamanya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya itu.🌸🌸🌸
Ayis berlari sekuat tenaga untuk menuju kelasnya yang kurang beberapa langkah lagi. Sampai di pintu, ia terengah-engah dan secepat itu pula sahabatnya menghampirinya.
"Eh Ayis, ciieee, ada yang suka nih sama lo, lo kok nggak cerita sih ke kita-kita." cerocos Zhafira, salah satu sahabatnya.
"Apaan sih lo! Suka nggak jelas!" elak Ayis.
"Coba lo liat deh di papan." perintah Rayshiva, sahabat Ayis juga.
Ayis menganga melihat tulisan yang ada di papan. Sederet tulisan yang mampu membuat Ayis bungkam. Ia mengerti pasti tulisan ini tulisan Rezvan, si anak sialan itu. Setelah tersadar dari pikirannya Ayis langsung meraih penghapus dan menghapus tulisan yang ada di papan dengan kasar kemudian duduk di bangkunya.
Tapi tak semudah itu Ayis bisa tenang dan menjernihakan pikirannya. Temannya yang super kepo menghampirinya dan yang terjadi adalah beribu pertanyaan yang mereka keluarkan untuk mengetahui siapa yang telah melakukan ini.
"Eh Ayis. Lo kok nggak cerita sih?" ucap zhafira.
"Siapa sih tuh anak?" kepo si Fredella, sahabat Ayis yang paling imut.
"Eh, lo kok diem aja sih dari tadi. Jawab kek pertanyaan kita-kita." cerocos Rayshiva.
Bertepatan dengan berakhirnya kalimat yag diucapkan Ray tadi seorang guru masuk ke kelas untuk mengisi jam pelajaran yag telah dijadwalkan. Ayis bernapas lega. Setidaknya ia bisa bebas dari pertanyaan sahabatnya yang hanya menambah beban dipikiran Ayis.
"Huft, lega." gumam Ayis yang masih bisa didengar jelas oleh Ray.
"Lo masih ada janji sama kita." Ayis haya bisa menghela nafas berat.
🌸🌸🌸
Penjelasan dari Pak Andi yang mengisi jam pelajaran di kelas Ayis tadi tidak ada yang lolos masuk ke dalam otak Ayis. Pikirannya hanya tentang sosok yang dulu pernah ia cintai, sosok yang sangat perfect baginya. Tapi cinta Ayis hanya sementara. Ia tak bisa membendung rasa kecewa karena Rezvan lebih memilih Myesha, kakak kelas Ayis sebagai pemanis hidup cowok itu. Mungkin sebenarnya ia tidak berhak untuk kecewa karena Rezvan bukan milik Ayis seutuhnya. Hingga tepukan dari Ray yang mendarat di pundaknya membuyarkan semua lamunannya.
"Apaan sih lo! Ngagetin tau nggak!" ucap Ayis sebal.
"Abis lo asyik sendiri sih. Lo nggak inget apa ama janji lo?" ucap Ray.
"Gue nggak janji." bantah Ayis.
"Ah udahlah. Pokoknya lo wajib cerita sama kita. Yuk ke kantin!" ucap Fredella dan mereka berempat pergi ke kantin.
🌸🌸🌸
"Eh Ayis. Siapa sih yang suka lo? Yang nulis 'I Love You Auristela Chalondra' di papan? Lo kok tega sih nggak ngasih tau kita? Apa lo udah nggak nganggep kita?" cerocos Ray yang cerewetnya minta ampun.
"Nih minum dulu. Entar lu tersedak lagi. Terus lo masuk Rumah Sakit dan meninggal, gue kan nggak mau ya dituduh ngebunuh temen sendiri." ucap Zhafira sambil menyodorkan segelas es teh.
"Eh, lo apaan sih Zhaf, gue nggak gila kali." ucap Ray dengan sebal.
"Abisnya lo nyerocos mulu sih, kasihan tuh si Ayis." bela Zhafira.
"Eh, lo berdua udah deh. Berantem mulu. Nggak bosan lo? Kita di sini mau nagih janji Ayis," ucap Fredella atau Della itu pada Ray dan Zhafira.
"Eh, BTW tadi ada inisialnya loh. Kalau nggak salah sih 'RZV'. Siapa sih tuh anak?" lanjut Della mulai menginterogasi Ayis.
"Iya-iya gue akan cerita ke lo semua tanpa ada yang ditutup-tutupin lagi." pasrah Ayis.
"Gitu dong Yis. Kan gue nggak jadi maksa, nggak perlu ngeluarin banyak tuh nafas buat interogasi lo, dan yang terpenting-"
"R A Y S H I V A!" potong zhafira dan Della dengan penekanan pada masing-masing huruf.
"Iya-iya gue diem." ucap Ray mengalah.
"Gini ya, cowok itu mungkin Rezvan." ungkap Ayis.
"Rezvan?! Kakak kelas yang gantengnya minta ampun itu? Eh, lo kan pernah suka tuh sama kak Rezvan, ya kan?" ucap Zhafira tak percaya.
"Iya Rezvan. Iya, gue jujur, emang gue dulu pernah suka kak Rezvan, kemarin di cafe skill, si Rezvan ngungkapin perasaannya ke gue, dan tadi pagi... Udah lah, lo pasti tau sendiri." cerita Ayis.
"Oh gitu ya, lah emang kenapa lo nggak nerima kak Rezvan? Sayang tau. Lagian lo pernah suka juga." tanya zhafira tentang alasan yang membuat Ayis menolak sosok Rezvan.
"Maka dari itu, gue takut ama si Myesha." ucap Ayis.
"Kenapa sih mesti takut juga. Kan tuh anak udah mantannya. Santai aja kali." sahut Della yang mengerti dengan ketakutan Ayis.
"Bener tuh si Della, coba deh lu terima." ucap Zhafira membenarkan perkataan Della.
"Entahlah gue masih bingung."
"Udahlah Yis, lupain aja Myesha, lo coba yakinin hati lo." usul Della.
"Lo ngerti kan gue belum pernah pacaran?" ungkap Ayis merasa takut karena ia belum pernah pacaran.
"Iya, emang kenapa? Apa dengan lo punya pacar bisa menguras dompet lo?, atau lo mau jomblo terus? Lo nggak mau apa sekali-kali punya pacar? Dia kan bisa jaga lo, selalu ada buat lo, lagian si Rezan juga OK. Banyak tuh cewek yang ngantri tapi saat dia ngungkapin perasaan ke elo, lo malah nolak dia. Kurang apa sih si Rezvan?" ucap si Ray yang panjangnya melebihi rel kereta api.
"Udah ah, males gue, sumbat tuh mulut pake jerami biar nggak nyerocos mulu. Pusing gua dengerin lo!" ucap Ayis dan pergi meninggalkan mereka bertiga.