Faresta membukakan pintu mobilnya untuk Ayis. Acha menurunkan gadis itu di kursi depan dan menutup pintunya.
"Thanks bro." ucap Acha sekali lagi pada Faresta. Berterima kasih karena sudah mau menolongnya. Rezvan menepuk bahu Faresta. Sedangkan Faresta hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya.
"Yaudah, gue berangkat." ucap Faresta dan berjalan ke arah kemudinya.
"Hati-hati." teriak Acha sambil mengangkat tangannya dan melambaikannya. Dan mobil Faresta mulai bergerak meninggalkan area parkiran.
"Oh iya, gue lupa bilang terima kasih sama Rezvan." gumam Acha sambil menepuk jidatnya dan beranjak dari tempatnya. Ia berniat berterima kasih pada Rezvan di Kelas. Kebetulan juga mereka berdua sekelas.
🌸🌸🌸
"Makasih kak." ucap Ayis berterima kasih pada cowok yang ada di sampingnya itu. Dari tadi hanya keheningan yang menemani mereka hingga akhirnya Ayislah yang memulai pembicaraan.
"Iya sama-sama." ucap Faresta ramah tanpa menoleh ke arah gadis yang baru saja berterima kasih padanya karena ia sedang fokus dengan jalanan.
"Oh iya, kita latihan kapan kak?" tanya Ayis
"Latihan untuk lomba itu ya?" ucap Faresta bertanya balik. Sebenarnya ia ingat betul jika ia dan Ayis akan bekerja sama untuk perlombaan. Tapi ia hanya memastikan saja jika apa yang ia fikirkan itu benar. Ayis mengangguk menjawab pertanyaan Faresta.
"Ya nunggu kamu sembuh dulu. Kamu kan lagi sakit. Kalo kita latihan ya kasihan kamunya. Kamu kan juga butuh istirahat. Lagian lombanya masih lama kan?" ucap Faresta dengan intonasi yang lembut. Entah terbuat dari apa lelaki ini bisa bersikap seperti itu. Bahasa dan cara bicaranya yang sopan dan lembut bisa membuat siapa saja yang mendengarnya kagum.
Ayis hanya ber-oh ria mendengar penuturan yang disampaikan Faresta. Tanpa disadari terdapat perhatian Faresta yang disampaikan lewat ucapannya tadi. Hanya saja Ayis tidak sadar dengan hal itu. Dan Faresta juga tidak sadar dengan ucapannya. Itu semua terjadi karena refleks. Refleks karena perasaannya.🌸🌸🌸
Acha melangkahkan kakinya menuju kelas dan melihat Rezvan yang duduk di bangkunya. Cowok itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Acha memilih untuk menghampiri Rezvan.
"Eh, kenapa lo?" tanya Acha tiba-tiba sambil menepuk bahu Rezvan dan duduk di kursi depan bangku Rezvan. Rezvan terkejut dengan kehadiran Acha yang tiba-tiba. Tapi Rezvan dengan segera menetralkan wajahnya dari keterkejutannya tadi.
"Nggak ada." jawab Rezvan berbohong.
"Gue tau lo mikir apa. Eh, BTW, thanks ya udah nolongin adek gue."
"Iya, lagian itu udah jadi kewajiban kali tolong menolong antar sesama." jawab Rezvan.
"Lo udah jadian apa belom sama adek gue?" tanya Acha tiba-tiba lagi. Nggak ada angin nggak ada hujan kalimat itu terlontar saja dari mulut Acha. Rezvan membelalakkan matanya mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Acha.
"Eh, biasa aja kali matanya. Nggak usah melotot. Gue cuma mau bilang sama lo. Kalo lo emang suka sama adek gue, tembak aja gih, dia juga suka sama elo kok, tapi inget, jangan buat dia terluka." ucap Acha dan beranjak pergi dari tempatnya. Rezvan mencerna kalimat yang baru saja diucapkan Acha. Apa Ayis sudah bisa menerimanya? Entahlah.
🌸🌸🌸
Mobil Faresta sudah sampai didepan rumah Ayis. Kebetulan ia pernah main di rumah Acha. Jadi ia tahu alamat rumahnya. Faresta turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Ayis. Gadis itu keluar dari mobil Faresta.
"Mau digendong?" tanya Faresta sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Em, nggak kak, di tuntun aja." Ayis menolak tawaran Faresta tapi ia masih meminta untuk dituntun cowok itu. Faresta mulai menuntun Ayis dengan tangan kanannya menggenggam tangan kanan Ayis dan tangan kirinya memegang bahu kiri Ayis. Benar saja, tubuh Ayis terasa panas. Ia memang sakit. Mereka memasuki rumah yang kebetulan pintunya terbuka lebar. Terlihat Bu Lia yang sedang menonton televisi.
"Ma." ucap Ayis memanggil Bu Lia. Ibunya menoleh melihat anaknya yang dituntun dengan seorang cowok yang belum dikenalnya. Bu Lia dengan segera menghampiri Ayis dan Faresta.
"Kamu kenapa nak?" tanya Bu Lia khawatir melihat putrinya yang pucat dan lemas itu.
"Tadi Ayis pingsan, lalu dibawa temen saya ke UKS." jawab Faresta sopan.
"Kamu temen Ayis?" tanya Bu Lia lagi sambil merangkul putrinya yang sudah ada disampingnya.
"Bukan Bu, saya Faresta, kakak kelas Ayis, temennya Acha." ucap Faresta memperkenalkan dirinya.
"Oh, Achanya mana?" tanya Bu Lia untuk kesekian kalinya.
"Acha di Sekolah Bu. Katanya dia bawa motor, jadi Acha minta tolong sama saya untuk nganterin Ayis pulang." ucap Faresta menjelaskan sambil sekali-kali jari jempolnya memberikan isyarah untuk menunjuk sesuatu dengan sopan.
"Oh, nak Faresta nggak mau duduk dulu?" tanya Bu Lia lagi dan lagi. Ayis yang ada disamping ibunya itu hanya diam sambil sesekali ia tersenyum lemah.
"Em, nggak usah tan, saya langsung kembali ke Sekolah saja." jawab Faresta menolak tawaran Bu Lia. Ia merasa masih punya tanggung jawab untuk mencari ilmu.
"Oh ya sudah, makasih yah." ucap Bu Lia berterima kasih pada Faresta yang sudah mengantarkan Ayis pulang.
"Iya tan, saya permisi dulu." pamit Faresta sambil memcium punggung tangan Bu Lia.
"Iya nak hati-hati." ucao Bu Lia sedikit berteriak karena Faresta sudah berjalan menjauh. Hari ini Bu Lia tidak ke Kantor. Ia ingin bersantai dulu. Lagipula perusahan tempat Bu Lia bekerja juga perusahaannya sendiri. Jadi ia bisa santai dengan pekerjaannya.