16

15 2 0
                                    

   Mobil Rezvan berjalan membelah jalanan kota. Sebentar lagi mereka akan sampai di Sekolah. Rezvan masih terlihat khawatir. Berkali-kali ia melihat ke spion untuk memastikan keadaan Ayis. Sedangkan gadis itu sedang berusaha menahan rasa sakitnya dengan menutup matanya dan mengerutkan alisnya. Tanpa ia sadari Rezvan melihat semua tingkahnya. Semua ekspresinya. Gerbang sekolah terbuka lebar. Mobil Rezvan masuk ke halaman sekolah. Suasana di Sekolah memang sudah cukup ramai karena sudah banyak siswa yang berangkat ke Sekolah. Rezvan turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Ayis. Gadis itu keluar dari mobil Rezvan. Wajahnya terlihat semakin pucat.

   "Beneran kamu nggak papa?" tanya Rezvan untuk kesekian kalinya. Cowok itu ragu dengan pernyataan yang diungkapkan Ayis bahwa dirinya baik-baik saja. Rezvan yakin Ayis dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Ayis mengangguk menjawab pertanyaan dari Rezvan. Sulit rasanya jika ia harus menjawab pertanyaan Rezvan dengan kata-kata. Karena yang ia rasakan sekarang adalah sakit yang semakin menjadi-jadi. Mereka berjalan menuju kelas mereka. Sesampainya di koridor yang memisahkan kelas mereka Rezvan bertanya sekali lagi.

   "Beneran kamu nggak papa?"

   "Iya." jawab Ayis masih sama seperti tadi. Hanya kata itu yang ia ungkapkan. Rasa sakit itu masih menguasainya.

   "Tapi wajah kamu pucat sekali." ucap Rezvan lagi. Mengucapkan sebuah fakta yang menandakan bahwa Ayis tidak baik baik-baik saja.

   "Nggak papa kok." jawab Ayis sedikit panjang dan ia langsung melangkahkan kakinya menuju kelas. Mencoba menyembunyikan raut wajahnya yang menahan rasa sakit. Belum sampai satu langkah, gadis itu hampir saja terjatuh. Rezvan langsung mendekat ke samping Ayis. Takut jika gadis itu terjatuh. Tapi Ayis masih bisa berdiri dengan tangannya yang berpegangan pada dinding koridor. Jika Ayis tidak segera berpegangan mungkin ia akan jatuh dan momen seperti dulu akan terjadi lagi.

   "Udah, kamu ke kelas aja." ucap Ayis pada Rezvan dengan intonasi yang sangat lemah. Bagi Ayis, mengatakan kalimat itu bukanlah sesuatu yang mudah dengan keadaannya yang seperti ini. Kepalanya terasa semakin pusing. Ayis kembali berjalan dengan tangan yang masih berpegangan pada dinding koridor. Rezvan tidak tega melihat Ayis seperti itu. Ia memilih tetap menunggu Ayis sampai ia benar-benar masuk ke kelas. Setelah beberapa langkah Ayis terlihat menyenderkan punggungnya di dinding koridor. Gadis itu terlihat sangat lelah. Tangannya perlahan terangkat memegang kepalanya. Perlahan mata Ayis tertutup dan tubuhnya meluruh begitu saja. Gelap. Ayis tak sadarkan diri. Melihat mata Ayis yang perlahan tertutup dan tubuhnya yang mulai kehabisan tenaga untuk berdiri, Rezvan langsung menghampiri Ayis. Benar dugaannya. Ayis sedang dalam kondisi yang tidak sehat dan sekarang gadis itu pingsan. Untung saja, Rezvan segera menahan tubuh Ayis dan sekarang gadis itu ada dalam dekapan Rezvan. Jika tidak, mungkin Ayis akan terjatuh dan kepalanya akan terbentur pojok kursi yang ada disamping Ayis. Rezvan segera menggendong tubuh Ayis dan membawanya ke UKS. Ia tak peduli dengan teriakan cewek-cewek yang baper melihat Rezvan menggendong Ayis. Ia juga tak peduli dengan tatapan risih cewek-cewek karena merasa tersaingi dan terlambat untuk mendapatkan perhatian Rezvan.
Cowok itu tidak mempermasalahkan hal seperti itu. Tapi ia lebih mementingkan kondisi Ayis saat ini. Rezvan terlihat sangat khawatir dengan gadis yang ada di gendongannya saat ini.

   Setelah sampai di UKS, Rezvan langsung membawa Ayis masuk ke dalam UKS. Terlihat seorang perawat yang duduk di meja kerjanya. Ia yang bertugas di UKS ini. Memang SMA ini menyediakan fasilitas UKS yang buka dari pagi masuk sekolah sampai kegiatan di Sekolah selesai. Mendapati ada siswa yang sakit, Bu UKS itu langsung berdiri dan menyibak tirai yang menutupi salah satu ranjang. Rezvan menurunkan Ayis dari gendongannya dan membaringkan Ayis di ranjang itu. Perawat itu memeriksa Ayis. Rezvan duduk di kursi yang sudah disediakan. Cowok itu lantas mengambil hp dari sakunya dan menelpon Acha. Memberitahunya bahwa adeknya sekarang ada di UKS. Rezvan terlihat sangat khawatir dengan kondisi Ayis. Setelah perawat itu memeriksa kondisi Ayis, Rezvan langsung berdiri dan menanyakan kondisi Ayis.

   "Ayis sakit apa Bu?"

   "Dia cuma pingsan. Kemungkinan perutnya belum terisi. Kamu bisa belikan dia nasi?" jelas Bu UKS sekaligus menyuruh Rezvan untuk membeli nasi bungkus. Rezvan mengangguk.

   "Iya Bu, bisa."

   "Nanti kalo dia sudah sadar, kamu bisa menyuruhnya untuk makan sebelum ia kena maag. Saya tinggal dulu. Permisi." jelas Bu UKS lalu pergi meninggalkan Rezvan.

   Rezvan berlari keluar UKS untuk membeli nasi. Ia menuju kantin. Untungnya Kantin menyediakan nasi bungkus di pagi hari sebelum bel sekolah sebagai antisipasi jika ada murid yang belum sarapan. Rezvan membeli satu bungkus nasi.

   "Bu, nasi bungkusnya satu." ucap Rezvan sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal akibat berlari. Ibu itu memberikan satu bungkus nasi kepada Rezvan dan cowok itu langsung mengeluarkan selembar uang dari dompetnya dan memberikannya pada Ibu itu.

   "Makasih Bu, ambil aja kembaliannya." ucap Rezvan dan ia kembali berlari menuju UKS.

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang