34

8 0 0
                                    

   Tiga siswa sedang duduk di pojok kantin sekolah. Mereka menikmati waktu bolosnya yang terkesan baru satu kali bolos. Padahal sudah berkali-kali mereka bolos seperti ini. Elvano sibuk dengan ponselnya, memainkan permainan yang biasa ia mainkan. Sedangkan Randi sibuk dengan cerita yang ada di ponselnya. Dan Rezvan. Ia sedang menikmati gorengan yang ia beli tadi. Jangan tanyakan Andhra. Ia sedang ada di toilet menuntaskan hajatnya.

   Lima menit kemudian terlihat Adhra datang ke kantin dengan santainya.

   “Loh, kok lo disini sih?” tanya Andhra heran melihat Rezvan yang masih duduk manis di kantin. Rezvan menatap Adhra tidak mengerti.

   “Pacar lo ada di UKS.” ucap Adhra kemudian. Rezvan sontak meletakkan gorengan yang ia pegang tadi.

   “Lah, kenapa elu nggak bilang dari tadi sih bego.” ucap Rezvan menyalahkan Andhra yang hendak mengambil gorengan milik Rezvan.

   “Gue pikir lo udah tahu.” ucap Andhra dengan santainya. Rezvan berdiri dan berjalan keluar kantin. Jauh di lubuk hatinya ia sangat khawatir dengan kondisi kekasihnya itu. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang. Sampai di tengah perjalanan ia menghentikan langkahnya. Ia menepuk jidatnya. Seperti lupa akan sesuatu.

   “Oh iya, kenapa gue nggak bawain Ayis nasi atau air? Siapa tahu dia butuh itu kan sekarang.” Gumam Rezvan. Ia sempat menyalahkan diri sendiri. Tapi hal itu hilang setelah ia kembali berjalan lagi menuju kantin untuk membeli sebungkus nasi serta sebotol air mineral.

🌸🌸🌸

   Sebentar lagi Rezvan sampai tujuan. Ia berjalan dengan sebuah kantong plastik yang ada di tangan kanannya. Ia cemas dengan keadaan Ayis saat ini. Ia kalah dengan rasa tenang yang sudah ia usahakan tadi. Tetap saja. Ia sayang Ayis. Dan sudah wajar jika sayang itu akan menumbuhkan rasa khawatir jika salah satu dari mereka sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

   Pintu UKS sudah terbuka. Rezvan menatap isi UKS dan deg! Matanya nanar melihat pemandangan yang ada di depannya. Pemandangan yang sangat tidak ia harapkan. Hatinya seperti ditusuk pisau. Perih. Sakit. Seorang pemuda sedang memegang bahu gadis yang sangat ia sayangi. Jarak wajah mereka sangatlah dekat. Rezvan mengeratkan genggamannya pada kantong plastik yang ia bawa tadi. Kini rasa cemas yang dari tadi menguasai diri Rezvan terganti oleh rasa kecewa yang tidak bisa ia definisikan lagi. Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju tong sampah yang tidak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Ia membuang nasi dan air yang tadi ia beli. Rezvan melangkahkan kakinya menuju kantin lagi. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

🌸🌸🌸

   “Eh Van, kenapa lu balik lagi?” tanya Randi yang heran melihat Rezvan sudah kembali ke kantin. Dan satu lagi. Ekspresi Rezvan yang tidak enak dipandang membuat mereka lebih heran. Rezvan duduk di kursi yang kosong. Ia tersenyum tipis.


   “Udah ada yang jaga dia.” ucap Rezvan dengan tatapan kosong. Ketiga sahabatnya cukup mengerti jika seseorang yang Rezvan maksud adalah lelaki lain. Dan mereka juga mengerti jika lelaki itu bukanlah Acha. Suasana kali ini lebih mellow. Ketiga sahabatnya ikut simpati dengan keadaan Rezvan sekarang. Tapi momen ini tidak berlangsung lama setelah Andhra memecah keheningan diantara mereka.

   “Terus nasib nasinya gimana Van?” tanya Andhra tanpa ada rasa bersalah telah menanyakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya sekalipun. Masih sempat-sempatnya ia menanyakan nasi yang Rezvan beli tadi. Sontak Andhra mendapat toyoran dari Randi dan Elvano. Sedangkan Rezvan, ia tertawa kecil. Ia beruntung mempunyai sahabat seperti mereka. Andhra sibuk mengusap kepalanya yang sedikit terasa sakit.

   “Apaan sih kalian. Rese banget. Orang gue tanya sama Rezvan. Lo kemanain nasinya Van?” ucap Andhra melihat Rezvan dengan penuh harap setelah memberi tatapan kesal pada Randi dan Elvano. Rezvan tersenyum melihat tingkah Andhra.

   “Gue buang.” ucap Rezvan lalu mengalihkan pandangannya. Raut wajahnya kembali seperti semula. Moodnya belum membaik sepenuhnya.

   “Kenapa nggak lu masih ke gue aja?” ucap Andhra masih sama seperti tadi. Ia masih berharap dengan nasi Rezvan. Randi dan Elvano geram dengan kelakuan Andhra yang sangat biadab itu. Randi menutup mulut Andhra dengan tangannya. Dan sudah pasti Andhra menjilat tangan Randi. Otomatis Randi menarik tangannya kembali dan mengusapkannya pada seragam Andhra.

   “Jorok banget sih lu. Yang lu pikirin makanan mulu. Nggak kenyang apa?” ledek Randi pada Andhra. Bukannya melawan. Andhra malah tertawa melihat Randi yang berhasil ia jilati tangannya. Elvano menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sahabatnya itu.

   “Kenapa nggak lu hajar aja dia?” tanya Elvano pada Rezvan.

   “Awalnya gue emosi. Tapi sisi lain hati gue meyakinkan gue jika hal itu hanyalah ketidak sengajaan. Lagipula, jika gue ribut saat itu juga, gue takutnya keadaan Ayis makin parah. Dan hal itu pasti berujung pada kebencian. Ayis pasti benci gue seandainya gue ngelakuin hal itu.” ucap Rezvan panjang lebar memberi penjelasan pada Elvano kenapa ia tidak memberi pelajaran pada cowok yang berani berduaan dengan kekasihnya tadi. Sebenarnya Elvano sedikit kecewa dengan respon Rezvan mengenai kejadian itu. Bisa-bisanya ia hanya kembali ke kantin tanpa meninggalkan luka lebam pada tubuh cowok itu. Rezvan tau siapa cowok itu. Tapi ia tidak mau memberitahu sahabatnya karena takut jika sahabatnya akan memberi pelajaran pada cowok itu. Rezvan berdiri dari tempatnya.

   “Mau kemana lu?” tanya Elvano

   “Mau keatas.” jawab Rezvan singkat. Keatas yang ia maksud adalah ke rooftop. Mungkin ia ingin menenangkan pikirannya.

   “Jangan bilang lu mau ngerokok?” ucap Elvano lagi. Rezvan hanya tersenyum menanggapi ucapan Elvano.

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang