9

29 4 0
                                    

   Semilir angin menerpa lembut wajah gadis ini. Surya mulai lelah dan tenggelam ditelan masa. Bulan masih malu untuk menampakkan wujudnya. Gadis itu berdiri di depan cermin. Ia merapikan rambutnya yang berantakan dan basah akibat mandi. Ia melihat pantulan tubuh dan wajahnya dicermin lalu ia tersenyum untuk beberapa saat. Setelah dirasa sudah rapi ia meletakkan alat untuk merapikan rambut itu di meja riasnya. Ia kembali melihat pantulan tubuhnya dicermin lalu ia berjalan menuju pintu kamarnya dan keluar menuju lantai bawah. Ia melihat seorang cowok yang duduk menghadap televisi sambil memegang stik PS. Inilah kebiasannya, bermain PS tanpa mengenal kata bosan. Gadis itu berjalan mengendap-endap. Ia sengaja melakukan hal itu karena niatnya-

   "Abang Acha!" teriak gadis itu pada abangnya dari belakang sambil menepuk kedua bahu kakaknya itu. Abangnya terkejut lalu memasang wajah datarnya. Kali ini misi gadis itu berhasil. Membuat abangnya terkejut karena kehadirannya.

   "Yes gue berhasil." ucap Ayis setelah duduk disofa tepat disamping Acha. Ia terlalu senang karena abangnya terkejut. Acha masih memasang wajah datar.

   "Berani kau kagetin abang ha?, nih rasain." ucap Acha sambil menggelitiki adiknya itu. Sangat kurang ajar, adiknya itu mengganggu waktu bermainnya sehingga ia kalah dalam sebuah permainan yang sedang ia mainkan saat ini.

   "Udah bang, udah, iya Ayis minta maaf nih." ucap Ayis dengan tawa. Ia menyerah dengan serangan abangnya. Ia merasa geli dengan gelitikan abangnya. Dan susah untuk menahan dirinya agar tidak tertawa dan merasa geli. Acha menghentikan aksinya. Ia tersenyum melihat tingkah Ayis ketika ia gelitiki. Ayis kembali duduk dari posisi berbaringnya karena gelitikan dari Acha tadi sampai ia berbaring karena tidak tahan dengan gelinya gelitikan seorang Acha.

   "Bang, gue mau tanya." ucap Ayis sesaat kemudian setelah keheningan tumbuh diantara mereka. Setelah menggelitiki Ayis tadi, Acha kembali bermain PS.

   "Hmmm." jawab Acha. Ia masih asyik dengan PS-nya.

   "Bang, liat Ayis dong!" protes Ayis karena ia merasa diabaikan oleh abangnya yang masih bermain PS. Sungguh berharganya benda itu.

   "Iya Ayis jelek, mau tanya apa?" ucap Acha kemudian dan ditambah dengan ledekan untuk Ayis. Ia menghentikan permainannya dan melihat ke arah Ayis. Sungguh menyebalkan abangnya itu.

   "Abang kenal kak Faresta kan?" tanya Ayis kemudian. Ia akan menanyakan sosok Faresta yang akan menjadi partner lombanya. Ia ingin mengetahui sifat Faresta lebih dulu, ia takut kalau Faresta adalah orang yang tidak baik-baik.

   "Kenal, lo suka?" tanya Acha dengan tatapan yang menggoda. Ia sangat meyebalkan bagi Ayis.

   "Ish abang. Siapa juga sih yang suka." ucap Ayis manyun. Memang benar, ia tidak menyukai Faresta, tapi ia kagum dengan tampangnya. Kelihatannya juga ia baik. Tapi Ayis menanyakan kepada abangnya untuk memastikan apa yang ia ragukan.

   "Lah itu, lo nanya." goda Acha sekali lagi. Acha masih menuduh jika ayis menyukai salah satu temannya itu.

   "Ah abang, dengerin Ayis dulu." ucap Ayis sedikit sebal, tapi ia harus mengetahui info tentang Faresta. Ayis tahu jika abangnya itu hanya bercanda. Tapi yang ia inginkan sekarang adalah siapa sosok Faresta itu.

    "Iya jelek, ada apa?" ledek Acha lagi, mungkin sudah menjadi hobbynya meledek Ayis dengan kata jelek, padahal tampang Ayis sangat cantik malahan. Kali ini Acha mengalah lagi.

   "Dia siapa sih?" ucap Ayis mulai menginterogasi tentang latar belakang dari sosok Faresta. Memang tampangnya mengartikan jika dia orang yang baik-baik. Tapi kan Ayis hanya memastikannya. Seketika tawa Acha pecah. Ayis bingung dengan respon abangnya yang tiba-tiba tertawa setelah mendengar pertanyaan darinya.

   "Kok malah ketawa sih." ujar Ayis kemudian. Ia masih bingung tentang sebab apa Acha bisa tertawa padahal tidak ada yang lucu sedikitpun.

   "Abisnya lo sih, lo kemana aja dek? Semua orang juga tau Faresta itu siapa. Makanya jangan tidur mulu lo, dasar kebo." ucap Acha menjawa kebingungan yang sedang melanda Ayis. Jadi sebab ini dia tertawa?.

   "Nyebelin banget sih." gerutu Ayis. Ia semakin sebal karena Acha yang meledeknya seperti kebo. Tapi sebenarnya ia juga tau jika Acha hanya bercanda.

    "Iya-iya gue jelasin sedikit ke elo. Dasar jelek. Faresta itu pianis yang sangat famous. Dia sering ikut lomba dan pasti meraih juara. Ia juga sering diundang ke tempat yang memang membutuhkan bakatnya atau sekedar mengiringi lagu yang dinyanyikan. Selain kehebatannya, ia juga mempunyai tampang yang handsome, tapi lebih handsome gue kali. Dia temen sekelas gue, dia juga sering bareng gue, gue ngerti kalo dia jomblo." jelas Acha tentang sosok Faresta, teman sekelasnya sekaligus teman sebangkunya. Walau sahabat Faresta bukan Acha, tapi mereka sudah sangat akrab, sampai-sampai satu sama lain dari mereka mengerti sifat dan kebiasaannya. Faresta dan Acha punya kesamaan. Mereka rela berjuang demi orang yang ia sayang, jika sudah nyaman pada satu orang, mereka tidak akan pindah ke lain orang, mereka juga akan berusaha melindungi orang yang mereka sayang sebisa mereka.

   Faresta Melviano, dia seorang pianis yang sangat famous se-antero sekolahnya, bahkan banyak orang lain di luar sekolah yang sudah mengenalnya. Ia sering mengikuti lomba atau apalah yang membutuhkan piano untuk mengiringi ataupun mengisi acara tersebut. Bakatnya yang hebat dalam hal musik membuatnya banyak digemari oleh banyak siswa ataupun orang diluar sekolah. Ditambah tampangnya yang sangat tampan dan lesung pipit di kedua pipinya membuatnya terlihat sempurna. Sifat baiknyapun juga menjadi faktor dari siswa yang mengaguminya. Walaupun tampangnya yang sempurna, ia tak pernah menjadikan penggemarnya sebagai kekasih. Ia terlalu baik untuk membuat hati perempuan tersakiti. Ia hanya ingin menunggu seseorang yang didambakannya saat ini suatu saat bisa menemaninya. Ia hanya menjaga hatinya untuk satu orang walaupun ia tau seseorang itu tidak menyayanginya. Ia hanya menyelipkan nama orang yang dia sayang di setiap do'anya agar suatu saat nanti gadis yang sangat disayanginya itu akan menemani hidupnya. Ia bisa terbilang mengerti soal agama. Sungguh beruntung seseorang yang sedang disayanginya saat ini dan jodohnya kelak.

   "Oh gitu bang, gue kira dia jahat." ucap Ayis setelah Acha menjelaskan tentang sosok Faresta. Ia lega karena keraguannya terjawab juga.

   "Nggak lah dek, dia itu baiknya minta ampun. Emang kenapa dek? Lo kok tumben tanya soal Faresta?" tanya Acha pada Ayis, karena tumben-tumbennya adiknya itu tanya soal laki-laki, apalagi soal Faresta.

   "Gini bang, gue sama Faresta kepilih jadi delegasi dari sekolah dalam hal musik. Emang abang nggak liat pengumumannya tadi?" jelas Ayis sekaligus bertanya karena Acha yang belum tau mengenai perlombaan ini.

   "Oh pengumuman di mading tadi? Abang nggak sempet liat. Abisnya rame. Abang kan nggak mau kalo desak-desakan sama penggemar abang. Nanti malah di kira abang suka lagi." jawab Acha. Pantes aja dia nggak tau soal perlombaan ini dia aja nggak liat, gimana mau tau coba. Terlalu pede memang Acha itu.

   "Pede amat lu bang, emang lu punya penggemar?" ledek Ayis pada abangnya yang super pede itu. Punya penggemar sih boleh, tapi yah nggak harus terlalu pede gitu. Tapi terasa kuranglah jika Acha tidak pede, karena itu sudah sifatnya dari dulu memang. Jadi yah akan terasa ganjil jika Acha tidak menggunakan kepedeannya.

   "Iya lah, abang punya penggemar. Secara yah, tampang abang ini nggak kalah gantengnya sama artis-artis di tv." ucap Acha masih dengan pedenya. Saking apanya coba, ia membandingkan tampangnya dengan artis-artis di tv.

   "Idih, terus aja lo mimpi bang, bangun gih, ntar jatoh lagi, kan sakit." ucap Acha sambil ketawa lalu pergi meninggalkan Acha sendirian di ruang keluarga. Karena dia tahu pasti setelah ini abangnya akan menggelitikinya sama halnya dengan yang sudah-sudah tadi.

Sederet LangkahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang