"Pusing." ucap Ayis dengan memegang kepalanya.
"Kamu udah sadar?" tanya Rezvan yang baru saja datang dari Kantin. Ayis hanya mengangguk mendapati pertanyaan Rezvan.
"Kata Bu UKS kamu belum makan, iya?" tanya Rezvan lagi dan Ayis masih meresponnya dengan anggukan.
"Nih, aku beliin nasi buat kamu." ucap Rezvan dan membuka bungkusan itu. Rezvan mulai menyuapkan nasi itu ke mulut Ayis. Tepat pada suapan ketiga. Ayis merasa mual. Ia menutup mulutnya dengan tangan. Lantas Rezvan segera mengambil kantong plastik yang ada di almari kecil disamping ranjang. Ia memberikan kantong plastik itu pada Ayis. Gadis itu segera membuka kantong plastik itu dan mengeluarkan semua isi perutnya. Padahal baru saja perutnya terisi. Rezvan refleks memijat tengkuk Ayis. Setelah Ayis mengeluarkan semua isi perutnya, Rezvan menyodorkan sekotak tisu pada Ayis yang sudah disediakan juga oleh UKS.
"Besok lagi makannya yang teratur yah." ucap Rezvan pada Ayis yang kembali berbaring setelah ia duduk untuk mengeluarkan isi perutnya tadi.
"Mau makan lagi?" tawar Rezvan sekali lagi. Barangkali Ayis mau mengisi perutnya lagi. Sebagai ganti dari makanan yang dikeluarkannya tadi.
"Nggak usah, Ayis masih kenyang kok." tolak Ayis. Sebenarnya ia lapar. Tapi kondisi perutnya yang belum bisa menampung makanan membuatnya enggan untuk menelan sesuatu. Rezvan pasrah. Ia menaruh nasi itu di atas almari. Ia sengaja tidak memaksa Ayis untuk makan nasi itu walaupun ia tahu seharusnya Ayis mengisi perutnya. Ia berpikir, jika ia masih memaksa Ayis untuk makan nasi itu sama saja ia menyakiti Ayis, karena ia tahu, jika Ayis memasukkan sesuatu kedalam mulutnya, gadis itu akan mengeluarkannya kembali. Rezvan memilih diam, memperhatikan wajah Ayis yang masih pucat. Mengamati setiap inci wajah gadis itu yang perlahan mulai memejamkan matanya. Mungkin gadis itu ingin beristirahat untuk memulihkan sedikit tenaganya.
Tak lama kemudian, Acha datang. Ia pergi ke UKS di temani Faresta yang berdiri di belakangnya. Kebetulan, tadi mereka bertemu di koridor dan Faresta sempat menanyakan apa yang menyebabkan Acha berlari seperti maling yang di kejar warga dan apa yang membuat Acha panik seperti ini. Setelah mendapat jawaban, gurat wajah Faresta berubah. Ia merasa khawatir dengan gadis yang saat ini juga sedang Acha khawatirkan. Faresta menawarkan diri lebih tepatnya memaksa untuk ikut dengan Acha menjenguk gadis yang telah memberi warna pada hidupnya walaupun ia tidak menjalin hubungan dengan gadis itu. Akhirnya Acha mengangguk daripada ia harus membuang-buang waktu hanya sekedar untuk melarang Faresta untuk menjenguk adeknya.
"Masih sakit dek?" tanya Acha to the point. Sedangkan gadis itu kaget dengan keberadaan Faresta.
"Dek." panggil Acha untuk menyadarkan Ayis yang sejak tadi melihat sosok Faresta tanpa berkedip.
"Eh maaf. Abang tadi tanya apa?" ucap Ayis meminta Acha untuk mengulang lagi pertanyaan yang diucapkannya beberapa detik lalu.
"Masih sakit nggak?" ulang Acha.
"Masih pusing kak."jawab Ayis sambil memegang kepalanya. Faresta menahan senyumnya karena tatapan Ayis barusan, walaupun ia tahu ia bukanlah sosok yang Ayis cintai. Sedangkan Rezvan hanya diam menahan amarah karena cemburu melihat gadis yang dicintainya itu menatap cowok lain, meskipun Rezvan tak punya hak untuk cemburu karena ia belum menjalin hubungan dengan Ayis.
"Yaudah, gue anterin pulang, lo masih butuh istirahat." ucap Acha yang berniat untuk mengantarkan Ayis pulang ke rumah agar gadis itu bisa beristirahat.
"Oh iya, gue tadi kan bawa motor," ucap Acha beberapa detik kemudian sambil menepuk jidatnya.
"Lo bawa mobil kan far?" tanya Acha pada Faresta
Ia berharap cowok yang diajak bicara ini membawa mobil. Faresta mengangguk. Acha sedikit lega mendengarnya."Yaudah, gue minta tolong sama lo, tolong anterin adek gua ke rumah, pastikan ia selamat sampai rumah, jangan sampai ia terluka. Dan satu lagi. Jangan sentuh adek gua. Gua takut lo macam-macam sama adek gua." pesan Acha pada Faresta. Ia sangat menyayangi adeknya hingga ia rela berbicara panjang lebar seperti itu pada Faresta.
"Siap bos!" ucap Faresta sambil memberi hormat pada Acha.
"Tahu alamatnya kan?" ucap Acha memastikan. Jangan sampai Faresta tidak tahu alamatnya dan berakhir dengan tersesat.
"Tahu bang."
"Makasih udah mau nolongin gua." ucap Acha sambil menepuk pelan bahu Faresta. Acha menggendong tubuh Ayis untuk membawanya ke dalam mobil Faresta karena ia tahu adeknya ini masih lemah dan ia tak mungkin tega jika Ayis harus berjalan sampai parkiran. Faresta mengikuti langkah Acha dan tinggallah Rezvan sendirian di UKS.
"Sial! Kenapa harus cowok itu sih yang nganterin. Kan gue juga bisa. Padahal tadi pagi juga gue yang jemput, yang nolong juga gue, yang nunggu juga gue." umpat Rezvan setelah Ayis, Acha, dan Faresta meninggalkan UKS.