Satu persatu dari mereka meletakan setangkai mawar putih di atas sebuah gundukan tanah. Dua tahun telah berlalu, batu nisan itu tampak sedikit berlumut tapi tetap berdiri tegak dengan sempurna.
Sepasang kaki dengan pantopel hitam yang di kenakannya tampak mendekat kemudian berjongkok dan melakukan hal serupa, meletakan mawar putih di atas tanah tepat di dekat batu nisan. Bibir itu kemudian tersenyum tipis, sepasang manik kembarnya menatap nama yang terukir di sana.
"Aku datang, appa."
Kim Taehyung, pemuda yang akhirnya tersadar dari koma selama satu bulan pasca operasinya itu tampak sedikit berbeda. Taehyung terlihat dewasa dengan jas hitam yang melekat ditubuhnya yang tampak lebih berisi dan bugar. Surai sewarna madu itu tampak begitu indah saat hembusan angin begitu lembut mengacaknya. Wajah Taehyung tampak cerah dengan rahang tegasnya yang terlihat semakin mempesona juga, tak ada lagi warna pucat pada bibirnya. Bibir itu tersungging manis dengan warnanya yang nyaris semerah delima.
Sebuah tepukan mendarat dibahu kanannya, Jimin yang berdiri tepat di belakangnya adalah sang pelaku. Taehyung menoleh, ia menatap Jimin membuat pemuda itu melepaskan kaca mata hitam yang sedari tadi digunakannya. Jimin tersenyum manis dan mengulurkan tangan. Lalu tanpa banyak kata, Taehyung menerimanya, ia bangkit dan berdiri berjajar bersama yang lainnya. Jungkook mendekat, ia langsung merangkul Taehyung dan membawa pemuda itu pergi.
Langkah demi langkah mereka perlahan mulai menjauh. Jungkook yang merangkul Taehyung adalah pemimpin mereka, dibelakang, Suga, Jimin, dan Jhope tersenyum seraya mengikuti.
"Kau benar, hyung."
Jin menoleh, menatap Rapmon disampingnya. Sementara kelimanya mulai menjauh di depan, mereka berdua tetap bergeming di dekat makam. Rapmon menatap langit cerah di atas mereka untuk sesaat sebelum tersenyum manis menampilkan dua lesung pipinya. "Aku benar soal?" Jin sedikit mengernyit saat bertanya.
"Kau benar jika bangtan memang tidak akan pernah sama jika kita kehilangan salah satu di antara kita."
Jin kemudian terdiam, merenung.
"Kau tahu, aku sudah ingin mengatakan ini dari dulu. Bahwa kau memang benar. Kita bahkan sangat terpuruk saat Taehyung tidak kunjung sadar, bangtan benar-benar hancur. Aku sangat menyesal pernah melakukan hal buruk padanya padahal dia bagian dari kita." Rapmon menghela napas. Ia menatap Jin dan mendapat tatapan yang sama dari pemuda itu.
"Itu adalah masa lalu. Kita harus bersyukur karena Taehyung masih bisa kembali pada kita meski Bangtan sudah terlambat untuk dikembalikan." Jin menjeda, ia melihat kelima adiknya sudah sampai di dekat mobil dan melambaikan tangan memintanya untuk mendekat. "Ayo pergi!" Ajaknya kemudian mendahului langkah yang segera di susul Rapmon di sampingnya.
Kenangan pahit itu pasti dimiliki semua orang karena Tuhan itu adil. Taehyung percaya itu. Meski nasib tak selalu memihaknya, ia tetap selalu bersyukur karena diizinkan untuk mengenal mereka --teman-temannya. Mereka memang tak sempurna, mereka tak selalu baik dan kadang memperlakukannya dengan buruk tapi, mereka mengenalkannya pada sesuatu yang luar biasa. ARMY. Karena bersama mereka, ia begitu banyak mendapatkan cinta bahkan meski ia tak bisa membalasnya. Bahkan sejak berita tentang sakitnya tersebar dan Taehyung dinyatakan koma hampir setiap hari bingkisan datang untuknya hingga membuat ruangannya penuh dengan kado dan surat dari penggemar yang memintanya untuk tetap berjuang.
Tersadar dari koma membuat Taehyung seperti hidup kembali. Ia mendapatkan keluarga, sahabat, bahkan rekan kerja dari member Bangtan lainnya. Mereka orang-orang yang pernah tak menyukai kehadirannya tiba-tiba berubah menjadi pendukung nomor satu untuknya. Taehyung sungguh bahagia dan tak pernah menyesali keputusannya untuk bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE
FanfictionAku hanya bisa menyembunyikan lukaku bukan, menyembuhkannya. - Taehyung (Complete)