Dokter Seo menghela napas memperhatikan Taehyung yang justru terhanyut dalam lamunan panjang. Tak ada lagi kepulan uap panas yang menguar dari secangkir cokelat dihadapan keduanya, udara dingin diluar seakan turut membekukan suasana diantara keduanya. Taehyung diam, dengan tatapan kosong pemuda itu menatap keluar jendela.
Salju kembali turun dengan butiran-butiran lembutnya yang menghiasi langit malam Seoul. Terlihat indah tapi udara dingin yang dibawanya membuat Taehyung urung untuk menyukainya.
"Apa ada masalah?" Dokter Seo memutuskan untuk membuka suaranya. Tak berniat untuk memperpanjang hening menemani mereka.
Sejak menemukan Taehyung yang tengah kedinginan dibangku taman sekitar dua jam yang lalu hingga membawa pemuda itu ke Klinik, tak ada percakapan berarti yang mereka bahas. Dokter Seo hanya memberi Taehyung segelas cokelat panas guna menghangatkan tubuh pemuda itu sebelum ia kembali ke ruang kerjanya untuk merapihkan beberapa berkas pasien yang belum sempat ia bereskan. Hingga, Dokter Seo kembali menemui Taehyung dan segelas cokelat panas diatas meja itu masih dalam keadaan utuh tak tersentuh.
Taehyung menoleh, tersenyum tipis sebelum akhirnya meraih segelas cokelat yang telah mendingin diatas meja. Ia menatap Dokter Seo sekilas sebelum meneguk minuman manis itu. "Terlalu manis," ujarnya tiba-tiba setelah lidahnya mengecap rasa manis yang sedikit berlebihan -menurutnya.
"Itu sudah dingin."
Taehyung kembali tersenyum mendengar balasan itu. Dokter Seo terlihat menghela napas sebelum mengatakannya dan Taehyung tahu pria didepannya itu tak bodoh untuk memahami jika ucapannya barusan hanya ia gunakan sebagai pengalih pembicaraan. Tapi, Taehyung tak perduli.
"Aku menghabiskannya. Terima kasih." Taehyung kembali meletakan gelas yang telah kosong itu diatas meja. Menatap Dokter Seo dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya. "Juga, terima kasih karena telah membawaku kemari." Ucapnya tulus.
Dokter Seo mengangguk. Merasa tak keberatan sama sekali. "Kenapa kau berada disana tadi?"
Taehyung mengernyit seolah tak paham akan maksud dari pertanyaan itu. Meski dalam benaknya kejadian saat di taman kembali berputar. "Entahlah, aku tidak tahu." Dan setelahnya, sebuah senyum manis kembali terukir diwajahnya.
Dokter Seo menggeleng tak percaya mendengar jawaban yang diberikan Taehyung. "Ah... sepertinya kau sudah gila! Apa kecelakaan itu yang membuatmu gila? Untuk apa kau berada disana tanpa tahu alasannya. Kau bisa saja mati membeku asal kau tahu!"
Taehyung menunduk. Sebuah senyum yang terlihat pahit nampak terukir diwajahnya membuat Dokter Seo menghela napas, menyesal karena beranggapan ucapannya mungkin telah keterlaluan dan telah menyakiti hati Taehyung.
"Maaf, aku tidak bermaksud-"
Tapi, ucapannya terpotong oleh Taehyung.
"Tolong aku... kumohon, tolong aku!"
Begitu lirih. Dokter Seo bahkan tak yakin jika telinganya tak menangkap kata yang salah. Taehyung didepannya masih terus menunduk membuat rasa cemas tiba-tiba menghinggapi hatinya.
"Aku... ingin hidup."
-
-
Taehyung membungkuk hormat. "Maaf karena mengunjungi anda secara tiba-tiba." Ujarnya.
Presdir Bang masih menatap sosok yang kini berdiri tegap didepannya itu tak percaya. Taehyung terlihat sangat berbeda bahkan gaya ucapannya pun terdengar berbeda. "Apa yang terjadi selama dua hari ini?" Tanyanya kemudian. Lebih memilih mengetahui alasan pemuda didepannya itu menghilang daripada membahas soal penampilan.
"Saya datang untuk menjelaskannya." Taehyung mengulurkan sebuah amplop cokelat yang sedari tadi dibawanya, menyerahkannya pada Presdir Bang yang disambut kerutan bingung pria itu.
"Apa ini?"
"Itu adalah alasan saya menghilang. Dan alasan saya untuk..." Tatapan Taehyung goyah. Ia tak lagi berani menatap pria didepannya.
Presdir Bang berusaha menunggu kelanjutan kalimat itu dengan sabar, tak ingin menyela dan tetap menunggu Taehyung melanjutkan ucapannya.
"Berhenti." Taehyung menelan salivanya paksa. Ini keputusan yang sangat berat yang dipilihnya selama 22 tahun ia hidup. "Saya harus berhenti."
Bukan sebuah keinginan tapi sebuah keharusan. Taehyung harus berhenti untuk melepaskan mereka dari beban yang berat jika ia memutuskan untuk egois dengan memilih bertahan.
Dibalik pintu yang tak tertutup dengan sempurna, lewat celah kecil yang diciptakannya dengan sengaja, Jimin mendengar semuanya. Awalnya, niatnya semula hanya ingin berkunjung menemui Presdir Bang untuk kembali menanyakan perkembangan tentang pencarian Taehyung. Tapi, suara seseorang yang begitu familiar yang tanpa sengaja ditangkap pendengarannya membuat langkahnya berhenti begitu saja didepan pintu. Jimin tersenyum senang saat netranya berhasil mendapati punggung seseorang yang tak asing tengah membelakanginya. Meski dengan surai hitam yang berbeda, Jimin tetap mampu mengenalinya dengan baik. Taehyung telah kembali. Tapi, senyumnya seketika sirna begitu ucapan Taehyung menyapa pendengarannya dengan begitu jelas dari dalam sana. Jimin menggeleng, ia harap ia salah.
...
"Apa yang kau katakan?" Presdir Bang masih berusaha bersikap tenang meski ia sangat terkejut setelah mendengar ucapan Taehyung.
Taehyung hanya mampu tersenyum paksa, sekuat tenaga berusaha mengukir senyum lewat bibirnya. Ini sulit. Semua sangat sulit. Pilihan yang ia ambil adalah pilihan yang tak ingin ia lakukan tapi ia harus tetap melakukannya.
"Joesonghamnida." Taehyung membungkuk hormat dengan masih mempertahankan senyum palsunya membuat pria didepannya tak dapat berbicara banyak selain menghembuskan napas berat.
Presdir Bang masih tak percaya. Taehyung didepannya sangat berbeda. Taehyung yang ia kenal tidak akan mungkin memutuskan hal secara sepihak apalagi ia tahu keputusan itu menyangkut semua orang dan dapat merugikan semua orang. "Apa kau sungguh uri V?"
...
Jimin berbalik, mengurungkan niatnya semula dan memilih menjauh dari ruangan itu dengan kedua telapak tangannya yang telah mengepal kuat, tatapannya dingin dan raut wajah yang sulit diartikan.
...
Maaf kalau ini sangat membosankan.
See you in chap 10B!!
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE
FanfictionAku hanya bisa menyembunyikan lukaku bukan, menyembuhkannya. - Taehyung (Complete)