Chapter 13

7.1K 779 135
                                    

Tangannya membuka pintu mobil dengan kasar, melompat keluar dan berlari secepat yang ia bisa berusaha mendekati mobil yang telah dalam posisi terguling didepannya.

Ia berusaha sekuat tenaga tapi ledakan keras dan lalapan api dasyat seolah menghanguskan harapannya. Tubuhnya kembali terpental kebelakang saat merasakan betapa panasnya api itu dan betapa keras suara yang memekakan telinga itu membuatnya tak dapat lagi mendekat saat pada akhirnya ia hanya bisa terduduk lemas ditanah menatap nanar pemandangan didepannya.

Semua terlambat. Meski merasa telah berusaha berlari secepat kilat dengan mengeluarkan seluruh tenaga yang ia punya, mereka yang ingin ia gapai terasa begitu jauh dari jangkauannya. Pada akhirnya, ia tak melakukan apapun kecuali meninggalkan sebuah penyesalan besar dihatinya.

Maaf aku tak bisa menyelamatkan mereka.

-

-

Cklek.

Pintu kamar mandi terbuka. Dengan wajah pucat berhias keringat dingin yang membasahinya, Taehyung melangkah keluar dengan lemas. Menghiraukan apa yang saat ini ada didepannya, pemuda itu hanya terus melangkah menghampiri ranjang. Berusaha menggapai meja kecil disisi kanan dan membuka lacinya dengan sedikit terburu dan tangan bergetar.

-

Kesunyian yang pertama dipecah oleh ledakan keras itu telah mengundang banyak keramaian. Suara sirine mobil ambulance yang datang saling bersahutan begitu pula desisan-desisan dari mulut semua orang yang berkerumun dilokasi kejadian yang hanya mampu melihat tanpa berniat turun tangan.

Huh... hembusan napasnya berat dan kasar. Pemuda itu memejamkan matanya meresapi dingin yang kembali terasa memenuhi pori-pori kulitnya akibat sentuhan lembut salju yang turun mengiringi keramaian ditengah-tengah mereka. Tak ingin mengumpat karena dingin, justru sejuta kata terima kasih rasanya ingin ia sampaikan pada jutaan salju itu. Salju yang turun berhasil memadamkan api. Meskipun terlambat setidaknya itu menjadi tidak lebih buruk lagi.

Matanya kembali terbuka saat tepukan pelan terasa dibahunya, ia menatap sang pelaku yang menyodorkan segelas kopi panas itu dengan matanya yang kembali berkaca-kaca.

"Hyung, aku harus bagaimana? Apa yang harus kukatakan?"

Suga menghela napas. Pemuda itu memilih memberikan gelas kopinya secara paksa saat pemuda didepannya tak kunjung menyambut ulurannya. "Minumlah! Jangan membiarkan tubuhmu kedinginan!"

"Ini salahku..."

"Apa maksudmu ini salahmu? Ini kecelakaan."

"Tidak. Ini salahku."

"Ya! Park Jimin!"

"Sejak awal, aku mengajakmu datang kesini adalah salah. Ini salahku," setetes air mata itu kembali jatuh. Bahkan baginya, terasa sangat menyakitkan sehingga rasanya ia ingin terus menangis untuk melampiaskannya. Lalu, bagaimana dengan dia yang jelas-jelas yang akan merasakan kehilangan? Ia bahkan tak sanggup bahkan dengan hanya memikirkannya. Itu membuatnya merasa semakin buruk dengan rasa bersalah yang semakin bertambah. "Apa yang harus kukatakan pada Taehyung?"

-

Diluar, jutaan salju turut menghiasi langit malam kota Seoul.

Didalam kamar rawatnya, Taehyung memilih duduk menyandar pada tepian ranjang, membiarkan hawa dingin mendominasi tubuhnya yang hanya terbalut sweater tipis dengan pakaian pasien yang ia kenakan.

Tatapan matanya yang kosong juga binarnya yang redup hanya terus menatap lurus kedepan dengan tangan kirinya yang menggenggam erat setabung obat. Taehyung tak juga bergeming bahkan setelah suara pintu terbuka perlahan terdengar diiringi suara langkah kaki yang mendekat.

PLEASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang