Chapter 9

9.2K 951 139
                                    

Dua hari sebelumnya,

"Apa sebelumnya kau pernah mengalami kecelakaan? Sesuatu yang membuat kepalamu terbentur keras?"

Taehyung menatap pria didepannya dengan tatapan sedikit ragu. Ia takut mengetahui kebenaran tapi juga ingin mengetahui kebenaran. Tak lama, pemuda itu memutuskan untuk mengangguk. Ia ingin segera menemukan jawaban tentang apa yang terjadi pada tubuhnya akhir-akhir ini.

Taehyung tahu ada yang salah dengan tubuhnya meski ia tak ingin mengakuinya dan sebisa mungkin ia berusaha bersikap baik-baik saja.

"Aku mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu. Apa ada masalah?"

Saat itu, tatapan yang tertuju padanya secara tiba-tiba terpancar dengan penuh sesal dan rasa iba. Itu terlihat dengan jelas membuatnya untuk sesaat menahan napas. Taehyung tak tahu dan ia sama sekali tak mengerti saat sebuah penjelasan terasa begitu memukulnya, menghantamnya kuat hingga menciptakan rasa sakit nyata tanpa sebuah luka berdarah ditubuhnya.

Ini mimpi. Tapi sekali lagi, kenyataan seolah menamparnya telak saat Taehyung berusaha menganggap semua yang terjadi padanya hanyalah sebagian dari mimpi buruknya yang pendek dan akan segera berakhir begitu ia membuka mata saat matahari kembali menyapa esok hari.

"Saya turut menyesal karena seharusnya kau memeriksakannya lebih awal saat kau merasa sakit kepala berlebihan dan juga mual. Kenapa kau tidak memeriksakannya lebih cepat hingga berakhir seperti ini?"

Taehyung menggeleng lemah. Itu karena ia pikir semua hanya sakit biasa yang menyerangnya. Bahkan, ia sudah sering mimisan sebelumnya dan semua itu bukan masalah besar atas kesehatannya melainkan hanya karena tubuhnya yang memang sedikit rentan dan mudah lelah.

"Aku tidak tahu," teramat lirih. Taehyung bahkan tak yakin pria didepannya dapat mendengar suaranya. Kinerja otaknya seakan melambat secara tiba-tiba membuatnya sulit mengucapkan beberapa patah kata yang terasa menyangkut ditenggorokannya. Lantas, Taehyung kembali menggeleng dengan lebih tegas daripada sebelumnya. Ia menatap serius pria didepannya sebelum berucap, "Aku tidak yakin, pasti ada sedikit kesalahan. Bisakah anda memastikannya lagi?"

Tapi, semua tetap menjadi kenyataan pahit yang harus Taehyung telan seorang diri saat gelengan itu menjadi jawab atas keinginannya.

"Bahkan dari hasil MRI Otak yang kau lakukan, disana tertulis positif. Taehyung-ssi ada pendarahan dipembuluh arteri diotak anda, ini sama sekali bukan kondisi yang baik, kau harus bersedia melakukan operasi jika ingin tetap hidup. Apa kau paham apa yang kukatakan?"

Taehyung kembali menggeleng. Bukan karena ia tak paham dengan penjelasan itu tapi karena ia tak dapat menerima semua penjelasan itu. Semua terlalu tiba-tiba dan membuat beban dipundaknya seakan bertambah berat.

Apa yang harus kulakukan?

Taehyung takut. Tak ada pilihan baik baginya. Haruskah ia melakukan operasi atau tidak sama sekali? Jika ia tak melakukan operasi, ia akan sedikit bertahan lalu mati secara perlahan-lahan atau ia melakukan operasi hingga kemudian kembali memunculkan dua opsi, ia akan selamat dan kembali hidup tanpa iringan rasa sakit atau ia mati didalam sana saat itu juga. Taehyung memejamkan matanya, semua pilihan itu terasa sulit. Bahkan, tak ada yang akan menjamin dia dapat keluar dari ruang operasi itu dengan keadaan selamat. Taehyung sungguh tak ingin menjemput kematiannya lebih cepat. Ia masih ingin hidup dan melakukan semua hal yang ingin ia lakukan. Taehyung masih ingin berdiri diatas panggung, ia masih ingin menari dan menyanyi, ia masih ingin mendengar teriakan para ARMY yang menyerukan namanya juga menyatakan betapa cintanya mereka padanya, ia masih ingin bertemu dengan sesama member, ia masih ingin bertemu dan berkumpul kembali bersama keluarganya. Taehyung sudah berjanji pada ibunya sebelum comeback yang akan mereka lakukan ia akan datang untuk menemui keluarganya yang sampai saat ini masih berada di Daegu. Semua keinginan itu hanya akan menjadi angan jika operasi yang akan dilakukan itu gagal.

PLEASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang