Tidak seperti biasa kedua orang tuaku berada di rumah. Malam ini, tepatnya saat aku baru selesai membaca novel. Aku keluar ingin makan malam. Di sana Mama dan Papa sudah duduk sambil menatapku tersenyum.
Ada apa sebenarnya.batinku.
Aku yang sudah biasa sendiri tanpa mereka hanya diam tanpa ekspresi. Tidak bahagia atau sedih, karena semua ini sudah sangat hampa dari dulu.
"Sayang,"ucap Mama seraya bediri dan mendekat ke tempatku duduk.
Mama mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk aku makan. Begitu memanjakan diriku, seakan akan aku adalah anak yang akan selalu dimanjanya setiap hari.
Aku tidak bisa marah, karena mereka bekerja untuk aku juga. Aku hanya tersenyum menatap Mama. Kemudian Mama kembali ke tempatnya lagi.
"Tumben Mama sama Papa makan malam dirumah?"tanyaku.
Mama tersenyum dan Papa hanya diam menatapku.
Ada apa sebenarnya ini.batinku lagi.
"Sayang, Mama dan Papa akan keluar kota besok,"ucap Mama.
Deg
Besok,batinku.
Lagi-lagi Mama selalu memanjakanku jika akan berpergian.
"Aku ikut,"ucapku yakin.
"Kamu harus sekolah, kamu sudah kelas 12. Tidak mungkin mau pindah-pindah,"ucap Papa kemudian.
"Tapi aku tidak mau ditinggal sendiri Pa."
"Kamu tidak sendiri, Pak Asep dan Bi Ayem akan selalu menemani kamu."
"Tapi Pa,"protesku.
"Sayang, Mama dan Papa tidak akan lama. Kami akan segera kembali."
Aku tediam menatap makanan penuh kesedihan.
"Mama akan tambahin uang jajan kamu. Dan kamu boleh ajak teman kamu menginap di rumah, tapi jangan teman cowok. Mama janji, setelah Mama pulang kami akan ajak kamu jalan-jalan. Yang terpenting kamu belajar yang rajin,"ucap Mama panjang lebar.
Aku hanya diam masih sangat sedih jika harus ditinggal seperti ini. Tetapi aku mulai menguatkan diri sendiri.
"Baiklah Ma, Mama dan Papa hati-hati. Cepat pulang ya,"ucapku sambil tesenyum walaupun itu sulit.
"Bagus Talia, kamu memang sudah dewasa,"ucap Papa.
Setelah acara makan malam selesai. Aku kembali masuk ke dalam kamar dan tertidur. Paginya, Mama dan Papa sudah tidak ada. Mereka berangat sangat pagi, entah apa yang mereka kerjakan. Selalu kerja, kerja dan kerja tanpa ada kata istirahat walau sesaat.
Walau mereka memberiku uang sebanyak yang tidak aku bayangkan. Tetapi itu tidak membuatku bahagia. Karena aku hanya ingin kasih sayang mereka bukan uang yang banyak.
Aku hanya bisa menangis, apalagi mengingat kenangan saat dulu Mama dan Papa belum sesukses ini.
Dengan langkah gontai, aku menuju kelas dalam perjalanan melewati koridor aku bertemu seorang pria yang tak asing lagi. Dia adalah Reno dengan sebuah kantong plastik berwarna hitam di tangan kirinya.
Dia menghampiriku dan meraih lenganku dengan tangan kanannya.
"Kenapa?"tanyaku to the point.
"Ngapk kenapa-kenap,"ucapnya.
"Terus itu apa?"tunjukku pada kantong berwarna hitam itu.
"Bunda bawain aku bekal. Katanya suruh aku berbagi sama kamu, kamu mau kan?"tawar Reno.
Aku menatapnya tersenyum.
"Iya mau kok,"jawabku.
Kami bedua berjalan beriringan menuju kelas. Sebelum sampai di kelas Vanesa dan kedua temannya datang.
"Hai Vanesa,"sapa Reno.
Vanesa menatap Reno, dia hanya diam lalu aku memberikan senyum pada Vanesa. Entah apa yang aku lakukan, hanya sebuah senyum. Vanesa lalu membalas sapaan Reno.
"Hai juga Ren,"ucapnya.
Kedua teman Vanesa menatapnya tidak percaya, karena Vanesa bisa sebaik itu pada Reno.
"Tumben lo baik banget sama tuh cowok,"ucap Tasya.
Vanesa tidak menjawab dia mengabaikan temannya.
"Ren, Ta. Aku duluan yah,"pamitnya.
Reno tersenyum bahagia. Aku hanya menganggukkan kepala.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan
Romantizm*Aku mencintaimu, tapi mungkin kamu bukan jodohku* -Natalia Franssiska Ayu-