Part 26

19 13 0
                                    

Aku terbangun karena mencium aroma minyak kayu putih yang menyengat di hidungku. Perlahan tapi pasti membuka kedua mata dan melihat Mama dan Papa ada dihadapanku.

Aku melihat sekelilingku menatap ruangan yang baru aku datangi. Ruangan yang di dominasi warna putih.

"Ma,Pa,"ucapku pelan bahkan sampai tidak terdengar oleh mereka.

Mama menatapku sedih, karena aku baru saja pingsan.

"Kenapa Mama dan Papa tidak datang? Aku sudah menunggu di sekolah,"ucapku seraya bangun dan duduk.

"Maaf, Papa ada meeting,"ucap Papa yang merasa bersalah.

"Mama juga sayang, maaf."

Aku terdiam mendengar jawaban mereka. Hingga aku meneteskan air mata.

"Tapi aku menunggu kalian disana, aku sangat sangat menunggu kehadiran kalian,"ucapku lirih masih dengan meneteskan air mata.

Mama mendekat dan memelukku erat.

"Maafkan Mama sayang, maafkan Mama,"ucap Mama yang semakin erat memelukku.

"Tapi Ma, aku sangat sedih tadi. Aku menunggu tetapi tidak ada sama sekali dari Mama atau Papa yang akan datang,"ucapku masih terisak.

Begitu sedih dan kecewa, saat semua orang membawa orang tuanya untuk mengambil rapot. Sedangankan aku tidak, bahkan orang tuaku memilih meeting.

"Maaf,"ucap Mama tak henti-hentinya.

Papa hanya diam seribu bahasa sambil menatapku yang masih terus menangis. Kemudian Maka mengusap air mataku.

"Jangan menangis, Mama janji akan ajak kamu liburan sama Papa. Tetapi kamu harus maafkan Mama dan Papa."

Tanpa berpikir lama aku hanya mengaggukan kepala. Dan Papa mendekat serta memelukku dan juga Mama.

Aku memang sedih, tetapi setelah mendapatkan pelukan ini. Aku begitu bahagia, karena sudah lama aku tidak merasakan pelukan Mama dan Papa.

Peluklah aku lama-lama Pa, Ma, aku sangat rindu pelukan ini,batinku.

Tok tok tok

terdengar pintu ruangan Papa diketuk, dan Papa menyuruh seseorang untuk masuk. Terlihat wanita yang aku tahu adalah sekretaris Papa.

"Maaf Pak, Bapak dan Ibu harus segera ke ruang Meeting lagi, ada yang akan dibahas kembali,"ucap sekretaris Papa yang bernama Hanna.

"Baiklah,"ucap Papa tegas.

"Sayang Mama pergi dulu ya sebentar, nanti Mama dan Papa akan kembali,"ucap Mama yang mengikuti langkah Papa yang sudah keluar dari ruangan.

Aku hanya mengagguk dan mereka sudah hilang dibalik pintu. Sedangkan Hanna masih ada diruangan Papa. Aku menatapnya dan memanggilnya.

"Eh, Mrs. atau Maam,"ucapku gugup.

"Panggil saja Hanna, aku lebih suka dipanggil itu."

"Tetapi tidak sopan."

"Tidak apa, ada apa?"ucapnya seraya menuju ketempatku yang berada di sofa.

"Aku ingin bertanya,"ucapku lirih.

"Apa? Tanyakan saja, mungkin aku bisa jawab."

"Bagaimana Papa menurutmu, ah maksudnya gimana Papa di sini, saat bekerja di kantor?"ucapku masih dengan nada gugup.

"Sangat berwibawa, tegas, cerdas, dan juga adil. Dan satu lagi, beliau adalah atasan yang sangat baik hati,"ucap Hanna memuja Papa.

Aku mengerutkan kening mendengar ucapan Hanna, yang hanya mengatakan kebaikan Papa.

"Kamu kenapa? Pasti kamu berpikir aku berbohong. Percayalah, aku jujur berkata seperti itu. Bahkan aku sangat yakin jika kamu sangat dimanja oleh beliau."

Dimanja? Dimanja seprti apa?batinku bertanya-tanya.

"Tidak juga, Papa bahkan sering tak punya waktu untukku. Selalu sibuk bekerja, apakah pekerjaan Papa sangat banyak. Kamu kan sekretaris Papa?"tanyaku.

"Ooh, Papamu memang sangat sibuk, pekerjaanya sangat banyak. Tetapi kamu jangan salah paham, kasih sayang seorang Papa atau Mama itu berbeda."

"Berbeda? Berbeda bagaimana?"tanyaku lagi ingin tahu.

"Iya berbeda, ada seorang Papa menunjukkan kasih sayangnya secara langsung, tetapi ada juga yang tidak. Yang jelas semua orang tua sangat menyayangi anaknya."

Benarkah Papa menyayangiku,batinku.

"Oh begitu, terimakasih sudah memberitahuku."

"Iya Talia, kamu adalah anak yang pintar seperti orang tuamu dan juga cantik,"puji Hanna.

"Kamu terlalu berlebihan,"ucapku menundukkan kepala.

Hanna hanya tersenyum lalu permisi untuk keluar ruangan.

Saat Hanna sudah tidak terlihat, aku hanya bisa diam sambil merebahkan tubuhku di sofa. Hanya untuk sekedar istirahat. Dan akan membuat rencana liburan bersama Mama dan Papa.

***

Maaf, kalau ada typo.

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang