Part 40

9 3 0
                                    

Sudah dua hari ini Reno tidak sekolah dan itu membuatku sangat khawatir. Sebenci itukah dia padaku. Bahkan saat aku ke rumahnya dia tidak ada. Aku selalu menghubunginya untuk menjelaskan semua ini, tetapi dia malah mematikan ponselnya. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

Sekarang aku berada di kamarku karena aku bingung harus kemana lagi mencari keberadaan Reno. Saat aku kerumahnya Bunda masih sama tidak berubah. Mungkin Reno tidak menceritakan apa-apa. Tetapi aku sekarang benar-benar merasa bersalah dan putus asa.

"Lebih baik aku pergi,"ucapku kemudian.

Saat makan malam aku sibuk dengan pikiranku untuk meminta tolong sampai akhirnya aku memberanikan diri. Agar Reno bisa kembali sekolah.

"Ma Pa,"ucapku.

"Iya sayang ada apa?"

"Aku udah pikirin ini Ma, aku mau pindah sekolah,"ucapku.

"Pindah! Apa-apan kamu ini,"ucap Papa.

"Aku gak mau sekolah disini Pa, aku mau kembali sekolah di sekolahku dulu."

"Tidak bisa, kamu ini sudah kelas 12 dan akan melakukan ujian akhir."

" Pa pokoknya aku mau pindah, gimana pun caranya aku mau pindah. Papa harus turuti permintaan aku. Aku mau pindah sekolah,"ucapku tegas.

"Sudah Pa, tidak Apa-apa, biarkan saja dia pindah sekolah,"ucap Mama menengahi.

"Tapi Ma, kita gak bisa tinggal sama Talia. Karena pekerjaan kita banyak."

"Talia bisa tinggal sama Nabil dan Om Ari Pa,"jelasku.

"Kamu benar gak mau tinggal sama kami, bukannya dulu kamu yang maksa?"tanya Mama.

"Iya Ma, aku udah yakin buat tinggal sama Nabil."ucapku

Harapanku masih sama Ma,Pa ingin kalian seperti dulu tapi itu hanya mustahil terjadi.batinku.

"Baiklah lusa kamu akan kembali ke sekolah lama kamu."

"Makasih Pa Ma,"ucapku.

Mungkin dengan pergi jauh dari kamu, kamu mulai kembali bahagia Ren,batinku lagi.

Hari terus berlalu sekarang aku sudah siap dengan barang bawaanku. Aku akan menuju rumah Nabil. Dia adalah sepupuku. Dan aku akan kembali ke sekolah lamaku walau disana aku mungkin tidak akan tahan, tetapi demi Reno aku akan berusa sebisa mungkin jauh darinya.

Pak Asep menghentikan mobil di depan rumah bercat putih. Dulu aku sering menginap dirumah Nabila jika orang tuaku tidak ada dirumah. Sekarang aku juga akan kembali tinggal dirumahnya.

Ting tong ting tong

Aku menekan bel dan keluarlah Nabil dan ayahnya Om Ari.

"Asalamualaikum Om,"ucapku.

"Waalaikum salama, ayok masuk,"ajak Om Ari.

Nabil meraih lenganku dan mengajakku masuk ke dalam rumahya.

"Bila antar Talia ke kamar, setelah itu turun kita akan makan,"jelas Om Ari.

"Iya Yah,"jawab Nabil.

Sekarang aku berada di kamar yang dulu aku tempati jika menginap di sini.

"Kamu kok pindah lagi, gak nyaman sekolah disana? Atau mama papa kamu jarang pulang?"tanya Nabil.

"Dua-duanya,"jawabku.

Nabil memelukku erat.

"Sabar Ya, aku akan selalu ada kok temani kamu,"ucapnya.

"Makasih ya Bil, kamu sama sekali gak berubah."

"Berubah kali Ta, aku makin cantik."

"Hahha iya iya."

Nabil adalah wanita yang begitu dimanja oleh Ayahnya. Karena Ibunya sudah meninggal empat tahun lalu. Jadi Ayahnya tidak terlalu sibuk dengan perkerjaan agar bisa memperhatikan Nabil.

"Ta, tapi aku takut kalo kamu kembali ke sekolah,"ucapnya.

"Lah, kenapa emang?"tanyaku mengerutkan kening.

"Kamu jangan lupa sama sikap kamu kalo di sekolah,"ucap Nabil "Keras kepala, dingin, gak peduli sama siapapun, suka marah gak jelas, di panggil hey aja kamu marah,"jelas Nabil sambil menghitung tikah burukku mengunakan jarinya.

Aku akui dulu aku adalah wanita yang seperti Nabil katakan. Tetapi setelah bertemu Reno semua itu berubah, tetapi aku tidak tau sekarang apakah sikap itu akan kembali lagi pada diriku.

"Satu lagi Ta,"ingat Nabil.

"Apa?"tanyaku antusias.

"Susah senyum."

"Itu dulu Bil, aku udah berubah kok."

"Iya Ta, kamu sedikit berubah sih. Tapi kamu harus kuat ya nanti di sekolah,"peringat Nabil.

"Kenapa harus kuat?"tanyaku tak mengerti.

"Liat aja besok deh."

Kenapa rasanya sulit sekali menjadi aku yang dulu,batinku.

Aku dan Nabil bersama Om Ari sedang makan malam. Aku melihat Om Ari adalah ayahnya yang begitu baik. Dia selalu memanjakan Nabil, terlihat dari sikap Nabil yang begitu manjanya.

"Ta jangan bengong, ayok dimakan nanti dingin,"ucap Om Ari padaku.

"Hehe iya Om,"jawabku.

"Hah!"teriak Nabil.

"Ada apa Bila?"tanya Om Ari.

"Yah, Bila gak salah liat kan. Talia tertawa Yah,"jelasnya.

Aku mulai bingung pada diriku sendiri. Apakah dulu aku benar-benar tidak bisa tersenyum atau tertawa. Rasanya aku tidak pernah melukan hal seperti itu.


*****

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang