Part 14

32 26 5
                                    

Pagi kembali datang, aku masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap. Sedangkan Vera sudah siap dari subuh tadi.

Vera duduk di pinggiran ranjang dengan ponsel yang dia mainkan sedari tadi. Tiba-tiba ponselku bergetar. Karena penasaran Vera membukanya.

Nesa? Siapa dia?batin Vera.

Aku keluar dan terkejut karena Vera memegang ponselku.

"Kenapa Ver?"tanyaku.

Vera nampak terkejut lalu menaruh kembali ponselku di atas nakas. Dia menatapku tersenyum lalu berkata.

"Tadi ada pesan masuk,"ucap Vera gugup.

"Oh."

Aku hanya diam dengan mulai mengeringkan rambutku. Vera masih sibuk memainkan ponselnya.

Setelah semua selesai, kami berdua turun ke ruang makan untuk sarapan. Bi Ayem menyiapkan makanan kesukaanku. Aku memakan sarapan pagi ini bahagia, karena bisa ditemani oleh Vera.

Sekarang kami berdua berada di dalam mobil menuju ke sekolah. Aku hanya diam sambil melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi.

"Talia,"panggil Vera.

Aku menoleh dan menatap Vera bingung, karena sepertinya ada yang ingin ditanyakan oleh Vera.

"Iya, kenapa?"

"Siapa Nesa?"tanya Vera.

Aku terdiam dan kembali mengingat kejadian tadi pagi saat Vera memegang ponselku dan melihat pesan yang dikirim oleh Nesa.

"Teman,"jawabku santai.

"Ooh, lalu apa maksud dari 'dia akan melakukan apa yang kamu mau, tetapi dengan bayaran yang besar'?"tanya Vera lagi dengan menekankan kalimat pesan tadi.

"Tidak ada apa-apa,"ucapku dengan mantap.

Vera tampak curiga pada jawabanku, tetapi aku hanya diam tak menghiraukan ketidakpercayaannya.

Sampai akhirnya kami sampai di sekolah. Kami bedua berjalan beriringan menuju kelas, tetapi aku lebih dulu masuk ke dalan kelas karena kelasku tidak sejauh kelas Vera.

Sekarang Vera sudah merubah penampilannya seperti dulu, tidak memakai kaca mata. Aku masuk ke dalam kelasku dan meletakkan tasku ke atas meja.

Untung saja, aku mengganti nama Vanesa menjadi Nesa. Jadi Vera tidak tahu,batinku.

Aku kembali mengingat kejadian tadi malam, saat aku kembali menyuruh Vanesa untuk berpacaran dengan Reno. Tetapi hanya dalam satu bulan, setelah itu putus.

Aku tidak tega jika Vanesa langsung memutuskan Reno, dia pasti akan sakit hati. Itu sebabnya aku menyuruh Vanesa untuk menjadi pacarnya selama satu bulan. Setelah itu aku akan membuat Reno dan Vera berpacaran.

"Talia,"panggil seseorang.

Aku melihat kesumber suara, Talia dan dua temannya berada di hadapanku.

"Kenapa keseni?"tanyaku tak mengerti.

Vanesa mendekat dan membisikanku sesuatu. Aku hanya mengangguk tanda mengerti. Kedua temannya hanya bisa diam. Sampai tiba-tiba Reno muncul dari pintu.

"Vanesa,"ucap Reno begitu bahagia.

Vanesa segera melihat Reno yang sedang berjalan mendekat kearahnya. Reno meraih lengan Vanesa dan membawa Vanesa pergi. Kedua teman Vanesa hanya diam dan malah kembali ke kelas.

Aku hanya bisa diam di dalam kelas, dengan harap-harap cemas. Apa yang dilakukan Vanesa dan Reno.

Bel masuk berbunyi, semua siswa siswi masuk ke kelas masing-masing, begitupun dengan Reno. Reno berjalan dengan senyum yang begitu indah.

"Kenapa sih Ren, kok senyum-senyum ngak jelas?"tanyaku.

"Lagi bahagia, oh ya lo jadi nyuruh gue jalan sama Vera."

"Iya,"jawabku.

"Baiklah."

"Kamu sama Vanesa beneran pacaran?"tanyaku.

"Kenapa? Cemburu ya?"bukan menjawab Reno malah balik bertanya.

"Apan sih, cemburu. Kaya ngak ada cowok lain aja,"ucapku.

"Dasar, sok banget. Tapi ngak apa-apa, gue kan ngak suka sama lo. Jadi ngak ada masalah kalo lo ngak cemburu,"ucap Reno.

"Dasar aneh,"ucapku.

Aku kembali berpikir, apa yang akan terjadi jika nanti Reno dan Vanesa putus. Apa yang akan dia rasakan, apakah sakit hati lagi. Mungkin aku akan menjadi orang yang sangat kejam. Tetapi aku selalu berkata bahwa ini yang terbaik. Aku akan buat Reno sadar, bahwa yang mencintainya adalah Vera, bukan Vanesa.

***

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang