Tepat hari ini, sabtu aku sudah siap dengan seragam sekolahku memakai baju pramuka. Keluar dari dalam kamar menuju ruang makan. Melihat Mama dan Papa yang sepertinya baru bangun.
"Pa Ma, hari ini Talia bagi rapot. Ibu guru bilang wali murid harus datang, Mama atau Papa datang yah buat ngambil rapot Talia,"ucapku seraya duduk di kursi yang biasa aku tempati.
"Iya sayang, nanti Mama usahakan,"ucap Mama.
"Papa juga sayang,"timpal Papa.
Aku hanya tersenyum dan melanjutkan makan pagi ini. Setelah selesai aku berpamitan pada Mama dan Papa untuk berangkat lebih dulu.
Mereka pulang tadi malam jam 10, aku masih melihat kantung mata Mama dan Papa. Mungkin mereka kurang tidur saat berada di luar kota.
Aku sudah sampai di sekolah dan menatap siswa siswi yang suduh pergi bersama orang tuanya. Dan juga Reno yang membawa Ayah serta Bundanya. Aku menghampiri dia dan mencium punggung tangan orang tua Reno.
"Ayah sama Bunda datang dua-duanya?"tanyaku.
"Iya Lia, Bunda mau lihat anak Bunda satu-satunya lagi,"ucap Bunda.
"Biasa anak manja,"ucap Ayah.
"Ih Ayah, apaan sih. Reno ngak manja ya,"ucap Reno.
Aku hanya menahan senyum jika berada diantara keluarga Reno.
Jarum jam terus berputar, dan akhirnya semua wali murid masuk ke kelas anaknya masing-masing. Ayah Reno yang masuk, sedangkan Bunda menunggu bersama Reno. Aku menatap kearah koridor dekat gerbang. Melihat apakah Mama dan Papa datang. Tetapi hasilnya nihil mereka tidak juga datang.
Aku meneteskan air mata saat sudah jam 10 pagi tapi mereka belum juga datang. Acara pembagian rapot akan segera dimulai.
Apa mereka lupa,batinku.
"Sayang nunggu siapa?"tanya Bunda seraya meraih lenganku.
Aku menatap Bunda dan segera menghapus air mataku.
"Kenapa menangis, orang tua kamu belum datang? Yasudah Bunda saja yang jadi wali kamu,"ucap Bunda.
"Ngak apa-apa Bun?"tanyaku meyakinkan karena aku benar-benar putus asa. Apalagi Mama dan Papa tidak ada tanda-tanda akan datang.
"Iya sayang, kamu tunggu yah disini sama Reno. Bunda masuk."
Aku menganggukkan kepala menatap Bunda masuk dan duduk di samping Ayah.
"Ngak usah nangis, seperti anak kecil saja,"ucap Reno mengejek.
Aku menatapnya kesal.
"Biarin,"ucapku.
Dan akhirnya pembagian rapot dimulai, wali kelasku masuk dengan rapot yang di bawa oleh seorang siswa. Dan juga hadiah untuk juara 1 sampai 10.
Wali kelasku mulai menyebutkan peringkat 10 sampai 1. Dari 10 sampai 6 belum juga tersebut namaku.
Kenapa belum ada namaku, atau mungkin aku tidak masuk 10 besar,batinku.
Tiba-tiba terdengar para wali siswa bertepuk tangan saat menyebutkan juara 3.
"Juara dua didapatkan oleh Natalia Franssiska Ayu."
Aku begitu bahagia dan berloncat senang di dekat Reno, dan para wali murid kembali bertepuk tangan untuk juara kedua. Tetapi Reno hanya diam karena namanya belum disebutkan. Atau mungkin dia tidak masuk 10 besar.
"Dan juara satu didapatkan oleh Reno Farhantama."
Dan wali murid kembali bertepuk tangan, Reno begitu bahagia akhirnya mendapat juara satu. Aku mengucapkan selamat padanya.
"Selamat ya untuk juara satunya,"ucapku.
"Iya, kamu juga selamat untuk juara duanya,"ucap Reno.
Kami berdua sama-sama tersenyum. Sekarang wali murid akan maju kedepan untuk mengambil rapot.
Saat namaku disebut Bunda maju dan ada beberapa orang yang bertanya-tanya, karena Bunda bukan orang tuaku, dia orang tua Reno. Tetapi aku berusaha tegar saat ucapan itu terdengar ditelingaku.
"Anda bukan orang tua Talia kan?"
"Iya, tapi saya yang mewakilkan orang tuanya untuk mengambil rapot Talia,"ucap Bunda.
"Baiklah."
Bunda segera menandatangani kertas putih di dalam map dan setelah itu berjalan keluar. Menatapku dan segera memelukku.
"Selamat ya,"ucap Bunda seraya menyerahkan rapot beserta hadiahnya.
"Iya Bun, maksih,"ucapku.
Setelah itu Bunda beralih pada Reno dan memelukknya.
"Untuk anak Bunda yang manja, selamat ya atas juara satunya. Bunda bangga sama kamu, jangan kecewain Bunda yah,"ucap Bunda begitu bahagia.
"Iya Bunda, siap."
Setelah Ayah mengambil rapot, kami semua menuju parkiran untuk segera pulang.
"Pulang sama siapa?"tanya Bunda.
"Supir pribadi Papa Bun, itu sudah datang,"tunjukku pada mobil berwarna hitam dekat gerbang.
"Oh yasudah, hati-hati."
Aku mengaggukkan kepala dan berjalan menuju mobilku meninggalkan keluarga Reno tidak lupa dengan tersenyum menatap mereka bertiga.
Aku masuk kedalam mobil dan menatap Pak Asep.
"Mama dan Papa kenapa ngak dateng Pak?"tanyaku.
"Tadi Tuan dan Nyonya setelah beberapa menit Non berangkat, langsung ke kantor. Katanya ada meting."
Aku hanya diam tanpa mau berkata lagi, Pak Asep menjalankan mobil.
Sesampainya dirumah aku tidak melihat Mama dan Papa.
"Mama sama Papa belum pulang Bi?"tanyaku pada Bi Ayem.
"Belum Non"
"Baiklah, aku akan ke kantor Papa,"ucapku yakin.
"Tapi Non belum makan, nanti sakit lagi."
"Tidak Bi, tenang saja."
Aku meminta Pak Asep untuk mengantarkan aku ke kantor Papa. Masih dengan memakai pakaian sekolah dan membawa rapot serta hadiah juara. Aku menuju kantor Papa.
Sesampainya di gedung besar perusahaan Papa, aku masuk dan berjalan menuju lift untuk ke lantai 11. Karena ruangan Papa disana, mungkin Papa meting di ruangan sebelahnya.
Aku menatap pintu besar dihadapanku.
Apakah Papa dan Mama sedang sibuk,batinku.Dan datanglah seorang wanita, yang sepertinya dia adalah sekretaris Papa.
"Kamu mencari siapa?"tanyanya padaku dengan begitu sopan.
"Papa dan Mama,"ucapku.
"Mr. dan Mrs. Masih meting, mungkin sebentar lagi akan selesai. Kamu tunggu saja ya diruang kerjanya,"ucap sekretaris Papa.
"Iya,"ucapku seraya berjalan menuju ruangan Papa.
Aku masuk dan duduk di sofa putih yang ada di ruangan Papa.
Sudah lama aku menunggu, bahkan hampir 3 jam aku menunggu. Karena ini sudah jam 4 sore. Aku menatap pintu besar itu terbuka dan memperlihatkan Mama serta Papa yang berjalan masuk.
"Ma, Pa,"ucapku pelan.
"Talia,"ucap mereka bersamaan.
Dan di detik itu juga aku pingsan dan tidak sadarkan diri.
***
Maaf kalau banyak typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harapan
Romance*Aku mencintaimu, tapi mungkin kamu bukan jodohku* -Natalia Franssiska Ayu-