Part 20

15 16 1
                                    

Pagi-pagi sekali aku  bangun, dan sudah siap dengan seragam yang melekat pada tubuhku. Aku berjalan keluar menuju ruang makan untuk sarapan. Kesendirian kembali menghampiri, saat di meja makan tidak ada siapa-siapa kecuali Bi Ayem yang sedang menyiapkan makanan. Aku menarik satu kursi dan duduk.

"Mama sama Papa kemana Bi? Apakah mereka sudah berangkat?"tanyaku.

"Iya Non, Tuan dan Nyonya sudah pergi dari tadi pagi."

Padahal aku sudah bangun pagi, tetapi Mama dan Papa sama sekali tidak sempat berpamitan padaku,batinku sedih.

Aku memakan sarapanku malas, rasanya aku benar-benar tidak lago di perdulikan. Setelah selesai aku segera berangkat sekolah diantarkan Pak Asep.

Di sekolah seperti biasa, aku akan sedikit bahagia karena adanya Reno. Reno sudah aku anggap saudaraku sendiri, dia begitu baik padaku walau waktu itu dia adalah orang yang suka membuatku kesal. Tetapi sekarang, semua berubah. Semenjak dia meminta tolong dan aku membantunya, dia menjadi baik padaku.

Aku sedang ngobrol bersama Reno di taman belakang, dan kemudian datang Vera yang sudah tidak lagi memakai kaca matanya. Dia memanggilku dan menghampiriku.

"Talia,"ucapnya seraya berjalan menghampiriku.

Aku sedikit bergeser untuk memberinya tempat duduk. Karena kursi di taman ini panjang jadi muat untuk duduk bertiga.

Vera tersenyum menatap Reno, tetapi Reno hanya diam tanpa ada respon apa-apa. Aku sengaja menyentuh lengannya untuk membuatnya tersenyum. Setidaknya dia harus memberikan senyum walau sedikit. Tetapi dia hanya menatapku diam lalu kembali membuang muka.

"Lagi ngapain?"tanya Vera.

"Ngak ngapa-ngapain kok Ver,"ucapku.

Reno sama sekali tidak mau bicara, dia hanya diam. Dan aku melihat wajah sedih Vera karena sikap Reno.

"Kalian berdua bisa bantu aku ngak?"tanyaku pada mereka berdua.

"Apa?"ucap Reno dan Vera bersamaan.

"Cie yang kompak banget jawabnya,"ejekku.

Vera hanya tersenyum tetapi berbeda dengan Reno. Dia hanya membuang muka, tidak mau melihat Vera.

"Rencananya minggu ini aku akan nonton bioskop sama Mama dan Papa, tetapi mereka ngak bisa,"ucapku sedih. "Jadi kalian bisa ngak gentiin mereka, soalnya aku sudah beli tiketnya untuk tiga orang, satu untuk aku dan duanya untuk kalian berdua,"sambungku.

Tiba-tiba Reno dan Vera saling pandang, aku begitu bahagia akhirnya Reno mau melihat Vera. Walau tadi sangat sulit sekali untuk membuatnya melihat Vera.

"Aku mau Ta,"ucap Vera.

"Kamu gimana Ren?"tanyaku.

"Iya deh,"jawab Reno singkat.

"Oke, kalian ikut,"ucapku bahagia.

Aku akan buat Vera dan Reno dekat. Mungkin dengan jalan bersama dan aku ada, mereka bisa aku jodohkan dan  pacaran. Pasti Vera akan sangat senang jika berpacaran dengan Reno,batinku dalam hati.

"Yasudah ke kelas yuk,"ajaku.

"Iya,"jawab Vera.

Reno tidak menjawab, dia hanya mengaggukkan kepala.

Kami bertiga pun berjalan menuju ke kelas, melewati koridor demi koridor. Tetapi sebelum sampai di kelas, kami melihat ada Vanesa yang sedang jalan berdua dengan anak IPS yang bernama Diki.

Aku menatap wajah Reno, dia hanya membuangg muka. Tetapi berbeda dengan Vera, dia begitu bahagia melihat Vanesa jalan bersama pria lain.

Setelah kami jauh dari Vanesa Reno pun berkata.

"Dasar matre, dari dulu sampai sekarang ngak pernah berubah. Dimatanya hanya uang, untung saja aku ngak pacaran lagi sama dia,"ucap Reno kesal.

Akhirnya Reno bisa sadar,batinku.

"Iya ya, Vanesa memang ngak pernah berubah,"timpal Vera.

"Lo ngak usah ikut ngomong deh,"tunjuk Reno.

Vera terdiam dan menundukan kepalanya.

"Reno apa-apan sih,"ucapku tidak suka.

Reno tidak menjawab, dia berjalan lebih dulu dengan langkah cepat.

"Kamu yang sabar ya Ver, tenang saja aku bakal buat kalian dekat kok."

"Iya Ta,"ucap Vera.

Kami pun kembali berjalan menuju kelas masing-masing.


***

HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang