cahpter 17

57.7K 3.9K 42
                                    

"Ketika masalah mulai datang bertubi-tubi, maka saatnya hati di uji.
Antara kepercayaan, keikhlasan, kesabaran dan kerendahan hati. Jangan biarkan masalah mengancurkan masa depan dan merusak kenangan masa lalu.
Yang indah jagalah agar tetap indah
Dan yang pahit kenanglah sebagai kepahitan.
Karena masa lalu juga berperan pada perubahan masa depan."

🐰🐰🐰

"Ma,"

Ramdan memanggil mamanya yang baru datang dengan tergesa ke ruang tunggu. Bagaikan anak kecil, Ramdan menatap mata mamanya dengan pandangan berkaca-kaca dan wajahnya yang sembab sembari memeluk Riha yang berada dipangkuannya sedang terlelap.

"Ma, kenapa mereka lama sekali. Ira tidak separah itu kan? Atau jangan-jangan mereka melakukan kesalahan hingga membuat Ira dalam bahaya"

"Ramdan!"

Bentakan itu berasal dari papanya yang menatap anaknya dengan geram. Benarkah ini putranya? Sungguh ucapannya sangat melantur.

"Ucapan adalah do'a Ramdan. Dalam keadaan genting seperti ini cukup ucapkan hal-hal yang baik. Itu juga akan menyemangati dirimu sendiri."

Ucap papanya menasehati. Mamanya mendekat dan mengambil Riha dari pangkuan Ramdan.

"Nak, ini kenapa jari Riha. Kok di bungkus kain kasa gini?" Mamanya mengernyit melihat jari cucunya yang di perban kasa.

"Riha kena air panas, jarinya melepuh saat dia ingin membuat susu sendiri"

"Ya Allah, dia membuat susu sendiri?"

Ramdan akhirnya menceritakan apa yang terjadi saat ia pulang kerumah. Dari awal ia mendengar suara tangisan Riha didapur hingga bagaimana ia membentak Ira dan sampai akhirnya Ira mengalami pendarahan.

Orangtua Ramdan yang tidak mengetahui apa-apa dan juga belum mendengar penjelasan dari Ira hanya menanggapi dengan keterdiaman penuh tanya.

"Ramdan, waktu kamu baru beberapa hari ke Padang, Ira sempat tidur dirumah mama karena sakit perut dan Riha yang rewel. Saat itu mama sudah menyarankannya pergi ke dokter atau mama yang panggil dokter ke rumah tapi dia bilang hanya butuh istirahat. Dan sorenya sembuh jadi mama kira memang hanya sakit perut biasa. Tapi setelah kejadian ini, mama jadi takut kalau ternyata Ira.."

"Ma cukup, ini bukan waktu yang tepat membicarakan hal itu"

Papa Ramdan yang merasa ucapan isterinya akan membuat suasana semakin kacau akhirnya menghentikannya.

Tak lama berselang, suster keluar dengan tergesa melewati merek tanpa menoleh. Seolah ada hal yang lebih penting yang memang harus dilakukan.

"Suster bag.."

"Maaf pak, anda bisa menanyakan keadaan pasien setelah kami selesai bertugas"

Lalu dengan tergesa suster tersebut berjalan menuju lorong rumahsakit yang Ramdan tidak tau kemana tujuannya.

Ramdan terduduk dengan memegangi kepalanya. Rasa sakit ketika mengingat bagaimana ucapan terakhirnya pada Ira tadi, lalu bagaimana tatapan Ira yang menatapnya terluka dan kecewa sembari memegangi perutnya,...tunggu, benar Ira selalu memegangi perutnya semenjak Ramdan membangunkannya entah Ira sendiri sadar atau tidak.

IBU UNTUK ANAKKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang