chapter 12

65.5K 4.3K 22
                                    

"Jangan mati sebelum hari kematianmu
Orang bilang, kegagalan bukanlah sebuah pilihan. Namun kegagalan bisa menjadi sebuah pilihan, karena jika kamu gagal kamu akan bangkit lagi, dan kamu gagal lagi dan kamu juga bangkit lagi.
Dan itulah yang membuatmu kuat."

🕊🕊🕊

"Mama, Riha sudah hafal 4 ayat. Dengarkan Riha baca ayatnya ya ma?"

Ucapnya manja sambil bergelanyut manja di kaki mamanya yang sedang membuat cake kesukaannya.

"Iya sayang, coba Riha baca. Biar mama dengarkan. Tapi sebelum membaca, Riha duduk dulu yah dan menghadap ke arah kiblat"

Riha yang mendengar penuturan mamanya mengangguk patuh. Lalu ia berjalan menuju kursi makan yang tak jauh dari dapur dan menggeser kursinya dengan tubuh kecilnya menghadap kiblat.

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ
I

ra mendengarkan putrinya yang melafalkan surah  Al-Baqarah ayat 23-27, tentu ada beberapa kesalahan-kesalahan dalam pelafalan dan sifat-sifat hurufnya. Namun Ira memaklumi untuk anak sekecil Riha. Ia akan membenarkannya pelan-pelan di saat Riha sudah mulai fasih nanti.

"

Masyaallah anak mama yang sholehah. Mama bangga sekali sama Riha. Semoga kelak Riha dapat menjadi penolong mama dan papa juga bunda Riha yang sudah tiada agar masuk surga. Riha harus selalu menjadi anak yang berbakti ya"

ucap Ira dan setelahnya ia mengecup puncak kepala Riha dengan sayang.

Ramdan keluar dari kamarnya dan menghampiri anak dan isterinya yang sedang bersantai di ruang keluarga.

"Ih papa, kenapa cake Riha dimakan sih. Tuh kan tinggal sedikit, Papa nyendoknya banyak banget tau ihh"

omel Riha pada papanya yang mencicip makanan yang sedang berada ditangan anaknya itu.

"Ya ampun sayang, papa cuma minta sedikit"  ucap Ramdan dengan wajah memelas

"Itu tidak sedikit papa, lihat! Cake Riha jadi berkurang banyak sekali. Mama, Riha marah sama papa" ucapnya mengadu dengan wajah berkaca-kaca.

Ira yang melihat kejahilan Ramdan pada putrinya hanya mampu tersenyum.

Ternyata suaminya itu adalah ayah yang jahil, suka sekali memggoda putrinya. Sudah tau Riha sangat sensitif jika melihat ayahnya berbuat kesalahan.

Tapi tak ayal, itu semua menjadi bumbu tersendiri dalam keluarganya.

"Jadi sekarang anak papa sudah punya tempat ngadu yang baru yah selain nenek. Tapi papa tidak takut, karena walaupun Riha mengadu tidak akan ada yang memarahi papa, wleeekkk"

Ramdan masih saja menggodanya, bahkan menjulurkan lidahnya untuk mengejek putrinya.

Tentu saja, dulu ketika ia melakukan kejahilan pada putrinya. Ia hanya bisa mengadu pada neneknya yang tak lain ibu Ramdan.

Dan ibunya pasti akan mengomelinya untuk sekedar memuaskan cucunya bahwa ayahnya harus dimarahi. Namun sekarang apa istrinya beran...

"kak, kakak ini apa-apan. Masa berani sama anak kecil. Badan besar kaya beruang tapi yang dilawan anak kecil, huh gak gentle" ucapan Ira membuat Ramdan menganga.

'What? Beruang? Me? Are u seriously?'

Dia tidak menyangka isterinya ini berani mengatainya dan memarahinya.

Ia pikir Ira tidak akan berani melakukannya. Ternyata malah melebihi ibunya. Baiklah, ini akan menjadi hal menarik baginya.

"Mama benar, papa itu besar seperti beruang. Tapi kenapa yang di jahili anak kecil seperti Riha. Seharusnya papa nakalnya sama mama saja. Kan sudah sama-sama besar"

Ramdan yang mendengar jawaban Riha malah menahan tawa, bagaimana tidak, melihat ekspresi wajah Ira yang merasa terhianati oleh anaknya.

Anaknya ini memang tidak tau terimakasih, Sudah dibela oleh mama tirinya malah mengumpankannya untuk ayahnya.

Tak ayal kepolosan Riha membuat Ramdan gemas. Ia mengambil Riha kepangkuannya dan menggelitiki tubuhnya membuat Riha tertawa terbahak meminta tolong mamanya.

"Mama...mama hahaha tolongin Riha, papa nakall"

"Enggak ah, mama kapok nolongin Riha"

ucap Ira sambil menampilkan wajah cemberut. Lalu ia beranjak memberesi bekas makan mereka yang berserakan di karpet.

"Kak, mau cake gak? Kalo mau Ira ambilin. Ira bikin banyak, Ira taruh di lemari es, karna Riha kan suka" tanyanya saat akan beranjak untuk membuang sampah cemilan mereka.

"Boleh, kakak jadi pingin liat si chubby makan" ucap Ramdan sambil mencium pipi gembul putrinya.

"Ih mama! nanti cake Riha habis. Papa gak boleh minta!"

Ucapnya marah mendengar mamanya ingin memberikan makanan kesukaannya itu pada ayahnya.

"Sayang, bukankah kita harus saling berbagi? Apa papa pernah pelit sama Riha? Coba, siapa yang siapa yang selama ini membelikan Riha perlengkapan? Bukankah itu papa?"

Lalu Riha menatap papanya yang memperhatikan Ira dengan tatapan yang....begitulah.

ia tidak menyangka Ira akan memgatakan hal seperti itu membuat putrinya menatapnya dengan tatapan sendu penuh rasa bersalah.

Lalu tanpa diduga Riha memeluk leher Ramdan yang sedang memangkunya dan menciumi pipinya dengan cepat.

"Maafin Riha yah papa. Papa boleh kok makan Cake Riha yang banyak, tapi papa jangan berenti beliin Riha mainan dan jajan yah?"

Mendengar ucapan putrinya Ramdan memanyunkan bibirnya dan menatap Ira dengan wajah memelas.

Ira yang melihatnya hanya menggeleng heran lalu berjalan meninggalkan mereka untuk mengambilkan cake suaminya itu.

Yah, seperti itulah keluarganya sekarang. Kemarahan, cinta, kasih sayang. Semua ada dalam rumah tangga.

Tinggal bagaimana kita mengahadapinya  dengan baik dan tepat. Agar tak menjadi-jadi. Ramdan bersyukur mendapatkan wanita sebaik Ira.

ia berterimakasih pada orangtuanya yang telah menghantarkannya pada pernikahan ini. Terutama rasa syukurnya pada sang pencipta yang telah mengirimnya wanita se-sholehah Ira.

IBU UNTUK ANAKKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang