12. Lèvres et oublié.

4.2K 583 308
                                    

Lèvres et oublié. (Lips and Forgotten)

&&&

A psychology professor said "if you are in love with someone, you won't be interested in someone else. If you are then you aren't in love"

&&&


Iyas.

Ayas tiba-tiba jinjit dan tangannya bertumpu di pundak gue. "Arias, makasih banyak."

Gue ngeblank waktu Ayas ternyata nyium pipi gue dengan lembut.

"Yas..." bisik gue kaget.

Ayas ngeliat ke arah gue, dan gue semakin kaget karena matanya Ayas berkilauan. Matanya cantik banget dan gue kaget karena mata itu ngeliat ke arah gue.

"Hmm..." Ayas bergumam kikuk dan tangannya perlahan-lahan turun dari pundak gue.

Tapi gue tahan.

Gue ngedorong pelan punggung Ayas mendekat, terus ngeliatin ke arah Ayas yang sedikit nunduk gak lagi melihat gue dengan telinga gue yang masih sayup-sayup ngedenger musik dari LP Player punya Ayas.

"Parasayu, can I kiss you?"

Ayas mendongak menatap gue, pipinya sedikit merah dan dia menunduk lagi. Setelah itu, hal yang gue gak sangka adalah kepala dia yang ngangguk kecil dan tangannya yang kerasa mencengkram pundak gue lebih kencang.

Gue senyum tulus ngeliatin Ayas. Punggungnya gue dorong lagi supaya tubuh Ayas merapat ke gue. Gue ngelus pelan pipinya supaya Ayas ngeliat ke arah gue.

Dan dengan begitu aja, gue mencium bibir Ayas dengan lembut.

Gue gak mau menjelaskan perasaan gue gimana, tapi ketika Ayas membalas ciuman gue dengan seirama, tangan gue langsung berpindah dan ngelus lembut punggungnya.

Beberapa kali gue dan Ayas sama-sama memiringkan wajah sedikit cuma untuk memperdalam ciuman kita.

Ayas taste like heaven.

Gue rasanya bisa mencium Ayas seharian, bikin bibir kita berdua sampai mati rasa, dan gue masih akan merasa kalau Ayas is heavenly made.

She is that good.

Ayas selalu berhasil bikin gue selalu cuma fokus sama dia. Bahkan ketika gue dan Ayas mengambil napas dan kening kita masih menempel, gue cuma bisa ngeliatin Ayas sampai akhirnya gue kembali nyium bibir dia.

Gue bisa ngerasain Ayas sedikit kaget, tapi setelah itu badannya kembali rileks dan dia kembali membalas ciuman gue dan bahkan ikut mengimbangi waktu gue memperdalam ciuman kita.

Masih dengan tangan gue yang ngelus punggungnya, gue sedikit mendorong tubuh Ayas kembali masuk ke kamar.

Gue mendorong dia sampai ciuman kita terlepas karena Ayas yang kedorong sampai berbaring di tempat tidur gue.

Gue naik ke atas tubuh dia untuk ngeliatin wajahnya sebentar dan setelah itu gue kembali mencium dia.

Ayas beberapa kali mendorong kepala gue mendekat untuk memperdalam ciuman kita. Dan gue dengan senang hati melakukannya. Mencium Ayas bakal jadi hal favorit yang ingin terus gue lakukan.

Sampai akhirnya ciuman kita berakhir karena baik gue dan Ayas sama-sama butuh udara.

Gue masih mengukung tubuh dia, gue masih ngeliatin Ayas dan bibirnya yang agak bengkak dan terbuka karena dia masih nyari udara.

"Ayas..."

"Iyas, a-aku..."

"Aku bingung." Cicit Ayas sambil membalikan badannya miring.

In Our BackyardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang