20. Six mois.

4.1K 574 199
                                    

Six mois. (Six Months)

&&&


Ayas.

Udah enam bulan lewat dari terakhir gue dateng ke Rumah Sakit tempat Iyas dirawat.

Setelah itu, gue melakukan sedikit perubahan.

Karena Mural yang terus sibuk kuliah, gue akhirnya mulai buka kafe dari sore sampai tengah malem. Kafe yang justru biasanya sore udah tutup, sekarang baru buka karena Zizi bersikeras mau bantuin gue setelah dia selesai kelas.

Kadang gue ngerasa bersalah sama Zizi yang harus bagi waktu antara bantuin gue di kafe dan juga kuliahnya. Tapi dia malah seneng dan ketawa-ketawa karena katanya semua ini berguna buat dia di kelas praktek. Jadi setelah itu, gue gak ngomong apa-apa lagi.

Zizi juga akhirnya tinggal bareng gue sampai gue bisa nyari cara lain supaya dia gak perlu terganggu sama urusan kafe.

Selain itu, hhhh.

Setiap hari Iyas datang ke kafe.

Biasanya dia udah dateng sore-sore sebelum kafe buka dan pulang setelah Zizi bener-bener bilang kalau kafe mau tutup.

Gue gak pernah nyamperin Iyas.

Untungnya gue sibuk di dapur dan juga di tempat cuci piring, sedangkan Zizi yang ada di depan dan ngelayanin pengunjung.

Selama enam bulan ini, terus begitu. Gue gak keluar dari dapur, ngebiarin Iyas diem disana sepanjang kafe buka.

"Riga, kalau kamu beneran suka sama aku, bantuin Kakak aku ya! Aku beneran harus ngerjain deadline laporan hari ini."

Gue cuma bisa ketawa waktu tiba-tiba Zizi narik-narik tangan cowok yang setiap hari nganterin dia untuk masuk ke dalam kafe.

Gue akhirnya kenalan sama cowok yang terus ngejar Zizi sampai sekarang. Namanya Auriga. Udah sih itu aja.

Dan karena Riga ini tentunya gak tau gimana cara nyiapin minuman apalagi masak, Riga dengan penuh semangat bersedia diem di depan tempat cuci piring sampai kafe tutup, sedangkan Zizi gue suruh naik ke kamar dan ngerjain laporannya di atas.

Gue jadi harus multi-tasking. Masak dan bikin minuman. Walaupun tentunya gue udah nulisin di depan kafe kalau hari ini gue lagi kekurangan bantuan jadinya proses order mereka akan sedikit lama, kafe tetep aja penuh.

Ada keluarga, pasangan, atau segerombolan anak muda.

"Ayas."

Gue langsung nahan napas.

Lupa kalau ada satu orang yang selalu dateng.

"Yas, kamu sehat kan? Kamu gak kenapa-kenapa?"

Gue yang tadi menunduk sibuk menggiling kopi akhirnya menatap lurus ke depan. "Sehat."

"Ayas..."

Gue memutuskan untuk gak jawab apa-apa.

"Ayas, aku seneng banget bisa liat kamu lagi."

"Yas, aku kangen."

"Mau pesen apa?" balas gue tiba-tiba.

Di depan gue, Iyas mengusap lehernya pelan dan akhirnya duduk di side table yang emang masih kosong.

"Ayas, ternyata gak sia-sia ya berangkat dari Jakarta walaupun di jalan tadi hujan angin. Hari ini aku bisa liat kamu lagi."

Iya, fakta lain adalah Iyas setiap hari bolak-balik Jakarta-Bandung untuk diem disini.

In Our BackyardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang