4

1.5K 150 3
                                    

Gwen diam dalam aktivitasnya, hanya suara benda tajam yang menyentuh benda tumpul yang terdengar. Gwen lapar, ia sedang memasak makan malamnya.

Setelah kepergian Iyem tadi sore, Gwen memutuskan mengurung dirinya di dalam kamar namun perutnya merasa lapar dan minta untuk di isi maka dari itu ia milih ke luar untuk memasak makan untuk di makan.

Benar saja kata Iyem, tidak ada tanda tanda kepulangan Arga padahal jam sudah menunjukan angka tengah malam. Hal tersebut membuat Gwen merasa kecewa.

Jujur saja, Gwen belum memiliki perasaan yang namanya cinta pada Arga namun Gwen menemukan rasa nyaman saat bersama Arga. Gwen merasa tidak, ia tidak akan terluka jika bersama Arga. Dan mungkin ini efek dari kehamilannya juga, entalah Gwen tidak tahu.

"Huft,,"

Gwen memutar tubuhnya setelah memasukan makanannya ke dalam oven dan kemudian mendudukan dirinya di atas meja sebelum matanya terkunci dengan pemandangan yang sedang ia lihat lewat jendela sedang yang ada di dapur.

"Ada apa denganku, kenapa aku begitu sensitif? Tolong jangan sensitif, aku tidak ingin melibatkan rasa di sini." Ucap Gwen pada dirinya sendiri.

Gwen masih terdiam, mengingat bagaimana reaksi orangtuanya saat mengetahui dirinya hamil dan parahnya anak dari kekasih adiknya, Nelly.

"Gwen? Apa yang Mama kamu bicarakan?" Tanya Raka dengan suara yang bergetar setelah melepaskan Anissa dalam pelukannya.

"..."

"Gwen?" Panggil Raka lagi dengan raut wajah khawatir kalau ucapan Anissa adalah fakta yang harus ia dengar dari mulut putrinya sendiri.

"..." Gwen masih diam dan kini menatap Raka yang berjalan semakin mendekat.

"Gwen? Bilang sama Ayah semuanya gak benar, bilang sama Ayah kalau Mama kam__."

"Apa yang harus Gwen katakan? Apa yang harus Gwen bilang sama Ayah?" Ahkirnya Gwen angkat bicara, namun dengan nada dan wajah yang datar.

"Gwen, jangan buat Ayah khawatir. Bilang semuanya gak benar, kamu gak lagi ham__." Ucap Raka yang sudah berdiri di hadapan Gwen.

"Aku hamil. Aku memang sedang mengandung." kata demi kata yang Gwen tuturkan mampu membuat Raka hampir kehilangan keseimbangannya.

Raka tidak pernah berfikir anaknya akan melangkah sejauh ini, Raka kira Gwen sama seperti anak pada umumnya. Kehidupan perempuan kerja pada umumnya, Raka tidak pernah mengira Gwen akan sejauh ini dari gengamannya.

Raka ingin menampar Gwen, Raka ingin memaki Gwen, tapi hatinya meralarangnya. Jiwanya terluka, hatinya terluka, anak yang Raka kira berada di dalam jangkauannya ternyata sudah terbang begitu bebas tanpa sepengetahuannya.

"Siapa yang melakukannya?" Tanya Raka dengan suara yang begetar, ia akan membunuh pria yang melakukan hal ini pada putrinya.

"Aku tidak ingat." Ucap Gwen dusta, karna nyatanya pria yang menghamilinya sedang menatap Gwen dalam diam dengan pikiran yang penuh tanda tanya.

"Jangan bercanda Gwen sama Ayah, katakan siapa prianya. Siapa pria kurang ajar itu? Ayah pastikan dia akan tanggung jawab." Ucap Raka lagi, ia menuntut jawaban dari Gwen.

"Ayah tidak akan bisa memaksanya, karna hal itu akan menyakiti orang yang Ayah sayang." Ucap Gwen yang kini melirik ke arah Nelly.

"Gwen?" Raka tidak mengerti, Gwen terlalu rumit dalam bicara.

"Aku tidak yakin Ayah akan melakukan hal seperti yang baru saja Ayah ucapkan karna pria itu ada di sini, pria yang papa akan pastikan bertanggung jawab ada di sini." Perkataan Gwen bagaikan bom, ucapannya begitu lembut namun mendebarkan.

"..."

"Ar__." Nelly, perempuan itu hanya menebak, karna hanya ada pria yang bernama Arga di sini selain Raka.

"Saya yang menghamili Gwen Om, saya akan bertanggung jawab Om. Saya pastikan saya akan bertanggung jawab untuk anak yang di kandung Gwen."

Gwen menghentikan lamunannya, sebelum ahkirnya berdiri dari posisinya saat mendengar suara dentingan oven yang berbunyi. Makanannya sudah masak, Gwen hanya memakan makanan cepat saji. Ia tidak sempat memasak atau pada nyatanya keahliannya tidak lebih dari masak makanan instan atau lebih tepat memanaskan masakan instan.

Gwen berjalan ke arah meja makan, dengan piring yang ada di tangannya. Ia duduk di salah satu kursi kayu tersebut, sebelum memasukan makananya ke dalam mulut dengan mata yang sesekali melihat layar ponselnya.

Ting

Gwen melihat layar ponselnya, ada salah satu chat yang ada di layar ponselnya.

Kamu bisa turun ke bawa, aku ada di lobi apartemen kamu

Begitulah isi dari pesan yang masuk ke dalam ponsel Gwen. Gwen membersihkan tangannya, sebelum menekan tombol untuk menghubungi sang pengirim pesan.

"Hallo?" Suara terdengar begitu lembut lewat sambungan telpon tersebut.

"Kamu sudah pulang?" Tanya Gwen langsung, pada pria yang ada di sebrang sana.

"Ya, aku baru saja pulang. Kamu ada di apartemenkan? Inikan hari malam jumat, aku udah di lobi aprtemen kamu nih. Cepat turun, aku mau ngantar makanan, oleh oleh yang kamu minta." Ucap pria yang di kenal oleh Gwen dengan nama Zion.

"Aku gak ada di apartemen Zion." Jawab Gwen.

"Jadi kamu di mana? Rumah Ayah kamu? Kok tumben di rumah Ayah kamu padahal ini bukan weekend?"

"Enggak, aku juga gak ada di sana juga."

"Jadi kamu di mana Gwen? Aku tanya Rika kamu ambil libur, apa kamu liburan?"

Gwen menghembuskan nafasnya dengan berat, sulit menjelaskan semuanya pada sahabatnya ini. Pria itu tidak akan mengerti, bahkan mungkin sulit untuk Gwen menceritakan situasinya saat ini.

"Aku ada urusan, aku gak bisa cerita sama kamu tapi aku tetap di kota yang sama dengan kamu." Jawab Gwen dengan ungkapan yang begitu luas.

"Aku gak ngerti, aku samperin kamu deh. Kamu di mana? Aku otw sekarang nih dari apartemen kamu."

"Jangan, aku lagi ingin sendiri. Tolong ngerti, senin aku masuk kok." Ucap Gwen.

"Ada apa? Kamu lagi ada masalah lagi sama keluarga kamu?" Tanya Zion yang memang sudah mengetahui kondisi Gwen.

"Tidak ada Zion, aku hanya memang ingin sendiri saja. Kepalaku mumet karna banyak pikiran urusan kantor."

"Kamu gak lagi bohongkan Gwen?"

"Aku memang ingin sendiri Zion, sudah dulu yah. Aku ingin beristirahat sampai jumpa hari senin." Ucap Gwen.

"Baiklah sampai jumpa nanti, selamat malam."

Gwen menjauhkan layar ponselnya dari telinganya, pria yang bernama Zion adalah pria baik yang terkadang memeberikan pelukan yang tidak bisa Gwen dapatkan dari siapapun. Sosok yang sempat ingin Gwen miliki, namun ia urungkan karna Gwen yakin dirinya bukanlah sosok yang pantas mendampingi pria yang lahir dari keluarga terhormat seperti Zion.

"Kamu akan menemukan sosok yang lebih baik, sosok yang tidak menyimpan dendam dalam hatinya, sosok yang tidak akan berbohong padamu apalagi melukaimu."

...

"Sangat sulit mem
iliki dua wajah di dalam tubuh satu orang...."

Rabu, 11 Desember 2019

Don't Say Goodbye (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang