Gwen membuka matanya perlahan, sinar matahari berhasil membangunkan dirinya. sinar yang mengarah secara langsung pada wajahnya, perlahan memaksa dirinya untuk membuka kedua matanya saat ini juga. Gwen mengangkat salah satu tangannya, menggosok pelan mata kirinya, sebelum ahkirnya menutup mulutnya yang menguap.
Gwen menghembuskan nafasnya dengan pelan, ia merasa semua badannya sangat pegal. Gwen membuka mata dengan perlahan setelah beberapa saat matanya hanya membuka dan kembali menutup karna rasa ngantu yang masih menguasai dirinya saat ini.
Gwen menghentikan tatapannya pada sosok yang kini berhadapan dengan dirinya. Sudah lama Gwen tidak merasakan situasi seperti ini. Bangun dengan ada orang disisinya, menatap sosok tersebut, bahkan tanpa ia sadar dirinya seringkali menggumi sosok yang ada di hadapannya saat ini. Dulu, semua itu terjadi tanpa Gwen sadari perasaannya melebihi batas yang ia buat.
"Huft,," Gwen kembali menghembuskan nafasnya, sebelum mengangkat salah satu tangannya di udara. Membatasi sinar matahari agar tidak mengenai wajah sosok yang kini masih ia lihat dengan baik.
Gwen merasa kesal, namun ada sedikit kebahagiaan yang ia rasakan. Gwen kesal karna ia masih memperdulikan sosok tersebut secara diam-diam, tanpa ia sadar Gwen seakan menginjinkan sosok tersebut mendekat kembali setelah 2 tahun berlalu.
Namun ada kebahagiaan yang tidak bisa Gwen tutupi, di dalam hatinya, dirinya memiliki rasa bahagia karna kembali bertemu dengan sosok tersebut. Sosok yang tanpa sadar memberikan kebahagiaan untuk dirinya, namun juga memberikan kepedihan bagi dirinya.
Miris bukan? Bersembunyi selama 2 tahun, pada ahkirnya kembali dengan keadaan yang tidak bisa Gwen kontrol. Ia hampir bunuh diri berkali-kali, menangis hampir setiap malam selama 2 tahun ini, menyalahkan dirinya terus-menerus, menutup diri dari masa lalunya, namun pada ahkirnya semuanya terkesan sia-sia. Ia kembali ke masa lalu dan bodohnya, ia membiarkan satu persatu masa lalunya kembali disaat ia masih tenggelam dengan kepedihan.
Gwen rasa sudah cukup ia menatap sosok tersebut, sebelum ahkirnya mencoba untuk bangkit dari posisi tidurnya. Namun saat dirinya ingin bangun dari posisinya, sebuah tangan mendarat di pinggang miliknya.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Gwen dengan wajah terkejut, jangan di tanya bagaimana kondisi jantungnya saat ini. Jantungnya berhasil berdetak sangat kencang, hampir sama seperti ia bertemu dengan sosok tersebut beberapa hari yang lalu.
"Aku baru saja akan tidur." Ucapnya dengan mata yang masih tertutup sangat erat.
"Kalau begitu jauhkan tangan kamu. Aku ingin bangun." Ucap Gwen lagi dengan tangan yang memberikan jarak bagi keduanya. Gwen yakin 100 persen, jika tidak ada tangannya di antara keduanya saat ini pasti sudah tidak ada jarak lagi bagi keduanya.
"Aku baru bisa tidur saat tidur di samping kamu, jadi biarkan seperti ini." Ucapnya dengan mata yang masih terpejam, serta tangan yang masih terletak di pinggang milik Gwen.
"Ta__." Baru saja Gwen ingin kembali menolak, ucapannya sudah terhenti karna sosok tersebut kembali berucap.
"Hanya 10 menit, tidak bisakah? Aku benar-benar baru bisa tertidur." Ucapnya lagi.
"...." Gwen menghembuskan nafasnya lagi, sebelum ahkirnya memilih diam dengan posisinya saat ini. Ia berada di dalam pelukan Arga, pelukan pria yang mungkin ia rindukan selama 2 tahun ini.
"Ayah sudah bangun tadi." Ucap Arga kembali, mengatakan bahwa Raka sudah sadar.
"Sudah bangun? Ayah?" Tanya Gwen lagi, memastikan apa yang baru saja ia dengar sebelumnya.
"Hem, sekitar jam 5 pagi dan kembali tidur karna masih terlalu pagi." Jawab Arga lagi.
"...." Gwen hanya diam saat mendengar ucapan Arga sebelumnya, ia bersyukur Ayahnya sudah bangun. Setelah ini ia mungkin akan bertanya pada Ayahnya, sebenarnya apa yang terjadi hingga kondisi Ayahnya seperti ini.
Jika memang ada kaitannya dengan Anissa, ia pastikan tidak akan membebaskan perempuan itu.
Sementara Arga, pria itu tidak tertidur. Ia hanya menutup matanya dari sebelum Gwen bangun dari tidurnya. Jujur ia mengantuk sebelumnya, tapi banyak hal yang ada dipikirannya saat ini. Mendapat kabar dari Arden, mendengar cerita Raka saat pria itu bangun, semuanya menjadi pikiran bagi Arga.
Ia tidak meyangka, begitu banyak masalah dalam kehidupan keluarga Gwen. Percayalah, Arga tidak akan mampu hidup jika menjadi Gwen. Kehilangan keluarganya, melihat bagaimana Bundanya meninggal, hidup bersama oranglain yang tidak ia suka, dan masih banyak penderitaan secara mental yang di alami Gwen.
Bagaimana perempuan yang ada di dalam pelukannya ini bisa hidup sampai di detik ini? Bagaimana cara Gwen bisa bertahan hingga saat ini?
"Ayah sudah bangun?" Arga pria itu baru saja meninggalkan Raka sebentar ke toilet dan saat ia keluar dirinya sudah melihat Raka yang sudah membuka matanya dengan arah pandang kearah Gwen yang kini masih tertidur.
"Kapan kalian sampai?" Bukan menjawab, Raka kembali bertanya tanpa memutar kepalanya untuk melihat kearah Raka.
"Kemarin siang Yah." Jawab Arga.
"...." Raka tersenyum tipis, ia tahu menantunya mendatangi Gwen karna Arga mengubunginya terlebih dahulu. Meminta izin padanya untuk menemui Gwen dan ia menijinkan. Karna cepat atau lambat, keduanya harus kembali bertemu.
"Arga akan panggikan dokter untuk periksa keadaan Ayah, tunggulah." Ucap Arga saat pria itu ingin memutar tubuhnya, namun Raka menghentikan pergerakan Arga.
"Tidak perlu, nanti saja. Kalau dokter datang, pasti Gwen akan terbangun." Ucap Raka sebelum memutar kepalanya untuk melihat kearah Arga.
"Tapi Ayah, A__."
"Tidak perlu Arga, Ayah baik-baik saja. Kamu tidak perlu memanggilkan dokter untuk Ayah." Arga menyetujui permintaan Raka, sebelum berjalan ke arah Raka.
"Kalau begitu Ayah lebih baik istirahat lagi, ini masih terlalu pagi." Ucap Arga yang melihat jam masih menunjukkan jam 5 pagi.
"Duduklah sini, ada yang ingin Ayah bicarakan sama kamu." Ucap Raka menunjukkan kursi di samping kasurnya.
"...."
"Kamu pasti sudah mendengar dari dokter." Tanya Raka saat Arga sudah duduk di kursi yang ada di samping kasurnya.
"...." Arga masih diam, pria itu hanya menatap Ayah mertuanya.
"Umur Ayah tidak akan lama lagi, kamu pasti sudah mendengar dari dokter bukan? Ayah bisa saja meninggal kapan saja."
"...." Arga masih memilih untuk diam. Ia mendengarnya kemarin malam saat dokter memintanya untuk datang ke ruangannya dan beliau menjelaskan semua hal yang tidak pernah bisa Arga pikirkan sebelumnya.
Penyakit Raka bukanlah serangan jantung, tapi kanker paru-paru jenis kanker yang sulit disembuhkan dan Raka salah satu orang yang sulit disembuhkan. Dengan jenis karsinoma paru sel kecil (SCLC).
Arga tidak bisa pikir bagaimana Raka bisa menyembunyikan penyakitnya? Bagaimana Raka memilih tidak melanjutkan pengobatannya selama hampir satu tahun ini? Bagaimana Raka memilih menyerah untuk sembuh?
"Ayah titip Gwen sama kamu. Ayah membiarkan kamu bertemu dengannya kembali karna Ayah yakin kamu bisa menjaganya."
"Ayah akan baik-baik saja, ja__."
"Dokter mengatakan hal sebaliknya, kamu mendengarnya sendiri Arga. Tidak ada harapan apapun, untuk hidup Ayah."
"Gwen?"
"Hem?"
"Aku berharap kamu tidak akan pergi lagi." Ucap Arga dengan mata yang masih ia tutup dengan rapat.
"Heh?" Gwen menatap Arga, sebelum ahkirnya pria itu membuka matanya yang membuat keduanya saling menatap.
"Aku membutuhkan kamu dan aku__mencintai kamu." Ucap Arga dengan suara yang pelan, namun terlihat tulus. Sedangkan Gwen, perempuan itu sedang mencoba menenangkan irama jantungnya yang sudah berdetak sangat kencang.
....
Rabu, 04 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Say Goodbye (END)
ChickLitGwen, ia ingin mendapatkan kebahagiaannya. Apakah salah jika ia ingin mendapatkannya? Apa salah kalau Gwen harus menyakiti banyak orang demi kebahagiaannya? Kalau ia, maka ingatkan Gwen untuk berhenti walaupun kemungkinan dirinya berhenti hanya seti...