5

1.5K 151 3
                                    

Gwen membuka pintu kamarnya, dengan rambut yang berantakan, serta mata yang masih belum terbuka dengan lebar.

"Pagi Mbak?"

"..." Gwen menghentikan langkahnya, terdiam sejenak untuk mengaktifkan pikirannya. Gwen belum terbiasa, ya dirinya belum tinggal di apartemen ini dalam hitungan duapuluh empat jam.

"Mbak butuh sesuatu? Apa ada yang tidak nyaman dengan tubuh Mbak?" Iyem, perempuan itu menatap Gwen dengan tatapan khawatir. Wajah putih yang kemarin di lihat Iyem, kini terlihat sedikit pucat_bibir yang memudar dengan wajah yang terlihat pucat.

Gwen membuka matanya, menatap Iyem sebelum berkata " aku tidak pa-pa."

Gwen tersenyum tipis sebelum berjalan melewati Iyem menuju ruang tamu sebelum menyandarkan tubuhnya pada sofa putih yang menghadap televisi di depannya. Gwen kembali memejamkan matanya, meletakan tangannya di atas kepalanya.

'Ada apa denganku?' Gwen kira Iyem hanya asal bicara, tapi ternyata tidak. Suhu tubuhnya cukup hangat, kenapa dirinya bisa sebego ini_pikir Gwen.

Iyem menatap aktivitas Gwen, sebelum berjalan menuju dapur untuk membuatkan Gwen sarapan dan melakukan satu tugas yang mungkin harus ia lakukan.

Detik menjadi menit, menit menjadi jam, suara langkah kaki mulai terdengar di dalam apartemen tersebut.

"Apa dia belum bangun juga?" Arga, pria itu berjalan dengan santai dengan stelan pakaian kantor yang melekat menutupi tubuhnya.

"Belum mas, mbak Gwen masih tidur di ruang tv." Jawab Iyem.

"Sudah kamu bangunkan?" Tanya Arga lagi.

"Sudah mas, tapi mbaknya hanya menigau terus saya jadi gak enak kalau mau bangunkan." Jawab Iyem menjelaskan keadaan Gwen.

"Sudah lama dia tertidur?"

"Dari pagi mas."

Arga mengangkat salah stau tangannya, melihat jam berwarna coklat yang melekat dipergelangan tangannya. 'Apa yang dia lakukan? Ini sudah siang.'

"Harusnya kamu bangunkan, ini sudah jam satu siang." Ucap Arga sebelum berjalan meninggalkan Iyem yang melangkah dengan pelan di belakang Arga.

Arga menghentikan langkahnya, ya perempuan yang baru menjadi istrinya itu tertidur dengan nyenyak mungkin di atas sofa dengan tangannya yang menjadi bantal untuk kepelanya. Arga kembali melangkah, sebelum duduk di atas meja sofa tersebut agar dapat melihat dengan jelas Gwen yang kini sedang ia lihat.

"Hei, bangunlah. Apa kamu tidak lapar?"

"..."

"Gwen, bangunlah! Setidaknya makan dulu makanan kamu baru tidur lagi, Gwen!" Ucap Arga dengan tangan yang berada di udara ingin memebrikan sedikit guncangan di lengan Gwen.

"Mama,,, Gwen kangen,,," Arga menghentikan tangannya di udara, menatap wajah Gwen, meresapi kata yang keluar dari mulut Gwen.

Ini bukan yang pertama bagi Arga, pria itu pernah mendengar lirihan Gwen dengan keadaan yang sama namun kali ini ada yang lebih berbeda. Arga tidak berani mengulurkan tangannya untuk memberikan Gwen pelukan ataupun tepukan lembut agar Gwen merasa nyaman, ada yang menghalangi aktivitas tersebut.

"Mas, apa makananya mau saya panaskan?" Tanya Iyem disela kediaman Arga.

"Tunggu saja sampai dia bangun." Ucap Arga sebelum dianggukan oleh Iyem diiringin dengan kepergiannya meninggalkan kedua majikannya.

"Huff,," Arga menatap Gwen, kini yang ada dipikirannya adalah saat Gwen bangun maka tubuhnya akan merasa tidak nyaman.

Arga berdiri dari posisi duduknya, membuka jas yang melekat ditubuhnya menunjukkan kemeja putih yang sengaja ia gulung sebagian dari lengan bajunya. Arga menundukan sedikit tubuhnya, menyelipkan tanganya disela-sela tubuh Gwen dengan sofa putih tersebut dan dalam hitungan detik kini tubuh Gwen telah berada di udara. Arga menggendongnya, memutuskan memindahkan Gwen ke dalam kamar Gwen.

"Perlu saya bantu Mas?" Tanya Iyem yang melihat Arga cukup kesulitan untuk membuka pintu kamar Gwen.

"Tolong." Ucap Arga dan dianggukan oleh Iyem.

Iyem membuka pintu kamar Gwen dengan lebar, sebelum berjalan lebih dulu mendahului majikannya, menyikapi selimut Gwen agar Arga bisa meletakan Gwen di atas kasur dan menyelimuti Gwen.

"Ambilkan air sekalian handuk kecil." Ucap Arga dan dianggukan oleh Iyem.

Tidak lama Iyem kembali dengan barang barang yang Arga minta sebelumnya, Iyem meletakan di atas meja kecil dekat lampu tidur yang ada di samping kasur Gwen dan undur pamit tidak ingin lama-lama berada di kamar istri majikannya tersebut.

Arga mendudukan dirinya di pinggir kasur milik Gwen, menatap Gwen sebentar sebelum mencelupkan handuk yang kini ada di tangannya di dalam baskom putih yang berisi air. Arga mengangkat tangannya di udara, memutar handuk tersebut sebelum meletakan handuk tersebut di atas kening Gwen.

Wajahnya sangat pucat begitu juga bibirnya, tubuhnya hangat, sampai saat ini belum juga bangun. Info yang di dapat oleh Iyem saat dirinya baru saja masuk ke dalam ruang rapat yang tidak bisa ia tinggali.

Arga tidak bisa menampis, awalnya ia terlihat santai, namun kini dirinya sedikit khawatir. Gwen, perempuan itu memiliki sesuatu yang menarik Arga untuk tetap memiliki rasa khawatir padanya. Walaupun Arga ingin mengabaikannya, namun kakinya tetap melangkah untuk melihat keadaan Gwen.

Arga melakukannya dalam diam, mencelupkan handuk berkali kali di dalam air dan kembali meletakannya di atas kening Gwen. Arga merasa seperti tersihir, dirinya tidak bisa pergi sebelum melihat Gwen menunjukkan kalau dirinya akan bangun bahkan sampai saat ini dirinya masih di posisi yang sama.

Suara deringan ponsel mulai terdengar, membuat Arga langusng mencari dimana arah suara deringan tersebut. Bukan suara ponselnya, sudah dipastikan suara tersebut berasal dari ponsel milik Gwen.

Arga berdiri, berjalan mengikuti suara tersebut. Arga menggelengkan kepalanya saat melihat dimana Gwen meletakan ponselnya, di kamar mandi. Arga sempat berpikir bagaimana bisa perempuan itu selalu melupakan benda-benda yang selalu menemaninya hampir setiap saat.

"Kebiasaanya selalu saja sama." Lirih Arga sebelum meraih ponsel berwarna gold tersebut dan melihat layar ponsel yang menunjukkan nama seseorang di sana.

Arga keluar drai kamar mandi, berjalan melihat kearah Gwen sebelum memutuskan keluar dari kamar Gwen dengan ponsel yang masih berada di tangan Arga dengan deringan yang masih terdengar.

"Kenapa lama sekali kamu angkat telpon aku?"

"..." Arga hanya diam, dirinya belum ingin memberikan jawaban untuk pria yang menelepon Gwen saat ini.

"Apa kita tidak bisa bertemu sekarang? Sepertinya aku akan sangat merindukan kamu kalau harus menunggu kamu masuk kerja. Apa kamu tidak bisa mengatakan kamu ada dimana saat ini Gwen?"

"..." Arga masih memilih diam, namun dengan tangan yang sudah mengepal menggambarkan suasana hatinya saat ini.

"Gwen apa kamu masih di sana? Gwen?"

Arga menjauhkan ponsel Gwen dan tanpa menunggu lama memilih meletakan jari tangannya pada pola berwarna merah hingga ahkirnya sambungan tersebut terputus. Arga tidak pernah memiliki pikiran untuk membuka ponsel seseorang, namun kali ini dirinya ingin membuka daftar telpon Gwen dan melihat betapa dekatnya Gwen dengan pria yang bernama Zion tersebut.

"Tengah malam? Saling menelepon? Sepertinya keduanya sangat dekat." Respon Arga begitu datar, tangannya terus bergerak untuk memunculkan berapa sering Zion menelepon Gwen.

"..."

"Bahkan sebelum mendektaiku kamu memiliki pria lain yang sering menelponmu. Sebenarnya apa mau kamu Gwen? Apa tujuan kamu?" Arga merasa dirinya benar benar dipermainkan, bukan dengan tanpa alasan.

Terlihat dengan jelas Gwen dan Zion saling berhubungan, keduanya saling menelepon bahkan sampai hari berganti. Arga bisa mengerti jika keduanya berhubungan jika Gwen belum mengenal dirinya, tapi dengan jelas keduanya masih sering berhubungan walaupun Gwen telah mengenalnya bahkan sampai keduanya menikah mereka masih berhubungan.

...

"Aku ingin semuanya cepat berahkir, aku ingin kembali pada mu Bunda...."

Kamis, 12 Desember 2019

Don't Say Goodbye (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang