17

2K 177 26
                                    

"Kamu gak pulang?" Rika menatap Gwen yang kini berdiri di hadapannya dengan pakaian yang sangat minim yang hampir memperlihatkan bagian yang harusnya tidak di perlihatkan.

Gwen yang dulu telah kembali, Gwen yang lama kembali muncul dengan tujuan menutupi luka yang baru. Rika tahu, pada ahkirnya Gwen akan kembali, pada dirinya yang mencoba untuk menutupi kelemahannya dengan cara yang sama. Memasang topeng dengan begitu apik, dengan harapan semua orang tidak akan memandang dirinya dengan pandangan menyedihkan.

"Apa aku harus pulang?" Gwen duduk di kursi kayu, menyilangkan kakinya, sebelum mendaratkan tangannya di atas meja bar yang panjang. Pikirannya benar benar kacau, sangat kacau.

"Hem." Rika menggunakan kepalanya, "pulanglah. Selesaikan semuanya dengan benar, jangan biarkan kamu menderita lagi. Ayah kamu mencari kamu Gwen, sudha cukup selama seminggu ini kamu lari."

Gwen menarik bibirnya tipis, sebelum menghembuskan nafasnya dengan berat. "Kalau aku melupakan penderitaan ini dan memutuskan untuk pulang, maka aku akan kalah Rik. Kalau aku mencoba untuk berdamai dengan keadaan ini, maka aku akan terlihat sangat menyedihkan di depan mereka. Penderitaan ini, aku ingin menahannya. Aku ingin menahannya selama mungkin."

"Gwen?"

"Kalau aku melupakannya, maka aku akan menjadi orang yang jahat. Aku melupakan penderitaan Bunda, begitu juga anak aku." Ucap Gwen dengan mengingat dua perempuan yang pergi meninggalkan dirinya sendiri.

"Mereka tidak akan senang melihat kamu yang begini Gwen, sadarlah? Kehidupan kamu masih panjang. Apa kamu akan tetap seperti ini? Dengan kamu yang seperti kamu lebih terlihat menyedihkan Gwen. Kamu terlihat seperti orang bodoh yang menahan segala penderitaan yang tidak berhak kamu tanggung. Sadarlah." Rika, ia sudah gerah melihat Gwen yang seperti ini. Sudah cukup selama seminggu ini Gwen habiskan hanya di club dan hotel. Sudah cukup Gwen menyiksa dirinya.

"Siapa yang tahu mereka tidak senang melihat aku seperti ini? Setiap detik, bayangan mereka ada di benakku. Membayangkan kesedihan yang Bunda alami dulu, membayangkan betapa menderitanya anak aku yang bahkan belum lahir, hal itu membuat aku lebih ingin menderita. Hampir setiap detik mereka menghampiri aku, bahkan aku takut untuk tidur Rik. Aku takut melihat mereka yang menunjukan wajah sedih."

Rika terdiam, ia dapat melihat dengan jelas air mata yang kembali Gwen keluarkan dengan kedua matanya walaupun keadaan ruangan yang cukup gelap.

"Mereka sudah bahagia Gwen."

"Lalu kenapa mereka Menghampiri aku? Kenapa aku bisa merasakan kalau mereka terlihat sama seperti aku, menyedihkan."

"Gwen?" Rika turun dari kursinya, tanpa perlu kalimat yang panjang Rika membawa Gwen kedalam pelukannya. "Mereka sedih melihat kamu yang kaya gini. Bunda sama anak kami sedih karna melihat kesedihan kamu."

"...."Tangisan itu semakin kencang, suara yang ia tahan dengan rapat agar tidak keluar dari mulutnya kini berhasil keluar tanpa ia sadari.

"Lepaskan segalanya Gwen, lepaskan biarkan mereka pergi dengan tenang, dan aku yakin setelah itu kamu tidak akan mengalami hal ini. Mereka akan tersenyum, mereka akan memberikan senyuman yang begitu indah sama kamu bukan ekspresi menyedihkan." Ucap Rika dengan tangan yang menepuk pelan punggung Gwen.

"Kalau aku melepaskannya, aku tidak akan tahu bagaimana caranya bernafas Rik. Selama ini aku hidup untuk mereka, selama ini aku bernafas untuk mereka, semua untuk mereka. Lalu bagaimana caranya aku melepaskannya? Semuanya akan terasa menyesakkan." Lirih Gwen pelan dengan mata yang tertutup serta air mata yang tidak berhenti.

"Aku akan memeluk kamu, aku akan membantumu. Rasa sesak itu, aku akan bantu kamu agar bisa bernafas dengan nayaman. Aku akan membantu kamu agar melupakan semua kenangan yang begitu menyedihkan, maka dari itu tetaplah kuat dan berusahalah percaya pada diri kamu kalau kamu mampu bahagia."

"Ini menyakitkan Rik, sangat. Aku sudah cukup lelah, tapi kenapa Tuhan tidak membiarkan rasa sakit ini berhenti. Kenapa saat aku ingin mulai segalanya dari awal, rasa menyakitkan ini kembali. Aku tidak bisa lagi menahannya Rik, aku sudah sangat lelah." Dengan suara pelan Gwen mengungkapkan perasaannya.

"Kamu pasti bisa menjalani hari tanpa menyakitkan, lepaskan semuanya Gwen."

"...." Gwen hanya mampu menangis, berfikir bagaimana ia bisa menjalani hidupnya lagi?

....

Gwen menghembuskan nafasnya dengan berat, ia kembali menginjakan kakinya di gedung apartemen yang baru beberapa bulan ia tinggali namun memiliki banyak kenangan yang membuat dirinya sesak. Seakan semua oksigen menipis, membuat dirinya tidak bisa bernafas dengan baik.

"Sampai kapan kamu lari?" Rika menatap Gwen, sedangkan Gwen menatap gedung apartemen yang pernah ia tempati.

"...."

"Selesaikan segalanya Gwen, jika kalian harus berpisah ataupun melanjutkan hubungan kalian itu keputusan kalian." Ucap Rika, ia memutuskan mengantarakan Gwen kembali ke apartemen bukan hotel yang ditempati Gwen beberapa hari yang lalu.

"Permasalahan ini begitu rumit, sangat rumit."

"Gwen?"

"Aku turun, terimakasih sudah mengantarkan aku." Ucap Gwen sebelum keluar dari mobil dengan cepat dan melangkah masuk ke dalam gedung mewah yang bertingkat.

"Mbak Gwen?" Baru saja Gwen ingin membuka pintu apartemen tersebut, seorang perempuan sudah lebih dulu muncul di depannya membuka pintu dengan raut wajah yang tidak bisa Gwen baca.

"Ngapain kamu masih disini?" Gwen menatap Iyem dengan tatapan penasaran, yang Gwen tahu selama ia tinggal di apartemen ini Iyem tidak akan pernah menginap disini ataupun pulang subuh hari.

"Saya ma_."

"Saya sedikit kedinginan, bisa kamu kasih saya jalan dulu agar saya bisa masuk." Iyem menatap Gwen, Gwen hanya menggunakan mini dress yang dilapisi jaket berwarna coklat.

"Masuk Mbak." Ucap Iyem setelah memundurkan langkahnya membiarkan istri majikannya masuk ke dalam.

"Kamu kenapa masih di sini Iyem? Tumben kam_." Gwen terdiam dengan tubuh yang masih menunduk melepaskan sepasang sepatunya, suara yang ia kenal kini terdengar dengan jelas di pendengarannya. Jika ia tidak salah dalam mendengar, itu suara perempuan.

"Aku pulang Arga, jangan terlalu memikirkanya."

"Bagaimana aku tidak memikirkannya Nek, ak_."

"Jangan pikirkan aku, silahkan lanjutkan pembicaraan kalian." Gwen menatap dengan tatapan santai, walaupun dirinya terkejut dengan apa yang ia lihat dengan kedua matanya.

Gwen menatap sekilas pada Iyem yang hanya mampu menundukan kepalanya, ia merasa bersalah. Sebelum ahkirnya Gwen melangkah masuk melewati dua orang yang juga terkejut melihat kedatangan Gwen.

"Gwen?" Nelly, perempuan itu memanggil Gwen dengan lembut namun tidak mampu menghentikan langkah Gwen untuk berhenti ataupun berpaling untuk melihat kearah belakang dirinya.

Gwen terus berjalan, masuk ke dalam kamarnya. Ia berusaha tidak memperdulikan Nelly ataupun Arga. Sementara Arga dan Nelly terdiam dengan kikuk, mereka canggung sangat canggung.

"Kamu pulanglah."

"Tap_."

"Pulanglah, ada yang harus aku bicarakan sama Gwen."

"Ar, ak_."

Arga melewatinya, meninggalkan Nelly yang tanpa sadar membuka mulutnya sedikit. Ia terkejut dengan perubahan sikap Arga yang sangat drastis.

....

Rabu 01 April 2020

Don't Say Goodbye (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang