"Gwen?" Gwen terlihat kosong menatap kearah jendela kaca dengan bibir yang terlihat begetar bahkan matanya terlihat sangat sembab namun tidak ada air mata lagi di pipi Gwen persis saat Rika mendapati Gwen yang terbaring di atas lantai dengan rintihan yang begi meyedihkan ataupun tangaisan seperti Gwen menelepon dirinya.
"...."
"Gue sudah telpon orangtua lo, mereka sedang dalam perjalanan ke sini." Lagi dan lagi Gwen mengabaikan kalimat yang keluar dari bibir Rika.
"...." Rika menatap Gwen yang menaikkan tangannya di perutnya yang masih terasa sakit. Kini bukan hanya rasa sakit secara fisik yang Gwen rasakan, namun kini rasa sakit itu sudah menyelimuti dirinya dengan kesedihan yang sangat luar biasa.
"Apa Gwen su_?" Zion, pria yang baru saja bertemu dengan dokter yang menangani Gwen terdiam dengan tangan yang masih berdiam diri di pintu kamar yang terbuka dengan cukup lebar.
"Gue keluar dulu." Pamit Rika yang mengerti kalau Zion ingin bicara bersama Gwen hanya berdua. Rika beranjak dari samping kasur Gwen berjalan menuju pintu yang masih ada Zion di sana. "Gwen masih tetap memilih diam, gue harap lo gak maksa dia buat bicara Zi." Ucap Rika sebelum pergi dengan Zion yang melangkah mendekat pada Gwen.
Zion melangkah semakin mendekat, memutari kasur Gwen agar dapat melihat wajah Gwen yang menghadap kearah jendela kaca transparan.
"...." Baik Zion maupun Gwen masih diam, hingga ahkirnya Gwen menatap kearah Zion dan tanpa Gwen bisa tahan lagi kini air matanya kembali menetes dengan bibir dan pundak yang semakin bergetar menahan agar isakkannya.
Zion merentangkan tangannya di udara sebelum membawa Gwen ke dalam pelukannya dengan tangan kanan yang memberikan tepukan pelan dengan harapan Gwen akan merasa lebih tenang.
"Tidak masalah Gwen, kamu tidak salah." Hanya satu kalimat, Gwen sadar kalau dirinya benar-benar lemah. Hanya satu kalimat kini dirinya sudah menangis dengan kencang dengan rasa putus asa yang dari tadi menyelimuti dirinya. Ia putus asa dengan mimpinya, ia putus asa kehilangan sosok yang menjadi tujuan hidupnya yang baru.
"Bagimana bisa,,,," Lirihan pelan dengan isakkan tangisan Gwen mulai terdengar dan tanpa Zion sadari kini ia memberikan pelukan yang lebih kuat.
"Ini bukan salah kamu, kamu sudah menjaganya dengan baik Gwen. Ini bukan salah kamu." Ucap Zion dengan mencoba setenang mungkin.
"Aaaaa,,,," Gwen merasa sangat sesak, ia ingin marah, ia ingin memaki, ia ingin melampiaskan semua rasa yang menyakitkan ini namun ia hanya mampu berteriak dengan tangan yang sesekali memukul dadanya yang terasa sangat sesak. Ia hancur, sehancur-hancurnya.
"Ini bukan salah kamu. Tenanglah Gwen." Lagi dan lagi hanya kalimat yang sama yang mampu Zion ucapkan dan tanpa Zion sadari, kini ia sudah menangis mendengar teriakan dan isahkan dari Gwen.
"Bagaimana bisa aku kehilangan dia? Bagaimana bisa aku kehilangan anak aku, Zi?" Tanya Gwen pelan.
"Gwen?" Zion melepaskan pelukannya, meletakan kedua tangannya di pundak Gwen menahan perempuan itu agar tetap dalam posisi duduk melihat kearahnya.
"Bagimana aku kehilangan dia? Bagaimana bisa aku tidak menjaganya dengan baik?" Tanya Gwen lagi yang kini menatap Zion dengan pandangan yang tidak bis Zion jelaskan, siappaun yang melihat Gwen saat ini akan ikut menangis dalam kesedihan Gwen.
"Gwen?" Panggil Zion lagi dengan tangan yang kini menghapus jejeak air mata milik Gwen.
"Aku gak akan bisa bertahan tanpa anak aku Zi, aku lemah tanpa anak aku. aku ingin dia kembali Zi, kembalikan anak aku Zi. Aku ingin anak aku!" Gwen menepis kuat tangan Zion, menatap Zion dengan tatapan yang berubah menjadi marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Say Goodbye (END)
Genç Kız EdebiyatıGwen, ia ingin mendapatkan kebahagiaannya. Apakah salah jika ia ingin mendapatkannya? Apa salah kalau Gwen harus menyakiti banyak orang demi kebahagiaannya? Kalau ia, maka ingatkan Gwen untuk berhenti walaupun kemungkinan dirinya berhenti hanya seti...