8

1.5K 133 4
                                    

"Gak takut di cari suami Gwen?" Gwen menatap Rika dengan pandangan malas, membahas Arga mengingatkan Gwen dengan apa yang ia lihat di kediaman orangtuanya.

'Tidak akan kubiarkan! Aku sudah sampai di titik ini, aku tidak akan pernah menyerah! Tidak akan.' Gwen menyatuhkan semua jari jarinya, menandakan ia sangat bertekad dengan keinginananya yang satu ini.

"Gwen?" Panggil Rika lagi dengan tangan yang menepuk pelan pundak Gwen.

"Dia gak akan cari gue Ka, dia sibuk memadu kasih dengan adik gue." Jawab Gwen sebelum mengambil gelas kaca dengan cairan berwarna kuning didalamnya.

"Gila lo." Ucap Rika sebelum menyandarkan punggungnya di sandaran sofa berwarna merah terang dengan tangan yang di lipat sambil menatap Gwen dengan tidak percaya. Bukan gila, tapi Gwen sudah tidak memiliki otak lagi_pikir Rika.

"Semua orang pandang gue dengan pandangan yang sama Rik, jadi jangan pandang gue seperti itu juga. Lo satu-satunya yang tahu bagaimana gue bisa menjadi orang yang seperti ini Rik." Rika menghembuskan nafasnya dengan kasar, memajukan dirinya mendekat kearah Gwen.

"Gue ngerti, gue paham kenapa lo kaya gini Gwen. Tapi yang gak bisa gue pahami kenapa lo malah nyakiti diri lo sendiri? Lo yang buat diri lo harus hidup dengan kesakitan yang tidak akan berkesudahan." Lirih Rika pelan, menatap Gwen yang juga menatap kearah Rika.

"Karna dengan menyakiti diri sendiri, gua akan paham bagaimana rasanya di sakiti." Jawaban Gwen membuat Rika kembali memundurkan punggungnya, menatap matanya sebelum kembali membuka matanya.

Gwen yang ia kenal memang keras kepala, tapi Gwen yang ia kenal tidak akan melakukan sesuatu di luar kemampuannya. Tapi yang ada di pikiran Rika saat ini, Gwen tidak akan mampu menghadapinya. Mungkin sekarang ia mampu, tapi kedepannya? Banyak hal yang tidak bisa di kendalikan dengan amarah dna juga benci, banyak hal yang tidak akan bisa diatasi dengan sifat keras kepala Gwen.

"Gwen?" Panggil Rika lagi, ini untuk terahkir kalinya Rika akan mengatakannya.

"Banyak hal yang gak akan bisa lo pahami dengan melihat ataupun mendengar Rik, lo harus merasakannya terlebih dahulu." Gwen menjawab panggilan Rika dengan pelan, namun memiliki makna yang cukup mendalam.

"Lalu bagaimana dengan Zion?" Inilah pertanyaan yang cukup sensitif bagi Gwen.

"Rik?" Kali ini Gwen memanggil nama Rika, pertanyaan Rika terkesan melenceng di telinga Gwen.

"Pria itu juga akan merasakan luka, bagaimana kalau dia tahu kalau lo sudah menikah Gwen? Bagaimana kalau dia tahu kalau lo hamil di luar nikah? Dia akan lebih terluka, dia akan merasa terluka Gwen." Tanya Rika menghiraukan panggilan Gwen.

"Maka dari itu gue harus menjauh darinya, mulai sekarang."

Rika menggelengkan kepalanya tidak percaya, keputusan yang diambil Gwen adalah keputusan yang sangat berat menurut Rika. Gwen hanya memiliki dua orang yang ingin dia lindungi yang pertama Rika dan kedua Zion, pria yang datang untuk memberikan sandaran bagi Gwen.

"Jadi keputusan lo sudah bulat? Lo akan keluar dari perusahaan?"

"Ya, mungkin sebulan lagi gue akan keluar." Jawab Gwen singkat.

"Jadi gimana rencana lo selanjutnya? Tunggu anak kalian lahir ata__."

"Terlalu lama, gue gak tahu kapan tapi secepatnya gue akan menjalankan rencana selanjutnya." Jawab Gwen cepat.

"Hem, gue harap lo gak akan terluka lebih dalam Gwen. Saat semuanya selesai, pintu rumah gue terbuka lebar untuk lo." Ucap Rika dan di jawab dengan sneyuman tipis oleh Gwen.

Gwen menyilangkan kakinya, mengangkat kakinya di atas kakinya yang lain. Menatap gelas yang ada di tangannya sebelum menekuk isi gelas tersebut sampai habis.

"Kebisaan lo berubah drastis ya?"

"Maksudnya?"

"Orang kalau datang ke club pesan minuman berakohol. Vodka, Whiskey, Tequila, atau Liqueurs nah lo datang jauh jauh minumnya jus jeruk." Ucap Rika mengubah suasana pembicaraan mereka, Rika hanya bercanda. Rika tahu sejak bayi tersebut ada tumbuh di tubuh Gwen, Gwen mengubah total kebiasaan hidupnya.

Dugem? Tidak pernah Gwen lewati kalau dirinya tidak bersama Arga, Gwen selalu hadir dalam setiap malam.

Akohol? Minuman sehari-seharinya Gwen, walaupun hanya sebotol bir Gwen tetap harus meminumnya setiap hari.

Tapi kebiasan itu hilang begitu saja sejak Gwen tahu dirinya mengandung, jujur Rika bahagia dengan perubahan yang Gwen pilih. Walaupun dirinya sebelas duabelas dengan Gwen, tapi apa salah kalau orang yang sebelas duabelas ini ingin temannya berubah?

Keadaan keduanya berbeda, Rika memang terbiasa untuk ke club tapi hanya untuk sekedar minum satu atau dua gelas tanpa mabuk. Tapi Gwen, dirinya tidak mengenal batas. Dugem dan akohol seperti dirinya Gwen, terlalu menempel hingga sulit dipisahkan. Keduanya besar bersama.

"Gue sadar diri, gue gak sendiri di sini, ada orang lain yang berjuang ingin hidup bersama gue." Tangan kanan Gwen terulur kepada perutnya, ada sosok yang ia tunggu di sini, sosok yang mungkin akan membuat dirinya memiliki alasan untuk hidup walaupun dengan cara yang salah.

"Pulang gih sana." Ucap Rika tiba-tiba setelah melihat jarum jam tangannya menunjuk angka tertentu.

"Lo ngusir gue?" Tanya Gwen dan di jawab dengan gelengan oleh Rika.

"Zion, dia mau datang kesini." Jawab Rika setelah menggelengkan kepalanya pelan.

"Hem?" Gwen mengerutkan keningnya, tumben keduanya bertemu.

"Menurut lo ngapai gue datang ke club padahal hari ini hari sabtu? Anak gue di rumah merengek, tapi gue mau bilang apa? Zion mintanya ketemu di sini." Jawab Rika, dirinya sedikit kesal jika harus terjebak diantara Zion dan Gwen.

"Ya sudah gue pulang, jangan pagi-pagi lo pulang kasian Moci kelaparan di rumah emaknya asyik di club. Makanya cari suami yang bisa ngurus anak lo Rik, kasian anak lo tinggal." Ucap Gwen sebelum berdiri dari posisi duduknya.

"Sorry Gwen, anak gue mah kalau di kasih makanan langsung diam. Anak gue gak perlu teman ataupun bapak, die cuma butuh makanan dengan segala mainannya." Ucap Rika dengan mengingat anak kucing yang baru ia asuh beberapa hari yang lalu.

"Bukan karna lo gak punya pacarkan Rik?" Tanya Gwen dengan senyum tipis, temannya belum bisa move on.

"Salah satu alasannya. Sudah gih pergi." Ucap Rika dan dianggukan oleh Gwen.

"Jangan kangen lo kalau gue pergi." Ucap Gwen sebelum memutar tubuhnya meninggalkan Rika yang masih diam mengamati punggung Gwen yang semakin menjauh.

'Kenapa lo harus milih hidup menderita Gwen?' Rasanya begitu menyesahkan melihat bagaimana sahabatnya harus hidup dengan zona bahaya setiap harinya. Dikelilingi dengan emosi dan kegelapan.

Gwen perempuan itu meninggalkan Club, masuk ke dalam mobilnya yang terpakir di pakiran sebelum melajukan kendaraannya menerobos kegelapan malam yang sebentar lagi akan berganti menjadi pagi. Hanya butuh seperkian menit, maka kegelapan malam akan menjadi kegelapan subuh.

Gwen menurunkan jendela kaca mobilnya, membiarkan angin mengembus wajahnya. Terkadang Gwen berpikir ia sangat cocok dengan malam, malam yang identik dengan kegelapan, sunyi, dan sepi.

Suci, murni, putih, cerah? Arti namanya sangat berbeda dengan kehidupan yang ia jalani.

...

Jumat 20 Desember 2019

Don't Say Goodbye (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang