21

1.7K 155 4
                                    

"Gwen?" Gwen yang awalnya menatap deretan angka di layar laptopnya, kini berganti menatap perempuan yang baru saja memanggil namanya.

"Ya, Mbak?" Tanya Gwen yang kini sudah menatap Sara yang berdiri di hadapannya.

"Boleh tolong Mbak antarkan ini ke kamar nomor 20, yang paling ujung sebelah kanan." Sara melirik sekilas handuk yang ada ditangannya dengan wajah merasa bersalah karna menggangu pekerjaan Gwen.

"Kamar 20?" Tanya Gwen dengan kening yang ia kerutkan.

"Ia, tadi orangnya menelepon ke sini katanya minta handuk bersih. Mbak mau antar, tapi Kania tidak mau ditinggal." Ucap Sara sambil melirik anak kecil yang kini menatap Sara dari jarak yang cukup jauh. Anak tersebut terlihat masih menangis.

"Memang ke mana Mas Ujang, Mbak?" Tanya Gwen yang berdiri dari posisi duduknya, meletakan laptopnya di atas meja yang ada di sampingnya.

"Ngantar tamu ke kamarnya." Jawab Sara.

"Aa, baiklah Mbak. Gwen akan mengantarnya." Ucap Gwen yang kini mengulurkan tangannya agar Sara memberikan handuk berwarna putih yang sudah dilipat dengan rapi.

"Maaf ya, Mbak jadi merepotkan kamu." Ucap Sara sambil memberikan handuk tersebut pada Gwen.

"Santai kali Mbak, Gwen juga bekerja disini lo Mbak." Ucap Gwen yang sudah memeluk handuk tersebut.

"Tapi ini bukan tugas kamu. Mbak jadi gak enak sama kamu." Ucap Sara lagi yang membuat Gwen tertawa pelan sebelum menarik bibirnya tulus.

"Gak pa-pa kok Mbak, lagian Gwen sumpek liat angka mulu. Sekalian jalan-jalan sebentarlah." Jawab Gwen yang memang dirinya sudah sumpek melihat deretan angka di layar laptopnya. "Ini diantar ke kamar yang ujung sebelah kanan, nomor 20 kan?"

"Iya." Jawab Sara.

"Kalau begitu Gwen antar dulu Mbak." Pamit Gwen.

"Makasih ya." Ucap Sara sekali lagi dengan senyum miliknya.

"Sip." Jawab Gwen sebelum pergi meninggalkan posisinya.

Gwen tersenyum tipis. Anak yang bernama Kania itu kini sudah berada di dalam pelukan Sara, melingkarkan kedua tangan munyilnya pada leher sang Ibu. Interaksi itu bisa membuat Gwen bertanya-tanya, apakah jika anaknya masih hidup, anaknya akan seperti itu? Memeluknya dan menangis, tidak ingin menjauh darinya? Gwen iri, ia iri sebagai seorang Ibu.

Bali menjadi tempat persembunyian Gwen. Selama dua tahun, ia melarikan diri dengan bantuan Raka. Ia bersembunyi bagaikan orang yang melakukan kejahatan. Sudah dua tahun Gwen memutuskan bekerja di resort yang ada di Bali, lebih tepatnya sejak ia melarikan diri di Bali dan hal ini juga dengan bantuan Raka_Ayahnya.

Ayahnya mengambil peran yang sangat besar dari persembunyiannya, lebih tepatnya semua bisa terjadi karna Ayahnya. Raka menepati janjinya, pria itu tidak pernah mengatakan apapun tentang dirinya pada oranglain dan Gwen bersyukur akan hal tersebut.

Gwen menghembuskan nafasnya dengan santai. Angin serta air di pantai tersebut berhasil memanjakan Gwen, apalagi dengan pemandangan indah yang diberikan dari resort tersebut. Gwen berjalan diatas pasir dengan langkah yang ringan, melangkahkan setiap kakinya menuju kamar 20.

Gwen menaiki beberapa anak tangga, sebelum ahkirnya berjalan diatas jembatan kayu kecil yang akan mengatarkan Gwen ke kamar nomor 20 yang berada diatas air. Gwen menghentikan langkah kakinya, pintu berbahan kaca tersebut terbuka dengan lebar. Apa orangnya ada di dalam?, pikir Gwen yang melihat ke dalam lewat kaca besar yang menjadi pembatas semua sudut kamar berukuran 6 x 5 tersebut.

"Permisi, saya mau mengantarkan handuk bersih?" Ucap Gwen dengan sopan.

"...." Tidak ada jawaban dari dalam, hal itu membuat Gwen kembali bertanya.

"Permisi, apa ada orang di dalam?" Gwen kembali tidak mendapatkan jawaban, hal tersebut membuat Gwen menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"...."

"Apa aku tunggu atau aku letakan saja disini? Gimana ini? Gak bawa ponsel lagi." Ucap Gwen bicara sendiri, sambil meruntuki kebodohannya yang meninggalkan ponselnya tepat disamping ia meletakan laptop miliknya.

Gwen melihat ke sisi kiri dan kanannya, sebelum langkah kakinya berjalan ke arah kanan ingin memutari kamar tersebut. Jika Gwen boleh jujur, kamar nomor 20 adalah kamar yang paling indah. Letaknya cukup jauh dari keramaian dan viewnya paling bagus karna pengujung jarang menginjakan kakinya disini. Langkah kaki Gwen terhenti tepat dibelakang kamar tersebut, pemandangan di depannya berhasil memanjakan matanya kembali.

Laut berwarna hijau, dengan langit yang terlihat tidak bersahabat, ditambah lagi angin yang berasal dari laut. "Ini sangat indah." Lirih Gwen pelan.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Gwen yang mendengar suara seoarang pria, secera otomatis memutar tubuhnya dengan kepala yang ia tundukan. Gwen merasa seperti masuk ke dalam rumah orang tanpa meminta izin, jantungnya berdetak dengan sangat kencang.

"Aa, maaf sa_." Gwen menghentikan perkatannya, saat kepalanya terangkat untuk melihat sosok pria yang bertanya padanya. Matanya melebar dengan sukses, jantungnya berdetak menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Bahkan handuk dikedua tangannya sudah jatuh diatas lantai kayu tersebut.

"...." Sedangkan pria tersebut terlihat biasa saja atau lebih tepatnya mencoba terlihat biasa saja, karna nyatanya ini adalah alasan ia datang ke sini. Menemui Gwen, walaupun pria tersebut tidak mengirah kalau saat ini adalah waktunya.

"Aa, maaf. Saya datang mengantar handuk." Setelah sekian lama, ahkirnya Gwen kembali ke dalam kesadarannya. Gwen menundukan dirinya, mengambil handuk tersebut dengan cepat. "Saya akan menyuruh orang untuk mengatarkan handuk yang bersih, permisi." Gwen ingin berlari, ia tidak siap atau bahkan tidak pernah siap kembali menjatuhkan hatinya untuk pria tersebut.

"Gwen?" Gwen menghentikan langkah kakinya, bukan karna pria itu memanggil namanya tapi karna pria itu menahan dirinya.

"...." Gwen masih diam dalam posisinya.

"Kamu bilang kamu tidak akan lari lagi, tapi saat ini aku melihat kamu mencoba untuk lari dari aku Gwen." Ucapnya yang membuat Gwen memutar tubuhnya dan kini bukan ekspresi terkejut yang Gwen tunjukan, tapi ekspresi datar miliknya.

"Apa anda mengenal saya?" Tanya Gwen dengan tatapan yang menatap kearah pria tersebut.

"Gwen?"

"Stop untuk memanggil nama saya, kalau tidak ada keperluan saya harus kembali bekerja. Jadi tolong lepaskan pergelangan tangan saya." Ucap Gwen. Ia harus pergi sekarang, karna pria masa lalunya bisa saja kembali menambahkan luka ke dalam luka yang belum sembuh.

"Gwen? Ak_."

"Aku pernah bilang sama kamu, kalau kamu bertemu dengan aku kembali, berpalinglah dan berjalan melewati aku seakan kamu tidak pernah mengenal aku. Jadi jangan bersikap seperti ini." Gwen mwnghembuskan nafasnya dengan kasar, ia akan mengalah untuk mengahkiri semuanya dengan cepat.

"...." Arga, pria itu masih terdiam. Aku, kamu adalah kata yang paling Arga rindukan. Kedua kata tersebut menunjukkan kalau keduanya memiliki hubungan dan Arga menyukai saat Gwen menunjuk dirinya dengan kata kamu.

"Kalau begitu saya permisi, saya akan menyuruh orang untuk mengantarkan handuk bersih kesini." Ucap Gwen dengan kembali mengatakan saya untuk menunjuk dirinya. Ada rasa kecewa di dalam diri Arga, namun pria itu menutupinya dengan senyum tipis.

"Kamu gak perlu mengantarkan handuk, handuk ini masih bersih." Ucap Arga, ia melepaskan tangannya dari pergelan tangan Gwen sebelum mengambil handuk tersebut dari tangan Gwen.

"Baiklah, kalau begitu permisi." Ucap Gwen sebelum membalikan tubuhnya dengan cepat.

....

Minggu, 21 Juni 2020

Don't Say Goodbye (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang