52 | Langkah Pertama

4.8K 53 0
                                    

POV - Fadli Rangga Putra

      
Akhirnya gue dapet juga kosan yang deket dengan kantor papa Yoga, setelah dua hari mencari ke sana kemari. Hal ini untuk memudahkan gue dalam bergerak. Setelah gue dapet kosan ini, gue langsung kirim pesan BBM ke Hari, minta kirimin barang-barang yang gue butuhkan ke alamat kosan ini.
   
Dan keesokan harinya, atau kemarin, barang itu sudah ada di depan kamar kost gue. Hmm, barang yang gue butuhkan sudah gue dapatkan. Tinggal bagaimana mengaplikasikan barang-barang ini ke tempat yang sudah gue rencanain.
   
Tante Shinta sudah mengabarkan gue, bahwa gue harus masuk ke kantor papa Yoga besok, dan bertemu dengan manager HRD nya, dengan didampingi oleh bu Felicia. Dan gue segera menyiapkan segala sesuatu yang gue butuhkan untuk menjalankan rencana gue besok.
   
Setelah barang-barang yang akan gue bawa besok sudah siap, gue pun segera menghubungi Oli dan lainnya melalui aplikasi Skype. Untuk sementara ini, sebisa mungkin, gue akan membatasi pertemuan gue dengan ke-empat bidadari gue. Karena gue sangat kuatir dangan keselamatan mereka, dan gue juga gak mau tante Shinta sampai tau lokasi apartemen Cherllyne. Walau ada aja kemungkinan tante Shinta tetap mengutus seseorang untuk mengikuti dan memantau Oli.
   
"Gimana, sayang? Enak gak di kosan baru?" tanya Oli sambil tersenyum manis. Dibelakang Oli, gue melihat Cherllyne, Rani dan Liana.
   
"Enak kok, sayang. Aku sengaja milih kost ini, karena kosan ini awalnya cuma buat cewek doang. Baru-baru ini aja di buka buat cowok juga. Dan aku cowok pertama yang ngekost di sini lho." jawab gue sambil menggodanya.
   
"Hehehe...mao bo'ong tuh. Cherllyne ngikutin kamu terus tau. Kita orang uda tau kok kosan kamu di mana, sayang. Hehehe." gue ampe geleng-geleng kepala, tau si Cherllyne gigih banget ngikutin gue. Takut gue genit-genitan lagi ama cewek.
   
"Hahaha...ampe segitunya. Tapi kalo aku ke kantor papa Yoga besok, jangan ikutin aku yah, Cher. Bukan apa-apa, aku cuma takut kamu jadi dicurigain ama tante Shinta aja." ujar gue.
   
"Iyahh...aku tau kok. Aku cuma mao mastiin aja kosan kamu banyak cewek ato gak." jawab Cherllyne dengan senyum manisnya. Haaahh, jadi pengen gue cipok aja tuh bibir.
   
"Tante shinta uda ngabarin aku tadi. Besok aku mulai kerja di kantor papa ya, Ol. Sekalian aku juga mao jalanin rencana aku di sana. Semoga berjalan dengan lancar deh."
   
"Oh ya? Hati-hati ya kamu di sana, yank. Tante Shinta bukan orang sembarangan lho. Jangan kamu sepelein yah." ujar Oli mengingatkan.
   
"Iya, sayang. Aku paham. Aku justru ambil tindakan ini dengan resiko terburuk yang bisa aku bayangin kok. Aku gak anggep enteng dia. Tante Shinta emang orang yang cerdas." jawab gue.
   
"Ya udah, aku cuma mao ngabarin itu dulu yah. Kamu, Rani, Cherllyne ama Liana hati-hati yah. Jaga-jaga kalo ada orang yang nguntit dari belakang. Oh ya, mungkin setelah aku mulai kerja besok, ada kemungkinan tante Shinta ngirim orang buat ngikutin aku lagi, walau belum tentu sih, tapi ya buat jaga-jaga. Kalo untuk urusan rencana kita jangan di bahas di skype yah, sayang." ujarku kemudian.
   
"Iya, sayang. Cherllyne juga baru aja ngomong tadi. Cherllyne takut begitu tau kamu ngekost di mana, dia mungkin bakal nyuruh orang buat ngikutin kamu lagi, sayang." jawab Oli.
   
"Iya, sayang, Cherry bener banget. Ya udah, nanti kita lanjut lagi yah, sayang. Mmuuuaahh." ujar gue sambil memonyongkan bibir, seperti hendak mengecup.
   
"Iya, sayang. Kamu juga ati-ati yah besok. Mmmmuuuaahhh. Love you, sayang." ujar Oli.
  
"Love you to Olican, sayang." jawab gue. Sehabis Oli, Rani langsung menggantikan Oli, dan berlanjut ke Cherllyne dan Liana, hanya untuk mengatakan kalimat paling indah yang pernah gue dengar dari 4 orang bidadari cantik.
   
Gue sungguh amat beruntung mendapatkan kesempatan untuk bisa bersama mereka sekaligus. Mereka ber-empat memiliki karakter yang berbeda, dan dari karakter yang berbeda itu lah, gue bisa mendapatkan kebahagiaan yang begitu indah, yang gue rasakan. Kepribadian mereka yang berbeda itu lah, yang melengkapi segala kekurangan dalam diri gue. Dan gue sungguh amat bersyukur akan hal itu.
   
Akhirnya gue pun tidur dengan sebuah senyuman tersungging di bibir gue. Gue ingin secepatnya menyelesaikan ini semua, dan kembali ke pelukan mereka ber-empat.
   
Paginya, gue pun bersiap-siap untuk pergi ke kantor papa Yoga. Dan saat sampai di sana, gue mengatakan kepada resepsionisnya, bahwa gue ingin bertemu dengan manager HRD nya, sesuai yang sudah dijanjikan oleh tante Shinta kemaren.
   
"Kamu, Rangga ya?" ujar seorang wanita yang cukup cantik menyapa gue, saat gue sedang menunggu di bangku tamu. Rambutnya di kuncir ekor kuda, dengan dandanan rapih. Garis wajahnya menunjukkan sebuah ketegasan di dalam dirinya. Gue pun langsung berdiri, menyambut uluran tangannya.
   
"Saya Felicia, Direktur Keuangan. Shinta meminta saya untuk menemani kamu, untuk bertemu dengan pak Jeffry. Manager HRD kami." ujarnya lagi.
   
"Oh? Aduh, maaf, jadi ngerepotin bu Felicia." ujar gue basa-basi.
   
"Gak masalah. Ayo, kita masuk yuk." jawab Felicia. Gue pun mengikuti dia dari belakang. Dan masuk ke suatu ruangan.
   
"Ayo duduk, Ga." ujar Felicia, sambil dia duduk di bangku dihadapan gue. Gue pun akhirnya duduk juga.
   
"Saya sudah mendengar permasalahan kamu dengan pak Yoga. Terus terang, sebenarnya saya sangat terkejut saat mendengar cerita yang disampaikan oleh bu Shinta. Mereka, terutama pak Broto, memang sangat berambisi sekali untuk menggantikan posisi pak Yoga di perusahaan ini. Itu terlihat jelas sekali. Tapi saya benar-benar tidak menyangka, dia ternyata sanggup berbuat sejauh itu, dengan meracuni bu Erlina, istri pertama pak Yoga, bahkan sekarang sampai meracuni pak Yoga sendiri." ujar Felicia.
   
"Yah terus terang, saya sangat berharap bu Felicia jangan sampai menceritakan masalah ini kepada siapa pun. Saya hanya mengikuti ucapan papa Yoga, dimana papa Yoga sangat mempercayai tante Shinta dan bu Felicia. Saya butuh banyak bimbingan dan bantuan dari tante Shinta dan juga bu Felicia untuk bisa menjalankan amanah yang diberikan oleh papa Yoga ke saya." ujar gue.
   
"Iya, saya paham dan mengerti sekali. Urusan ini memang bukan urusan sembarangan. Gak boleh ada orang lain yang tau tentang masalah ini sebelum ada bukti yang jelas." jawab Felicia.
   
"Apa rencana kamu, setelah kamu bergabung di perusahaan ini, Ga?" tanya Felicia kemudian.
   
"Yah, papa Yoga hanya menginformasikan dua orang yang dicurigainya telah bersekongkol dibelakang papa Yoga. Rencana saya adalah dengan mendekati mereka dan juga orang-orang dalam, mencari tau siapa saja yang terlibat dalam urusan ini, dan kemudian berusaha mencari bukti kejahatan mereka. Untuk itu, saya perlu bantuan dari tante Shinta dan juga bu Felicia agar bisa mengungkap niat busuk mereka itu, bu. Yah kurang lebih seperti itulah rencana saya." jawab gue, sementara Felicia hanya mengangguk-angguk saja.
   
"Bukan hal yang mudah untuk mendekati pak Broto itu. Dan pak Broto itu, setau saya malah berniat untuk memasukan puteranya ke perusahaan ini. Begitu juga dengan pak Hendra. Dia pernah dipercaya sebagai tangan kanan oleh pak Yoga sebelum ternyata baru ketahuan belangnya." ujar Felicia.
   
"Benar sekali, bu. Apalagi untuk saya yang baru masuk seperti ini, kalau saya terlalu aktif, malah saya akan dicurigai oleh mereka punya maksud tersembunyi. Untuk itulah bantuan dari tante Shinta dan bu Felicia sangat saya harapkan. Saya berharap mendapatkan suatu tugas yang mengharuskan saya untuk berhubungan dengan mereka, bu." ujar gue kembali menjelaskan rencana gue ke Felicia.
   
"Yah, nanti kita pikirkan lagi gimana caranya biar kamu bisa ngedeketin mereka. Sekarang, kita ketemu dulu dengan pak Jeffry, manager bagian HRD di sini." ujar Felicia, yang kemudian berdiri. Gue pun mengikutinya lagi berjalan ke tempat lain.
   
Gue melewati ruangan di mana banyak karyawan yang sedang sibuk bekerja. Beberapa di antara mereka, melihat kearah gue dan Felicia, dengan pandangan bertanya-tanya.
   
Felicia akhirnya berhenti di depan sebuah pintu, dan mengetuknya, sebelum Felicia masuk ke ruangan itu. Gue melihat seorang pria berumur sekitar 45 tahun-an, melihat kearah kami. Dan gue melihat wajahnya langsung terlihat kurang senang saat melihat kedatangan kami.
   
"Oh, bu Feli, ada yang bisa saya bantu?" ujarnya datar.
   
"Ini, orang ini namanya Rangga. Dia merupakan karyawan baru atas rekomendasi dari bu Shinta dan pak Yoga yang diharapkan untuk bisa membantu perusahaan kita ini, pak Jeffry. Jadi tolong pak Jeffry atur proses penerimaan masuknya Rangga sebagai karyawan di sini." jawab Felicia dengan nada angkuh.
   
"Oh, begitu. Trus, bu Shinta berencana untuk menempatkan Rangga ini di posisi mana, bu Feli?" tanya dia kemudian.
  
"Untuk sementara, tempatkan Rangga di posisi Asisten bu Shinta. Nanti, Rangga ini yang akan mewakili bu Shinta, apabila bu Shinta sedang berhalangan untuk menghadiri meeting ataupun hal lainnya." jawab Felicia, membuat gue tersenyum. Semakin dekat dengan Shinta dan Felicia, artinya gue semakin tidak di awasi diam-diam. Dan gue akan lebih bebas untuk bergerak. Mungkin tujuan tante Shinta adalah untuk mengawasi gue, tapi dengan begini, justru malah gue yang menjadi lebih bebas.
   
"Baiklah kalau seperti itu permintaan bu Shinta. Ada lagi yang bisa saya bantu?" tanya pak Jeffry lagi.
   
"Cukup itu saja, pak. Terima kasih."
   
"Rangga, kamu urus proses penerimaan kamu di perusahaan ini dengan pak Jeffry ini ya. Nanti setelah kamu selesai, kamu bisa ke ruangan saya lagi yang tadi. Agar saya bisa mengantarkan kamu ke ruangan kamu nantinya." jawab Feli, sebelum dia berbicara ke gue.
   
"Oh ya baik, bu. Terima kasih atas bantuan bu Feli." jawab gue berbasa-basi.
   
Setelah Felicia pergi, pak Jeffry ini langsung melanjutkan kembali pekerjaannya, yang tadi sempat tertunda karena kedatangan gue dan Felicia.

4 Hearts & A FoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang