64.03 | Collateral Damage

2.1K 37 0
                                    

POV - Olivia Khumaira Putri


Aku memang takut. Aku sangat ketakutan saat orang itu menyalakan timer yang terpasang di sebuah rompi yang dipasangkan ke tubuhku, dan juga ke tubuh mbak Liana, Cherllyne dan juga Rani.

Entah apa sebenarnya yang diinginkan oleh pria itu. Aku sama sekali tidak mengerti apa maksud dan tujuannya memasang bom ini ke tubuh kami.

Semua keberanianku seolah lenyap tersapu, saat aku menyadari bahwa mungkin saja hidup kami akan segera berakhir sampai disini. Padahal masih banyak hal yang ingin aku lakukan bersama Rangga, bersama Cherllyne, Rani dan mbak Liana. Aku merasa begitu bahagia saat bersama mereka semua.

Aku bukan takut akan kematian. Yah, sedikit banyak itu memang membuatku takut. Tapi aku takut menyadari bahwa aku belum sepenuhnya siap untuk menghadapi kematian. Aku takut tidak bisa bertemu Rangga lagi. Tidak bisa berbagi rasa sayang dan cinta bersamanya lagi. Takut aku belum menjadi pribadi yang baik untuk bisa diterima oleh Yang Maha Kuasa. Aku belum siap.

Dan di saat aku sedang dilanda ketakutan yang amat sangat itu lah, kekasihku datang untuk menyelamatkan kami. Aku awalnya tidak mempercayai pandangan mataku ini, saat melihat Rangga masuk ke dalam ruangan tempat kami berempat disekap. Aku tidak pernah merasakan perasaan yang begitu lega, seperti saat aku melihat kedatangan Rangga, dengan seragam seperti pasukan khusus.

Rangga tampak sangat gagah sekali dengan seragam itu. Dengan helm yang dikenakannya. Tapi aku sangat bersyukur Rangga bisa datang untuk kami semua. Walau pada akhirnya Rangga pun tidak bisa melepaskan bom ini dari tubuh kami, tapi bagiku kehadiran Rangga sudah membuatku merasa jauh lebih tenang.

"RANGGAAAAA huuuuuuu." saking senangnya, aku bahkan sampai menjerit dan menangis bahagia.

Aku merasa, asalkan aku bersamanya, aku siap untuk menghadapi yang terburuk sekalipun. Yang lain pun nampaknya memiliki perasaan yang sama terhadap Rangga, sepertiku. Aku bisa merasakan sedikit keceriaan dan semangat yang timbul hanya dengan melihat Rangga saja. Apalagi saat Rangga langsung mengecup dan melumat bibirku dengan penuh kelembutan.

"Kamu baik-baik aja Olican sayang?" ucapan Rangga yang perhatian kepadaku, serta sebuah kecupan ringan di keningku, seolah-olah telah mengangkat beban yang berat dari pundakku. Hanya dengan beberapa patah kata saja, Rangga sudah bisa membuatku merasa tenang dan tidak panik. Walau rasa takut tetap ada di dalam diriku, tapi sedikit banyak aku sudah mampu mengatasinya.

Aku yakin, apa yang aku rasakan ini, juga dirasakan oleh mbak Liana, Rani dan Cherllyne, saat Rangga satu per satu begitu perhatian kepada kami berempat. Aku bangga sekali memiliki kekasih seperti dirinya.

Kami bahkan mulai bisa saling bercanda mesra, dan bersikap manja terhadap Rangga, di saat kami sedang menghadapi situasi yang sedang mengancam nyawa kami semua. Tapi kehadiran Rangga terasa begitu hangat dan nyaman, sehingga untuk sejenak kami seperti sedang melupakan bahwa terdapat sebuah bom yang tersemat di dada kami berempat.

"Ihhh...ama aku kok sebentar sih? huuuu." ujarku merengek manja saat melihat Rangga mencium Cherllyne lembut dengan cukup lama. Lebih lama dibanding saat Rangga melumat bibirku tadi.

Bahkan Rani pun juga jadi ikut merengek manja kepada Rangga. Sementara mbak Liana mulai terlihat lagi senyuman manisnya itu, serta keceriaan di wajah Cherllyne. Kehadiran Rangga benar-benar memberikan efek yang besar bagi mental kami.

Rasa kekuatiran kembali menyeruak di dalam hati kami masing-masing, saat kami menyadari bahwa Rangga tidak bisa melepaskan bom ini dari tubuh kami berempat. Rangga kemudian meminta bantuan kepada Irina. Wanita bule yang pernah maksa minta ML ama Rangga. Huh. Sebenarnya aku cukup kesal melihat kedatangannya sih, tapi demi bisa selamat, aku hanya bisa menahan perasaanku saja akhirnya.

4 Hearts & A FoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang