46 | Bad News

4.8K 58 1
                                    

POV - Olivia Khumaira Putri

      
Dengan dikawal oleh mobil patroli kepolisian hingga gerbang tol menuju ke Jakarta, aku, mbak Liana, Cherllyne dan Rani pun akhirnya tiba di rumahku dengan selamat. Sementara hati kami masih berada di Cibodas memikirkan bagaimana keadaan Rangga di atas sana. Aku bersama Cherllyne di mobilku, sementara mbak Liana dan Rani di mobil Rangga. Untungnya tas Rangga tidak ikut terjatuh sehingga untuk sementara kami bisa mengembalikan mobil Rangga.

"Ya ampun non! Non tuh kemana aja sih? Bibi uda ketakutan non kenapa-napa," serbu bi Asih saat melihatku baru turun dari mobil.

"4 hari baru pulang. Aduhhh! Non tuh ya. Bikin kuatir bi Asih aja deh," wajah bi Asih benar-benar panik, membuatku menjadi merasa bersalah.

Aku langsung memeluk bi Asih. "Iya maafin Oli ya bi. Oli gak kasih kabar ke bibi. Oli tuh abis naik gunung bi, ama temen-temen Oli ini."

"Eh non Rani kan kemaren dateng ama den Rangga kan ya? Non kan waktu itu nyariin non Oli ke sini," seru bi Asih saat melihat Rani. Rani pun hanya tersenyum ke bi Asih.

"Iya bi. Uda ketemu nih anaknya. Hehe," jawab Rani.

"Eh den Rangga gak ikut sama non Oli?" tanya bi Asih lagi.

"Hmm... Rangga... tuh......"

"Rangga masih ada urusan bi, jadi gak bisa ikut ama kita ke sini." Cherllyne langsung cepat menjawab saat aku bingung harus menjawab apa.

"Ohh gitu yah. Hmm...maaf, kalo temen non yang ini siapa namanya yah? Bibi baru liat nih," tanya bi Asih sambil wajahnya mengarah ke mbak Liana.

"Ini mbak Liana bi." jawabku.

"Ya uda yuk masuk atuh. Bibi siapin minum dulu, baru bibi masak yah. Makan disini ya non," ujar bi Asih langsung membawa tasku dan tas yang lain, walaupun kami sudah mencoba memaksanya untuk membawa sendiri tas kami. Tapi emang rada keras kepala bi Asih itu.

Di dalam kami pun segera mandi dan membersihkan diri, sekalian menenangkan diri kami masing-masing. Kejadian yang terjadi di pondokan tadi masih membuat kami semua sangat terguncang.

Kami belum pernah merasa begitu dekat dengan kematian seperti saat tadi saat pria itu hampir saja membunuh kami semua. Untungnya masih ada polwan itu yang menolong kami. Hanya saja sayangnya polwan yang satu lagi sudah meninggal di tempat saat pisau orang itu menghujam tepat di jantungnya.

Polwan yang kedua sempat bergelut walau langsung kalah dan tertusuk di perutnya. Sampai sekarang polwan itu masih dalam keadaan kritis. Kami berempat sungguh berhutang nyawa kepada mereka berdua.

Saat makan pun suasana begitu hening diantara kami. Tidak ada canda maupun tawa lagi. Aku melihat Cherllyne dan mbak Liana sempat saling tatap-tatapan saat hendak makan. Aku yang sepertinya mengerti arti tatapan mereka itu langsung memotong, sebelum mereka bicara satu sama lain. "Tenang aja. Aku percaya 100% ama bi Asih. Kalo mao niat jahat, uda dari dulu aku kenapa-napa kan? Uda yuk makan. Aku mao ke rumah Rangga abis ini." ujarku, membuat Cherllyne dan mbak Liana tersenyum-senyum malu.

Kami pun makan cukup lahap. Sudah beberapa hari kami tidak makan makanan rumahan seperti ini. Sebenarnya badanku terasa lelah sekali. Tapi aku harus segera menjauhkan orang-orang yang aku sayangi dari masalah. Termasuk bi Asih. Aku pun segera membereskan pakaianku dan barang-barangku.

Kami sudah memutuskan bahwa kami berempat akan tinggal di tempat Cherllyne sampai keadaan sudah aman. Dimana untungnya Cherllyne memiliki dua kamar dalam apartemennya. Hanya saja belum ada tempat tidurnya. Yah nanti kami bisa menggunakan kasur lipat. Aku gak mau menyeret keluarga Rangga ke dalam masalah, seperti yang terjadi kepada dua polwan tadi.

4 Hearts & A FoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang