63 | Rangga

3.8K 44 0
                                    

POV - Sean 'Hawk' Hicks


"Hello ladies. How about it? Do you all feel comfortables? (Halo para wanita. Bagaimana? Apa kamu semua merasa nyaman?)." ujarku menyapa ke-empat wanita yang aku jadikan umpan untuk memikat buruanku ini.

Namun mereka hanya diam saja, dan hanya menatapku saja. "Oh come on. Don't be that mad. That's just a special accesories for all of you. It's a custom made, if you notice. (Ayolah. Jangan marah seperti itu. Itu hanya aksesoris spesial saja untuk kamu semua. Itu pesanan khusus lho, kalau kalian perhatikan)." ujarku sambil tersenyum kepada mereka.

"So, do any of you need something? Just tell me what you need. Don't be so shy. (Jadi, apa dari kalian ada yang butuh sesuatu? Katakan saja kepadaku apa yang kalian butuhkan. Jangan malu-malu)." lanjutku kepada mereka.

"Well, if you say so, I do need something from you. (Yah, jika kamu berkata seperti itu. Aku memang butuh sesuatu darimu)." ujar wanita yang aku tau bernama Cherllyne itu. Sebuah nama yang bagus pikirku.

"Oh? What is it? Perhaps I could provided for you. (Oh? Apa itu? Mungkin aku bisa menyediakannya untuk kalian)." jawabku mempersilahkan dirinya untuk meminta apa yang ia butuhkan.

"I do really need you to free us, then you can put this bomb for yourself. And after that I do really wish you could blow your self for us, please. It will be a pleasure for us. (Aku benar-benar butuh kamu untuk membebaskan kami, lalu kamu bisa pasang bom ini di diri kamu sendiri. Dan setelah itu aku benar-benar berharap kamu bisa meledakan diri kamu sendiri untuk kami, tolong. Itu akan sangat menyenangkan bagi kami)." aku sedikit tertegun mendengar ucapannya itu. Dia mengucapkannya dengan begitu tenang, bahkan sambil sedikit tersenyum sinis. Hmm, gadis yang pemberani sekali. Suatu hal yang sangat langka di jaman sekarang.

Aku hanya tersenyum saja mendengar ucapannya itu. "You're such a brave woman. I admire you're spirit, woman. Well, if you have that spirit, then you won't have to worry about that thing in your chest. (Kamu wanita yang pemberani. Aku mengagumi semangatmu, wanita. Yah, jika kamu memiliki semangat itu, maka kamu tidak perlu kuatir tentang sesuatu yang ada di dada kamu itu)." ujarku sambil meninggalkan mereka semua, untuk menuju ke ruangan pusat komando yang aku buat.

"We don't have to worry. Because we believe that our husband will come and save us. You better dont underestimate him. (Kami tidak perlu kuatir. Karena kami percaya bahwa suami kami akan datang dan menyelamatkan kami. Kamu sebaiknya jangan meremehkan dia)." ujar rekannya, kalau tidak salah ingat bernama Liana.

"Perhaps you better should remember his name, then. So when he came and beat you up, you already know the name of the man that has beaten you. (Mungkin kamu sebaiknya harus meningat namanya, kalau begitu. Jadi saat dia datang dan menghabisimu, kamu sudah tau nama dari pria yang memukulimu)." lanjut wanita yang menjadi sumber masalah dari semua ini. Olivia.

"His name is Rangga. And he is our dearly beloved husband. (Namanya adalah Rangga. Dan dia suami tercinta kami)." lanjut wanita yang sepertinya bernama Rani ini.

Aku kembali tersenyum mendengar ucapan mereka semua. "I'll keep that in mind. Thank you very much. (Aku akan mengingatnya. Terima kasih)." jawabku.

Aku yang tadinya begitu meremehkan ucapan mereka, sekarang mulai membuatku merasa menjadi frustasi. Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini hasilnya. Aku tidak menduga ke-empat Musketeer itu benar-benar tangguh dan bahkan hampir mengalahkan timku, yang sudah sangat berpengalaman dalam pertempuran dan pertarungan hidup dan mati.

Ini di luar perhitunganku. Seharusnya tidak seperti ini hasilnya. Dan segalanya bertambah menjadi kacau, saat aku kehilangan jejak Ghost, karena aku tidak bisa menghubunginya. Seandainya saja Ghost berhasil menjalankan perannya dengan baik, para pasukan bantuan itu tidak akan dapat membantu mereka.

4 Hearts & A FoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang