29 | Confession Of A Sin

6.2K 67 0
                                    


POV - Fadli Rangga Putra

      
Entah kenapa, gue tiba-tiba terbangun. Pandangan mata gue masih berkunang-kunang. Dan saat gue mao bangun, gue merasa ada sesuatu yang menahan kedua tangan gue. Dan pas gue liat ke kanan, gue melihat satu wajah cantik, sedang tertidur pulas, dengan senyuman lemah dibibirnya. Dan saat melihat ke kiri, gue juga melihat satu lagi wajah cantik, yang juga sedang tertidur pulas.

Mereka berdua bagaikan dua bidadari yang paling cantik dari kayangan. Gue merasa bersyukur banget gue bisa berada disini, diapit ama dua bidadari paling cantik, yang tidak mengenakan pakaian apapun lagi, sedang memeluk gue dengan erat.

Gue berusaha menarik tangan gue, dan bangun dengan hati-hati agar tidak membangunkan kedua bidadari cantik itu. Saat sudah berdiri, gue sempet menatap keindahan tubuh telanjang dua wanita cantik tersebut, sebelum gue menutup tubuh mereka dengan sebuah selimut tebal.

Damn, they are so beautiful, pikir gue saat menatap wajah damai mereka berdua saat mereka sedang tertidur pulas seperti ini. Gue lalu mangecup bibir mereka berdua, sebelum gue berdiri sambil menatap pemandangan laut di menjelang sore hari.

Tiba-tiba gue melihat Hari, sobat gue sedang berdiri sendiri ditepi pantai. Melihat atau bertemu Hari, membuat gue selalu dihantui oleh perasaan bersalah. Seandainya gue menyadari dari awal jika wanita berjilbab itu memang benar-benar Indah, istrinya Hari, tentu saja gue gak akan pernah mendekatinya, apalagi menjamahnya seperti itu. Apalagi gue punya sebuah prinsip, buat gue itu pantang jadian ato TTM-an ama kekasih atau mantannya teman sendiri, apalagi yang udah atau pernah menjadi istri teman. Haram hukumnya buat gue untuk tipe wanita seperti itu.

Apa yang harus gue lakukan terhadap Hari? Apa gue tetep diem aja dan seumur hidup dihantui perasaan bersalah? Ataukah gue harus mengakui semuanya ke Hari? Dengan resiko hancurnya persahabatan gue ama dia?

Kalau gue jadi Hari, apa yang gue inginkan?

Aaarrgghhh! Kenapa gue jadi pengecut gini sih? Hari itu sahabat gue. Dan yang namanya sahabat itu yang paling penting, adalah sebuah kepercayaan. Gue gak mau membohongi sahabat gue sendiri, hanya karena kepengecutan gue sendiri.

Gue kemudian menatap lagi wajah cantik Cherllyne dan Liana, yang masih terlelap dengan pulasnya. Bagaimana gue bisa menjadi seorang suami yang pantas bagi mereka, kalo gue pengecut dan gak berani mengakui kesalahan gue sendiri.

Gue lalu mengambil sebuah notes dan pulpen diatas meja, dengan logo hotel ini. Gue menuliskan pesan untuk kedua "istri" gue ini, minta maaf meninggalkan mereka duluan, karena ada utang yang harus segera gue selesaikan. Gue kembali merapatkan selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka berdua, sebelum gue memakai celana dan baju gue lagi dan meninggalkan kamar, yang menjadi kenangan terindah buat gue. Pesan 'Do Not Disturb' gue pasang di handle pintu di depan kamar, agar tidak ada yang mengganggu kedua "istri" gue itu.

Gue turun melalui tangga darurat agar lebih cepat sampai ke bawah. Selain itu gue juga gak mau ketauan abis dari lantai atas. Yah menghindari kecurigaan dan pertanyaan saja.

Gue masih melihat Hari, yang masih berdiri ditepi pantai sambil melontarkan bebatuan kearah laut. Jantung gue berdebar-debar gak karuan. This is it. Inilah pengakuan dosa gue, dihadapan sahabat gue, dihadapan seorang suami, yang istrinya telah gue serongi.

Gue menarik nafas panjang sebelum memanggilnya. "Harr..." Hari langsung menoleh kearah gue.

"Yo bro...lagi ngapain luh? Tumben lu kagak lagi molor?" tanya Hari sambil bergurau. Bro? apa gue pantas disebut sebagai "bro"? Setelah apa yang uda gue lakukan terhadap istrinya.

"Har...gue...mao ngomong serius empat mata ama lu kalo lu bisa." ujar gue sambil terus menguatkan hati gue.

"Mao ngomong apa bro? Bilang aja." jawab Hari terlihat santai. Entah apakah dia masih bisa santai, setelah tau apa yang uda gue lakuin ke istrinya.

4 Hearts & A FoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang