Tawaran

842 133 12
                                    


Karena aku sudah janji dengan kak Yunoh kemarin untuk menemuinya dan manajernya itu, akhirnya aku datang juga di salah satu bangunan. Ya seperti rumah bukan kantor.

Aku kesini tadi naik grab, karena ini lagi musim ujian dan Hendery juga mau fokus ke ujian.

Kita udah baikan, dia telfon malamnya dan minta maaf kalo dia cemburuan lagi. Ya aku ketawain aja, abis dia lucu. Tapi emang kita udah beberapa hari ini gak ketemu.

Tadi ujianku udah selesai dan aku menyetujui pertemuan ini.

Di ruang tamu yang masih kelihatan kosong banget, cuma ada sofa meja kecil dan emang ada kayak lemari kecil panjang gitu. Diatasnya ada beberapa piala dan sertifikat.

Siapa lagi? Atas nama Yunoh Al Jeffrey. Oh nama panjang kak Yunoh itu.










"Begini, dek Rara. Saya selaku manajer dari saudara Yunoh alias kakak Yunon juga mau liburan di luar negeri selama sebulan. Jadi, saya minta tolong buat dek Rara menggantikan saya sebagai Manajer Yunoh. Gak gratis kok nanti saya bayar." Jelas kak Yuni, kakak sekaligus manajer kak Yunoh.

Aku hanya diam, masih memikirkan tawaran ini.

"Nanti saya gaji tiap hari." Tambahnya.

"Bisa saya fikirkan dulu?" Tanyaku.

Kak Yuni mengangguk kegirangan.

Aku menoleh ke kak Yunoh yang duduk di samping kak Yuni.

Lalu menggerakkan mataku seakan aku bertanya 'kenapa harus aku?' dan dengan santainya kak Yunoh tersenyum lalu mengendikkan kedua bahunya.















"Kak, kenapa harus Rara sih?" Tanyaku ke kak Yunoh.

Kak Yuni pamit beli camilan sama minuman katanya, padahal disini juga udah di sediakan.

"Ya, mana gue tahu. Gue gak tahu." Jawabnya lalu memainkan ponselnya.

Aku menghela nafas.

"Ya, darimana kak Yuni tahu aku? Kita juga cuma ketemu sebentar di GOR waktu itu." Ujarku.

"Karena gue minta nomer lo. Mungkin."

"Apa korelasinya coba? Waktu liburanku..." Eluhku.

"Liburan lo kan ada 3 bulan, ya yang sebulan kerja lah."

Huft.

"Kak, aku pamit dulu deh."

"Gue anter."

"Gak usah, bisa naik grab."

"Gue anter sampe depan gerbang doang. Ge'er banget mau dianter sampe kost."

Huft.

"Hm!"









Bukannya pulang ke kost, aku mampir kerumah Hendery. Mau tanya kebunda enaknya gimana.

"Bun!"

Tok tok tok.

Cklek.

"WAA KAK LAAA!!!" Thomas langsung loncat-loncat di tempat.

Yang bukain pintu itu kak Hera, kakaknya Hendery ibunya Thomas.

"Yuk masuk, Hendery lagi ada di warung soalnya kusuruh dia beli telur tadi." Ucap kak Hera.

Aku mengangguk lalu masuk kerumah. Dan didalam aku sudah ditarik Thomas ke ruang Keluarga alias ruang TV. Akupun duduk di sofa, dan Thomas duduk di sampingku.

Karena kakinya tidak menyentuh lantai saat duduk, ia menggoyangkan kedua kakinya yang menggantung lalu menatapku sambil tersenyum.

Aku juga senyum.

Tapi senyum itu tak luntur bahkan tatapannya makin dalam.

Aku sedikir merasa merinding.

Thomas gak kesurupan kan?

"Thomas?"

"Eum?"

Akhirnya, Thomas masih lucu berarti nggak kesurupan.

"Thomas kenapa liatin kak Ra?" Tanyaku lagi.

"Kak La mbah ntik. Mas uka. Ni ntung mas di deg deg enceng." Jelasnya.

Aku masih memikirkan apa artikata Thomas tadi.

"Kak Ra tambah cantik. Thomas Suka. Ini jantung Thomas jadi deg deg kenceng." Suara Hendery bersamaan dengan usapan di kepalaku aku mendongakkan kepalaku menatapnya.

"LOH! THOMAS JANGAN GOMBALIN RARA YA! AEAS AJA KAMU!" Panik Hendery langsung loncat ke sofa dan duduk di samping kananku, samping kiriku Thomas.

"Yee.... Hen elit! Mas nda uka!"

"Biarin, ini Raranya Hendery! Buka  Thomas. Sana main sana!"

"Ndak mau! MAAAAA HEN KAL! MAAAA!!!" Teriak Thomas. Aku langsung mengusap punggungnya.

"Hmm? Thomas ganggu om Hendery sama kak Rara aja. Sini ikut mama. Mama mau main mekwin." Kata kak Hera, Thomas langsung loncat turun dari sofa dan lari kearah mamanya.


"Tumben kesayangan aku kesini. Ada apa?" Tanya Hendery lalu menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa.

"Mau cari bunda. Mau diskusi penting banget." Jawabku, alis Hendery menaut.

"Tentang apa?"

"Aku kerja."

"Wah, hebat udah dapet kerja sampingan kamu? Duh padahal liburan masih ada 2 hari loh."

Aku hanya mengangguk.

"Kerja 2 bulan?"

"Sebulan."

"Kerja apa? Aku juga mau kerjalah ntar." Ujarnya dengan riang.

"Jadi manajer."

"Uwih, mantap. Hebat banget kesayangan aku. Jadi tambah dan makin sayang deh."

"Tapi, jadi manajer kak Yunoh." Kataku dengan suara semakin kecil.

"O-oh."

"Hen. Jangan marah dulu dong. Ini aku juga masih mikir-mikir kok. Aku mau diskusi sama bunda dulu."

"Ya, kalo aku setuju sih. Asal kamu gak jatuh cinta sama si solois manja itu."

Aku tertawa.

"Kamu ngomong apa sih? Kan hati aku udah kamu gembok."

Hendery akhirnya tersenyum, lalu ikut tergelak renyah.







.

(END) Hay HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang