Udah Cukup!

1.4K 213 20
                                    

Aku sedang berbelanja, mumpung ada uang dan juga waktu jadi aku gunakan semaksimal mungkin.

"Eh Jun tau tempat detergen gak?" Tanyaku pada Dejun yang masih sibuk memilih shampo.

Iya, aku pergi belanja bareng Dejun, sekalian katanya. Kalau Hendery katanya ada acara main sama teman-teman SMAnya dulu.

"Itu, samping koridor ini." Jawab Dejun.

Aku mengangguk, lalu pergi ke tempat detergen.








Selesai berbelanja, aku dan Dejun udah jalan ke parkiran. Lumayan banyak belanjaan kita, Dejun satu kantong sedang dan aku dua kantong sedang. Jadi agak susah bawanya.

"Susah Jun." Eluhku, lalu dia berdiri dari motornya.

"Bentar tunggu dulu."

Dejun pergi ke dalam toko lagi, beberapa saat dia balik dan bawa kardus mie kuah.

Dia masukin belanjaanku kedalam kardus. Katanya biar gampang bawanya. Dan benar, aku cuma bawa belanjaan dia sedangkan kardus itu di letakin di depan motor Dejun matic kok.






Cuacanya panas, dan kita sepakat mampir buat beli es buah.
Aku duduk di pojokan biar dapat kipas angin.

Dejun juga duduk di samping aku, beberapa saat kemudian es buah itu datang.

"Ih geli tauk jangan gitu ih." Suara cewek di belakang aku.

Aku dan Dejun saling menatap lalu ketawa masing-masing.

Tapi tunggu, bau ini kayak kenal. Bau-bau penghianatan. Ah bukan, nggak  ada bau begitu tapi aku kenal banget sama bau ini.

Semacam.....

"Hendery?" Seruku saat menolehkan kepalaku, disana Hendery yang menghadapku sambil merangkul seorang cewek.

Dejun juga langsung noleh dan berdiri dari duduknya tapi sendoknya masih digigit.

"Siapa? Teman kamu?" Tanya cewek yang di rangkul Hendery.

Hendery natap cewek itu sebentar lalu melepas rangkulannya.

"Halo mbak, namanya siapa ya?" Tanyaku basa-basi.

"Kenalin gue Serli, pacarnya Hendery. Udah kenal kan?" Jawabnya sombong.

Aku menghela nafas pelan.

"Wah, kebetulan banget. Kita sama-sama punya pacar yang sama mbak."

"Maksudnya?"

"Gue juga pacarnya Hendery." Jawabku penuh penekanan.

"Gak usah ngaku-ngaku lo? Selingkuhannya kan?" Ledek Serli.

Aku natap Hendery sebentar, lalu kembali menatap cewek didepanku ini.

"Nggak tuh, Hendery aja nembak aku buat jadi pacar bukan selingkuhan." Jawabku.

"Ra! Dengerin gue, semuanya salah paham disini." Ucap Hendery menengahi. Alah cih banget.

"Salah paham? Jelasin biar gue paham!" Sahutku ke Hendery.

"Ya salah paham aja, gue- gue cuma-"

"Cukup ya Hen! Omongan lo itu basi! Omong kosong doang! Dan sekali lagi gue mau bilang gue benci sama lo!" Kemudian Serli menyiramkan air putih kepadaku.

"Maksud lo apa?" Itu Dejun buka suara.

"Oh thanks buat airnya. Tahu aja udara lagi panas, sama hati gue juga panas. Thanks udah ngademin kalo nggak, bisa-bisa gue gebukin cowok lo!" Sarkasku pada cewek itu.

"Dengerin penjelasan gue dulu. Lo tuh harusnya pake kepala dingin dong Ra!" Jawab Hendery.

"Gak perlu ya! Makasih!"

"Oh ya, cowok lo ajarin sopan santun. Jangan suka mainin cewek seenaknya! Dan hati-hati lo ntar nikah sama dia di madu 3 istri!" Ujarku lagi pada cewek itu, membuat Serli cewek itu terduduk dan mulai mengeluarkan air matanya.

Ibu-ibu yang punya warung dimana sih? Gak mau misahin apa? Udah lah terserah eneg juga aku disini lama-lama.



Aku natap Hendery tajam, lalu menarik kaos Dejun. Memberi isyarat untuk segera pulang.











Di samping motor Dejun, ia mengusap lenganku menyalurkan semangatnya. Tapi aku sudah lesu. Tiba-tiba lenganku yang lain ditarik seseorang. Siapa lagi kalau bukan Hendery?

"Apa-apaan sih?" Ujarku lalu kutarik lenganku kembali.

"Lo yang apa-apaan? Lo buat Serli nangis! Lo tuh kenapa sih?" Jawabnya.

"Ha? Tunggu! Hen! Huft oh jadi selama ini-. Huft. Okey." Aku berjalan masuk ke kedai es buah itu lagi.






"Sorry, ternyata bener. Gue selingkuhan Hendery. Gue pamit. Dan tenang aja, gue gak bakal ganggu hubungan kalian. Udah gak usah nangis!" Kataku pada Serli lalu berlalu dari sana.

"Masalah cewek lo udah kelar, begitupula kita. Kita juga udah kelar!"
Ujarku lagi kemudian berlalu dari hadapan Hendery.

Aku gak tahu kenapa tapi muka Hendery berbeda, ada lebam hitam di dekat matanya. Ah biar saja, terserah dia. Aku benci sama Hendery! Benci!













Dejun ini kenapa sih? Bukannya bawa aku pulang malah ngajak main ke Alun-alun. Gak masalah apa-apa tapi ini siang-siang dan pasti panas. Gak panas juga sih aku di bawah pohon beringin duduk gitu.

"Baik?" Tanyanya sambil menyodorkan es kelapa muda ke aku. Iya minum terus biar kembung.

"Gak haus." Jawabku.

"Minum aja, air mata butuh cairan. Gak papa, mumpung sepi lo bisa nangis sepuasnya." Ujarnya, aku menerima es kelapa itu lalu ku sedot dan ku teguk isinya.

"Maka-" aku menarik nafasku.

"Sih Jun." Benar, air mataku turun sangat deras. Bahkan rasa sesak di dada udah terasa. Sakit banget.

Dejun menyandarkan kepalaku di pundaknya mengusap lenganku.

"Kena- kenapa? Hiks. Kenapa Hendery gitu ke gue?" Ucapku di sela tangisku.


Bayangan akan perkataan dia bahwa aku buat cewek bernama Serli itu nangis masih terngiang, dan berputar di dalam kepalaku.

"Maaf." Ucap Dejun, aku yang masih sesenggukan itu beralih menatapnya.

"Kenapa?"

"Tadi gue emosi, dan nonjok Hendery." Jelasnya.

Kemudian aku ketawa, dan Dejun natap aku bingung.

"Kok ketawa?" Tanyanya.

"Kenapa minta maaf? Bagus dong. Jadi gue gak perlu nonjok muka dia. Makasih Jun. Lo emang sobat terbaik."









(END) Hay HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang