Ya Maaf

936 155 21
                                    




BRAK

Hendery membuka pintunya dengan kasar. Alias mendobraknya.

"Hati-ha-"

"BUN! HENDERY PULANG!"  Teriaknya memotong perkataanku.

Benar-benar tadi di perjalanan menuju rumah Hendery, tidak ada percakapan panjang seperti biasanya. Entah itu mengomentari atap rumah, menertaeakan plastik yang terbang di perempatan karena terkena angin dari kendaraan lewat, atau saling menyemangati karena eluhan lapar setiap kali ada penjual mie ayam, bakso atau sate ayam. Ya sesederhana itu, tapi percakapan tidak pernah putus.

Kembali lagi, tadi sama sekali Hendery tidak lakukan itu. Dia diam, dan terus menatap jalan.

Kadang aku bertanya dia hanya mengangguk atau menggeleng.







"Eh kesayangan bunda, sini nak. Bunda masak soto kesukaan kamu." Sapa bunda saat aku ikut Hendery masuk ke dalam rumah.

Aku tersenyum ke bunda, lalu berjalan menghampirinya.

Sedangkan Hendery langsung duduk di sofa dan memutar lagu dari ponselnya.

Lagu galau.

Lagu armada yang judulnya Asal kau bahagia.

"YANG, kemarin ku melihatmu. Kau bertemu dengannya. Ku rasa sekarang kau masih. Memikirkan tentang DIA.
APA KURANGNYA AKU DI DALAM HIDUPMU. Hingga kau curangi aku. Katakanlah sekarang bahwa kau tak -" Hendery bernyanyi dengan menekankan beberapa kata

"SSSSSTTTT BICIK!" Potong Thomas, keponakan Hendery. 

"Ganggu kamu, sana main di kamar sana!" Usir Hendery.

Aku menatap Hendery dari area dapur, merasa bersalah. Entahlah aku jadi gak tega lihat Hendery galau seperti itu. Apalagi karena cemburu sama kak Yunoh tadi pagi.

Eh tapi kan aku juga gak salah? Aku gak tahu loh kak Yunoh bakal dateng. Chat nya juga gak aku read dari semalem,sengaja biar dianggep sibuk. Tapi malah dateng. Pas banget ada Hendery lagi.

Kan aku malah jadi bi-

"AWH!" Pekikku karena tak sengaja pisau tajam itu mengenai telunjukku.

CTAK!

"Makanya apa-apa, jangan ngelamun!" Ujar Hendery setelah menyentil dahiku keras.

Iya keras, sampei nyut-nyutan.

"Ya maap." Ujarku lalu menunduk.

Hendery menarik tanganku, membawanya keluar dari dapur duduk di ruang makan.

Dia berdiri dari duduknya.

"BUN! KOTAK P3K DIMANA?" tanya Hendery. Iya sambil teriak.

"DI DEKAT TV! KENAPA EMANG?" Jawab bunda tanpa menoleh dari kompor dan kuah soto.

"Gak papa, bun cuma kebaret pisau." Jawabku.

Klontang!!!!

Bunda sampai meninggalkan sendok sayur dan membiarkannya jatuh ke lantai, lalu berlari kearahku.

"Yaampun kok bisa?" Tanya Bunda sambil memegangi jari telunjukku.

"Ngelamun bun, tau tuh ngelamunin siapa. Artis ganteng paling bun." Celetuk Hendery.

Aku mengernyit.

"Ngaco! Udah obatin ini, bunda lanjut masak. Kamu main sama Thomas ya." Ucap bunda aku mengangguk. Lali bunda kembali ke dapur.




"Bisa obatin sendiri apa diobatin?" Tanya Hendery.

Baru saja aku mengambil nafas untuk menjawab, Hendery sudah memotongnya,"oh apa artis ganteng itu?"

Aku menghela nafas dengan lelah.

"Biar aku sen-"

"Gak! Biar aku aja." Cegahnya lalu mengambil betadine.

Saat Hendery mengobati lukaku, aku menatap wajahnya.

Dilihat-lihat Hendery ini tampan, dan mukanya itu kalem, lugu, cool gitu. Tapi kok kelakuannya gak cool? Maksudnya dia itu kocak, humoris banget.

"Hen."

"Hm?"

"Maaf."

"Gak perlu."

"Kenapa?"

"Kamu gak tahu dia mau ke kostmu, jadi ya kamu gak perlu minta maaf."

"Kamu kecewa ya sama aku?" Tanyaku.

"Nggak, cuma marah aja."

Kita berbincang dengan berbisik, takut bunda dengar. Yang ada Hendery yang diomeli bukan aku.
















"Kak! Mas, in ni pi ni pot." Seru Thomas padaku.

"Ha?"

"Kak, Thomas main ini tapi ini copot." Hendery menerjemahkan.

Aku dan Hendery akhirnya bermain dengan Thomas di ruang tv. Sekarang lagunya udah di ganti sama Hendery, jadi jaran goyang. Lagu favorit Hendery. Karena lagu itu terngiang-ngiang terus di kepala. Lha gimana hampir seminggu dia denger lagu itu. Di kampus, di rumah, di TJ, di bus, dimanapun.

"Kak La ntik, ma mas ja, ngan ma hen." Ucap Thomas lagi.

Aku menatap Hendery.

"Ngawur kamu! Gak boleh. Ini Raranya Hendery bukan Thomas!" Jawab Hendery, aku makin bingung.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Masa gini, kak Ra cantik, sama Thomas aja jangan sana Hendery gitu yang?" Jelas Hendery.

Thomas menggerakkan telunjuknya kekanan dan kiri, tanda tidak boleh.

"Ndak leh, Hen rus alah ma Mas."

"Ndak boleh, Hendery harus ngalah sama Thomas?" Tebakku Hendery mengangguk, lalu ia cemberut.

"Thomas, jangan gitu ya. Kasihan on Henderynya nanti nangis." Ucapku Ke Thomas.

"Te!"

"Oke?"

Lalu Thomas mengangguk, setelah itu mencium pipiku dan berlari kearah kamarnya. Lucu, popoknya goyang-goyang.

"Huwaaa!!!"

Bukan Thomas tapi Hendery lagi akting nangis.

"Dia nyium kamu. Aku kapan? Huwa!"

Yah kumat!

"Ntar kalo udah nikah!" Jawabku lalu aku berdiri dan meninggalkannya menuju ruang makan membantu bunda menyiapkan soto.

"BUN! NIKAHIN AKU SAMA RARA SEKARANG!" Teriaknya membuatku terkejut Bunda juga lalu kamipun saling bertatapan.






.

(END) Hay HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang