Faktanya

715 116 11
                                    


Percaya atau tidak ini yang sedang aku rasakan.
Aku merasa sangat lapar, dan aku menginginkan dua hal yang mungkin aku hanya bisa memilih satu.
Makan nasi dengan lauk pauk dan sayur atau mie ayam yang pedas dan sangat enak.

Mungkin sih aku makan keduanya, tapi kalo dipikir-pikir bagaimana keadaan perutku setelah itu. Meledak? Huuu ngeri aku membayangkannya.

"Bengong mulu lo! Kenapa sih?" Kejut Dejun sambil menepuk bahuku.

Aku menoleh lalu menggeleng.

"Oh ya Jun. Kalo lo suruh milih mau milih makan mie ayam apa nasi lauk?" Tanyaku seketika.

"Nasi lah. Makan mie ayam kenyangnya sebentar. Abis itu laper lagi." Jawabnya.

Aku mengangguk-angguk.

Bener juga yang dibilang Dejun. Kalo aku makan mie ayam gak akan sekenyang aku makan nasi.

"Pertanyaan lo random banget." Ujar Dejun lalu fokus ke hpnya lagi.

Kami sedang berada di fakultasku, menunggu Hendery dan kak Ten.

Kak Ten ngajak ke Gembira loka. Katanya mau fotoin ikan Arwana.

Emang di Gembira loka ada ikan arwana?

"Hendery sama kak Ten mana sih? Lama amat beli handuk aja." Eluhku.

Dejun menatapku sebentar.

"Iya juga ya? Mereka beli handuk sampe Magelang apa ya?"

Aku menggeleng.

"Telfon mereka gih." Pintaku.

"Gak bisa kagak ada pulsa gue." Jawab Dejun.

"Aduh. Pantes jomblo. Pulsa aja nggak punya." Ejekku.

"Gak ada korelasi pulsa sama gue jomblo ya. Ngaco lo!"

Lalu kita tertawa. Menertawakan kebodohanku dan kejombloan Dejun.

"Eh Jun. Itu bukannya Serli ya?" Tanyaku ke Dejun. Sambil menunjuk seseorang yang berjalan ke cafe dekat fakultasku.

"Serli siapa? Gak kenal gue."

Oh ya, yang tau Serli kan cuma aku, kak Yunoh dan Hendery.

Tapi ngapain Serli kesini?

Aku berdiri dan berjalan mengikuti Serli.

Pelan tapi pasti.




Yang kulihat sekarang adalah Serli dan tiga lelaki yang aku gak tahu. Di Meja nomor 7 ada sebuah amplop coklat.

Karena aku gak dengar perkataan mereka jadi aku masuk kesana duduk membelakangi mereka sambil wajah kututupi daftar menu.

"Gini, gue ada tugas buat lo." Ujar Serli.

"Tugas apa bos? Berat nggak? Ada ceweknya nggak?" Jawab lelaki yang kutebak dia di sebelah kanan.

"Cewek mulu lo!" Sahut lelaki bersuara berat.

"Tenang, ada uang dan cewek juga."

"Gimana?"











Hendery dan kak Ten datang.

"Hen, emm aku gak ikut kalian ya. Mau ada perlu." Ujarku, Hendery membelalakkan matanya.

"Gak biasanya kamu nolak gini. Perlu apa?" Tanyanya.

"Emmm kak Yunoh lagi manggil aku."

"Oh, yaudah sana."

Aduh marah lagi dia.

"Jangan marah Hen. Kamu antar aku sebentar aja ya." Pintaku ke Hendery, yang di jawab dengan deheman saja.









"Hen. Sebenarnya. Eh berhenti disini aja." Ujarku lalu Hendery berhenti di dekat studio/ kantor kak Yunoh.

"Kok disini?" Tanyanya.

"Sebenarnya. Disana-"

"BRENGSEK!"





















"KAK YUNOH!" Teriakku saat melihat kak Yunoh yang di tahan kedua tangannya oleh dua lelaki yang aku liaht tadi di cafe.

"Oh jadi ini, ceweknya. Hmmm boleh juga. Tapi kok pendek ya? Atau masih SMP?" Ujar salah satu lelaki sambil berjalan mendekatiku.

Aku diam disana.

"APA-APAAN INI? LEPASIN KAK YUNOH!" Teriakku.

"Tentu, akan kami lepas. Kalo kamu mau ikut denganku." Tambah lelaki yang sudah berdiri di depanku.

"Haha. BAJINGAN KALIAN!" Seruku lalu ku tendang perut lelaki di depanku dengan keras.

Membuat lelaki ini bergelimbung memegangi perutnya.

Maaf ma, aku mengeluarkan kata yang tidak pantas. Dan terimakasih pa udah ngajarin aku bela diri.

Hendery, Dejun dan kak Ten datang tanpa ba bi bu langsung menghajar dua orang yang sudah melepaskan kak Yunoh.

Aku langsung lari ke dalam ruang latihan.

Dan semua rusak.

Drum banyak yang berlubang, gitar yang patah, dan tuts piano yang rusak.

Emang ya Serli bener-bener jahat. Kayak mak lampir butuh sesajen.

GREP

Sepasang tangan melingkar di perutku dan dagu yang tertumpu di bahuku.

"Gu-gue kira lo-." Kak Yunoh menangis, sambil mempererat rengkuhannya padaku.

Aku hanya diam tak bergeming. Merasakan tubuh kak Yunoh yang bergerak naik turun serta isakan yang terus keluar.

Pasti kak Yunoh ketakutan, apalagi alat band miliknya yang dirusak.












Di ruang tamu, aku kak Yunoh, kak Ten dan Dejun duduk disana.

Para lelaki brengsek tadi udah di bawa polisi.

Dejun yang telpon polisi.

"Hendery mana?" Tanyaku. Tak melihat Hendery.

"Gak tahu, tiba-tiba keluar naik motor." Jawab kak Ten.

Mungkin dia beli makanan di burjoan.

"Sebenarnya, ini ulah Serli." Ucapku membuka kata.

"Se-Serli?"

"Iya, tadi aku lihat dia ketemu tiga orang itu. Terus Serli nyuruh mereka buat ngerusak alat band kakak tanpa melukai kakak sedikitpun. Dan Serli suruh mereka buat culik aku dari sini. Serli ingin nunjukin kalo aku bakal menderita ada di sekitar kakak. Serli ingin nyingkirin aku dan dia pengen balik ke kakak." Jelasku.

"Bajingan emang Serli! Dimana di-?" Kak Yunoh yang berdiri tapi di tahan oleh Dejun.

"Percuma lo ngejar dia. Gak ada untungnya. Mending diam disini dan gue bantu buat memperbaiki alat band lo." Ucap Dejun lalu kak Yunoh kembali duduk.








Selesai dengan semuanya, kami pulang.
Aku naik motor di bonceng Dejun. Hendery gak balik-balik.

"Jun, kok lo punya nomor polisi?" Tanyaku penasaran.

"Hehe, dulu gue sempet di tilang. Terus gue minta nomor telepon pak polisinya. Buat nambahin kontak gitu." Jawabnya aku mengangguk padahal aku tahu dia gak tahu aku ngangguk.

BRAK

"DEJUN!"





.

(END) Hay HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang