Beautiful Goodbye

768 104 15
                                    

WARNING!!!!


Senja tersedih untukku, senja paling tak ingin walau hanya sekelebatan bayangan. Senja yang menutup hari berat terhadap perasaan dan kesehatan hatiku, batinku, perasaanku. 

Menatapmu, melihatmu dari bagian samping. Hidung mancungmu, tatapan sendumu, dan juga helaan nafasmu. Hal itu yang membuatku dilema sekarang, satu sisi aku tak ingin melalui senja ini satu sisi lagi aku akan benar-benar pergi tanpa pamit padamu, dan itu akan sangat menyakitimu. Aku tidak mau menyakitimu, apalagi hatimu. Tidak, aku tidak mau jadi jahat dan juga kejam. Karena aku mecintaimu, Hendery.

"Sudah natap aku?" Tanyamu, tanpa menoleh.

"O-oh... Iya, emmm belum." Jawabku sedikit tergagap.

"Maaf." Ucapnya penuh dengan rasa sesal.

Aku menarik bibirku, tersenyum padanya dan ia menoleh.

Tatapan menyedihkan seorang Hendery, adalah tatapan paling tak kusukai.

"Seharusnya aku bisa berlapang dada atas semua tadir. Bukan egois memaksa sesuatu buruk agar tetap bersama."

"Apapun itu, jika aku berharap terus bersamamu dan jadi akhir dari perjalanan hatimu. Apa diperbolehkan?" Tambahnya membuatku semakin sakit, semakin merasa salah dan juga ingin mengakhiri percakapan menyedihkan ini.

"Mari bertemu lagi, dengan status baru kita sebagai teman." 

Cukup Hendery, aku tidak bisa seperti ini. Rasanya aku ingin menangis sekarang, aku ingin menjerit dan mengatakan tidak. Menolak permintaannya untuk berpisah. Tapi, menangis dan menjerit hanya akan melelahkan. 

Lebih baik aku tersenyum, memberikan kenangan manis untuk perpisahan terindah ini.

"Sebelum kita benar-benar harus berpi-"

"Tidak akan, kita tetap kita. Rara dan Hendery, walaupun bukan untuk menjalani masa jatuh cinta bersama." Potongku, membuatnya tersenyum dan memutar tubuhnya menghadap kearahku.

"Peluk boleh? Sekali lagi." Pintanya, aku mengangguk lalu memeluk erat tubuh Hendery. Menenggelamkan kepalaku di dadanya, sembari ia mengelus rambutku.

Angin kala itu sangat baik pada kami, tidak terlalu kuat dan juga lemah. Senja juga baik, ia mengulur durasinya agar perpisahan kali ini benar-benar indah. Lalu warna jingga itu juga sangat cantik.























"Hahaha... Aku bodoh banget ya tadi?" Ujar Hendery setelah menelan takoyaki yang kita beli di dekat taman bermain.

"Iya, memang ya. Manusia itu kalau lagi emosi idenya gak jelas." Jawabku lalu aku terkekeh.

"Iya juga sih, maaf deh udah maksa kamu buat ngelakuin hal negatif." Sesalnya lagi.

"Udah tidak usah di bahas."


















Jadi beberapa waktu lalu, aku diantar Yangyang menuju kost miliknya. Disana aku sudah melihat Hendery dan juga Dejun saling menarik kerah masing-masing. Yangyang langsung memisahkan mereka. Dan saat mereka berdua menatapku, keterkejutan yang mereka rasakan.

"Kalian ngapain berantem?" Tanyaku yang masih berdiri di depan pintu.

"Lo putusin Hendery!" Seru Dejun, membuatku membelalakan mata.

"Maksud lo?"

"Ra, kita nggak bakal pisahkan? Kita tetap bareng-barengkan? Kamu maukan berjuang sama aku?" Tanya Hendery bertubi-tubi.

(END) Hay HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang