Terakhir

701 111 5
                                    

Sudah satu bulan, dan aku juga sudah selesai atas tugasku kepada kak Yunoh.

Untuk sekarang, aku, kak Yunoh dan kak Yuni sedang makan-makan di studio. Kata mereka untuk merayakan hari terakhir kerjaku.

Huhu jujur aku sedih, ini waktuku sudah habis dapat uang saku dari kak Yuni tiap dua hari sekali. Dan uang hasil manggung jatah sebagai manajer.

Yang lebih sedih lagi, aku udah gak bisa nonton konser gratis. Nemenin kak Yunoh, ganggu dia lagi latihan.

Aku gak bisa mencetin tuts piano, mukul-mukul drum atau matiin lampu pas kak Yunoh lagi latihan juga.

Kangen kegilaanku sama kak Yunoh, sama-sama ngetawain ayam yang di kejar kucing. Ngejulitin beberapa sistem kerja kepanitiaan, atau sekedar ke minimarket beli satu botol air mineral dan main wifi sampe 5 jam.

Intinya hal gak mutu itu bakal aku rinduin.

Oh ya, setelah ini kak Yunoh akan ke Jakarta untuk ikut ajar pencarian bakat. Kalo dia udah jadi artis terkenal nanti akan lebih susah lagi ketemu dia.

"Rara gak usah sedih, kalo butuh apa-apa langsung ke kak Yuni ya. Kamu udah aku anggap jadi adek sendiri." Ujar kak Yuni, aku mengangguk sambil senyum.

"Tuh denger. Lo udah di anggep adeknya kakak gue alias pasangan gue." Sahut kak Yunoh lalu menyuapkan pizza ke mulutnya.

"Ewh nggak mau." Lalu aku dan kak Yuni ketawa.

Ya, membuli kak Yunoh adalah hal yang menggembirakan yang pernah aku lalui.

"Oh ya, kemarin katanya abis dari kantor polisi ya kamu?" Tanya kak Yuni.

Oh, waktu aku pulang sama Dejun.

Aku menggeleng lalu menceritakan kejadiannya.










Saat itu aku pulang dengan Dejun dari  studio kak Yunoh. Dejun mengemudi motor dan aku duduk di belakangnya, tiba-tiba saja.

BRAK!!

Aku terkejut dan refleks manggil Dejun, saat ngelihat ada mobil yang nabrak pesepeda motor di sampingku. Pas banget di sampingku.

Dejun dan aku minggir terlebih dahulu.

"Jun kamu cek kondisi bapaknya deh, aku gak berani." Ujarku, Dejun mengangguk lalu meninggalkanku.

Semoga bapak-bapak tadi nggak papa.

"Hati-hati dong mbak!" Teriak bapak yang di tabrak.

Aku cuma denger aja, sama keliatan dikit helm yang di pake.

Bapak tadi gak kenapa-kenapa, dia udah berdiri jadi aku berani ngelihat.

Seorang cewek yang ketakutan sambil menundukkan kepalanya itu terus menggumamkan maaf.

"Mbaknya sengaja ya nabrak saya? Jalanan gak rame." Tambah bapaknya tadi.

Aku penasaran seperti kenal debgan gerak-geriknya  jadi aku natap tajam ke cewek itu.

"Serli?" Panggilku membuatnya mendongak.

"APA? GARA-GARA LO YA, GUE NABRAK BAPAK INI!" Tuduhnya padaku sambil mendekat kearahku.

"Kok aku?"

"Ya lo yang sok polos, kalem itu udah ngerusak semua rencana gue. Semua hal yang udah gue tata rapi! Lo tuh bener-bener penderitaan buat gue!" Jelasnya.

Aku masih natap dia sambil bingung.

Masalahnya, aku baru aja ketemu dia. Dan kenapa dia nuduh aku jadi penderitaan dia?

"APA? GUE UDAH GAK BISA SABAR SAMA LO!"

Tangan Serli udah ancang-ancang nampar gue tapi gak kerasa juga. Akhirnya aku yang tadi tutup mata, kubuka mataku.

Lega, untung ada tangan Dejun.

"Heh mbak! Mbak ini salah ya! Mbak kenapa nuduh teman saya, urusin dulu urusan mbak sama bapak ini!" Ujar Dejun lalu melepas tangan Serli.

"KALO SAJA BAPAK INI GAK NGEREM DI SAMPING LO, UDAH GUE PASTIIN LO BAKAL JATUH DAN MATI! TAU LO!" Seru Serli kearah gue.

Semua mata menatap tajam Serli, dan dia merasa di intimidasi.

"Mmm maksud saya."

"Halah udah gak usah banyak alasan, ayo kita bawa ke kantor polisi! Ini udah masuk pembunuhan berencana!" Ujar salah satu bapak disana.

Lalu Serli di seret ke kamtor polisi, bersama dengan aku dan Dejun yang di jadiin saksi.















Ponselku berbunyi ada nama Hendery disana. Aku menggeser tanda terima.

"Halo kenapa Hen?"

"Dimana? Mau jemput nggak?"

"Kamu kan kerja."

"Lagi istirahat, mau makan siang bareng nggak?"

"Aku lagi di studio kak Yunoh nih, perpisahan sama kak Yuni juga."

"Oh ya udah, have fun ya sayang. Bye."

"Oke you too Hen."



"Siapa?" Tanya kak Yuni saat aku menutup telepon.

"Biasa cowoknya, tau nggak kak cowok Rara tuh bucin banget!" Jawab kak Yunoh.

Kan, kak Yunoh nih diajarin siapa sih pintar banget julit!

"Ya bagus dong. Gak bakal main-main berarti." Sahut kak Yuni.

Aku ngengguk sambil ngasih senyum banggaku.

"Dih."


"Kak Yuni, Rara pamit ya." Aku mencium tangan kak Yuni.

"Iya sayang, hati-hati ya." Jawab kak Yuni aku menganggguk.

"Kak Yunoh Rara pamit ya."

Kak Yunoh langsung ngerengkuh aku, meluk aku erat banget.

"Bakal kangen sama berantemnya kita." Ujarnya aku mengangguk di dalam dekapannya.

Untung kak Yunoh wangi, jadi aku gak nolak.

"Kak Yunoh, hati-hati." Ucapku, lalu ia melepas rengkuhannya.

"Andai lo nggak punya Hendery, bakal gue gas terus." Katanya, aku tertawa kecil.

"Gas yang lain aja kak."

Kemudian aku berjalan menjauh dari mereka, menuju abang ojek online yang udah nunggu.

"Dah kak!" Seruku mereka masih melambaikan tangannya.

Aku di berikan helm oleh abang ojol, dan aku memakainya.

"Kakaknya ya neng?" Tanya abang ojol.

Aku tersenyum kemudian mengangguk.






Sampai jumpa lagi kak Yuni, sampai jumpa lagi alat band, sampai jumpa lagi kak Yunoh.

Makasih udah mau jadi keluarga baru Rara, ngerasa punya kakak yanh sayang banget sama Rara. Makasih buat kalian.















Berakhit kontrak kerja bareng kak Yunoh adalah awal dari liburanku.

Selamat libur untukku.



.





Nb.
Maaf jika ada typo karena tak sempat mengedit.
Selamat membaca....

(END) Hay HenderyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang