(1)

11.6K 534 38
                                    

Alana Rian akbar
Ayaka Hnayaaa

Aya Point Of View

"Dek, Adek gak papa?" Tanya Mas Vian begitu mendapati gue duduk tertunduk dengan bercak darah bercucuran di baju gue sekarang.

"Ay! Mas tanya kamu!" Bentak Mas Vian, gue sama sekali gak bisa ngasih respon apapun, kenapa gue bodoh banget?

"Mas, Lana gi__" Gue bahkan gak bisa ngelanjutin ucapan gue lagi, gue gak sadar kenapa Lana bisa berlari ke arah gue kaya tadi, gue sama sekali gak tahu, kalau seandainya dia nurut disaat gue suruh pulang, mungkin semuanya gak akan sekacau ini.

"Lana kuat, Adek gak boleh kaya gini." Masih belum mendapatkan respon apapun dari gue, Mas Vian beralih berlutut dan mulai meriksain kondisi gue sekarang, Mas Vian terus ngecek tubuh gue sampai gak sengaja Mas Vian ngusap kaki gue yang ngebuat gue meringis kesakitan.

"Kaki kamu kenapa Dek?" Gue nahan lengan Mas Vian yang berniat nyikap pakaian gue tanpa ingat dimana kita sekarang.

"Aya gak papa, bukan Aya yang penting tapi Lana, Aya harus bilang apa sama Mas Suga kalau dia nanya kenapa Lana bisa berakhir kaya gini?" Tanya gue mulai ketakutan.

Semuanya karena gue, tiga jam yang lalu, sebelum gue sama Lana berakhir kaya sekarang, gue seperti biasa ngebantuin Lana belajar sepulang sekolahnya, cuma karena gue gak punya mata kuliah hari ini makanya gue iyain ajakan Lana untuk belajar diluar, sekali-kali ngilangin stres Lana yang mau ujian akhir gue rasa juga bukan pilihan buruk, awalnya gue mikir kaya gitu.

Tapi entah nasib buruk apa, gue malah ketemu fans sarafnya Mas Suga ditempat gue sama Lana janjian, ribut? Udah pasti, mereka nuduh gue selingkuhlah, gatellah dan gue mulai gak terima begitu mereka mulai mukul kepala Lana didepan mata gue, kenapa malah Lana yang jadi sasaran? Apa mereka sebodoh itu sampai gak tahu kalau Lana itu Adiknya Mas Suga?

Setelah ribut-ribut tadi, Lana narik paksa gue keluar dan berniat nyari tempat belajar lain, ya begitulah seorang Lana, dia yang terkesan pendiam dengan tingkat kedewasaan yang cukup tinggi menurut gue.

"Awas aja lo pada, gue aduin Mas Suga!" kesal gue begitu berhasil ditarik Lana keluar.

"Ay, gak usah diladenin, mending kita cari tempat lain, ada pertanyaan yang belum bisa Lana jawab soalnya!" Ini lagi satu, kenapa ni anak gak pernah sopan kalau ngomong sama gue? Gue itu lebih tua dari dia tapi kalau ngomong serasa sebaya.

"Sampai kapan Lana mau manggil Aya kaya gitu? Suka gak suka, rela gak rela Aya itu lahir lebih dulu dari Lana, Aya senior dan satu lagi, Aya tunangan Abangnya Lana, kenapa Lana gak ada sopan-sopannya?"

"Apa umur menentukan tingkat kedewasaan seseorang? Sikap Aya sekarang bahkan lebih kekanak-kanakan dari pada Lana, berantem didepan orang rame, Aya gak malu?"

"Panjang kalau ngomong sama bocah, ini masalahnya menyangkut harga diri, udah lebih baik sekarang Lana pulang, lain kali aja kita belajar diluar, mood belajar Aya hilang!"

Mengabaikan Lana, gue berniat motong jalan sampai gue ngeliat ada mobil yang berniat nabrak gue tapi Lana dengan bodohnya berlari ngedorong gue dan berakhir kaya sekarang, ini semua karena gue, andai gue nurutin ucapan Lana untuk jangan di ladenin, andai gue terima ajakan Lana untuk nyari tempat belajar lain, Lana gak akan berakhir kaya gini.

"Vi, gimana Lana?" Tiba-tiba Mas Suga dateng lengkap dengan raut wajah khawatirnya.

"Maafin Aya, Mas, Aya yang salah!" lirih gue tertunduk, Mas Suga hanya memperhatikan gue sekilas dan terlihat makin kaget mendapati gue bersimbah darah kaya sekarang.

"Kenapa bisa kaya gini?" Tanya Mas Suga ke Mas Vian, Mas Vian bangkit dan beralih dengan Mas Suga, gue hanya tertunduk karena ngerasa Mas Suga mengabaikan gue, Mas Suga sama sekali gak nanya keadaan gue, apa Mas Suga marah? Karena bagaimanapun Lana itu Adiknya, Lana pasti lebih berharga.

"Vi, lebih baik lo bawa Aya cek juga, kondisinya juga gak keliatan baik, biar gue yang nungguin Lana disini!" ucap Mas Suga datar melirik gue sekilas.

"Memang sejak kapan Mas peduli sama Aya?" Mengabaikan Mas Vian sama Mas Suga yang natap gue gak percaya, gue bangkit dan berjalan tertatih keluar ke parkiran, nyetop taksi dan pulang.

Selama ini Mas Suga sama sekali gak memperlakukan gue layaknya seorang tunangan, ya gue tahu kita berdua memang dijodohkan tapi kalau memang Mas Suga keberatan harusnya dia ngomong yang tegas sama keluarganya, bilang kalau dia gak mau bukan malah ngelampiasin semuanya ke gue.

.
.
.

Sampai di rumah, gue beberes dan sekarang merhatiin lulut gue yang luka, gue yang cuma dapet luka sedikit aja udah meringis kesakitan, gimana sama Lana? Apa sekarang Lana udah sadar? Memperhatikan lagi darah Lana yang tertinggal di baju gue, gue gak bisa ngebayangin seberapa besar rasa sakit yang harus Lana tanggung untuk nyelametin gue.

'Gue beneran berharap yang terbaik untuk Lana.' Gumam gue sangat lirih.

Setelah yakin keadaan gue terlihat jauh lebih baik, gue ngambil tas gue dan langsung balik ke rumah sakit, Mas Vian udah pulang, gue tahu karena gue ngeliat mobilnya tadi didepan rumah, lagian kayanya Mas Vian juga sempat ngetuk pintu kamar gue tadi cuma gak gue bukain, gue males berdebat.

Percuma gue ketemu Mas Vian karena apa? Karena Mas Vian pasti cuma bakalan nanya kenapa gue bersikap kaya tadi sama Mas Suga? Ucapannya akan selalu sama, kamu tunangan Suga bukan pacarnya Lana, gue udah dapet omelan kaya gini puluhan kali.

Sampai di depan ruang inap Lana, gue mendapati Mas Suga yang duduk tertunduk disebelah Lana berbaring sekarang, membuka pintu perlahan gue masuk tanpa berniat mengucapkan sepatah katapun, gue udah gak berminat dengan Mas Suga, sangat.

"Kamu baik?" Tanya Mas Suga buka obrolan.

"Heumm!" Gumam gue mengiyakan, gue berjalan mendekat ke sisi Lana dan menggenggam tangannya erat.

"Maafin Aya, Lana harus bangun, kalau Lana bangun Aya akan nurutin semua yang Lana mau, Lana mau terus manggil Aya cuma pake nama juga gak papa, Aya setuju tapi Lana harus bangun." Lirih gue dengan mata berkaca-kaca.

Selama ini bukan gue gak suka sama Mas Suga tapi Mas Sugalah yang terus-terusan bersikap dingin sama gue, gue juga sempat denger kalau sekarang Mas Suga malah punya pacar tapi gue selalu nahan diri karena gak berani nanyain masalah ini, gue takut Mas Suga akan marah dan berakhir dengan ngediemin gue lagi.

Disaat gue tercekat dengan ucapan gue sendiri, disaat itu pula Lana selalu hadir dengan segala pertanyaan masalah sekolahnya, setahu gue itu Lana udah cukup pinter tapi anehnya dia malah minta gue untuk terus ngajarin dia belajar dan sekarang gue sadar, itu semua cuma alasan Lana untuk bisa menghibur gue.

Kesalahan Lana selama ini cuma satu, manggil gue cuma pake nama dan memperlakukan gue seolah kita berdua itu teman sebaya, gue mulai terbiasa untuk itu.

"Lana akan bangun!" Ucap Mas Suga yang lagi-lagi gue abaikan.

"Ay, Mas minta ma_

"Maaf? Apa Mas pikir ucapan maaf Mas sekarang itu penting?" Tanya gue sinis.

"Mas itu pengecut, Aya udah nyuruh Mas untuk dateng ngejemput Lana disana lebih dulu, tapi apa? Mas udah disana dan berbalik arah cuma karena ngeliat Aya berantem sama Kirankan? Kalau Mas dengerin sekali aja permintaan Aya, Lana gak akan berbaring disini Mas, gak akan!" Bentak gue penuh amarah.

Gue gak bisa nutup mata lagi untuk semua sikap Mas Suga selama ini, kaya, tampan atau apapun gue gak butuh, gue gak bisa terus bertahan dengan laki-laki yang sama sekali gak pernah tulus sama gue.

"Selama ini apa Mas pernah peduli sama Aya? Enggak Mas, Mas gak pernah, selama ini Aya kaya berjuang seorang diri demi mempertahankan hubungan gak jelas kita dan disini batas kesabaran Aya."

"Aya yang akan ngomong sama keluarga Aya kalau Mas gak berniat ngomong apapun sama keluarga Mas, ayo batalin pertunangan kita."

My Euphoria (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang