(4)

3.8K 463 46
                                    

"Aya gak akan nikah sama Mas Suga, ngabisin hidup Aya bareng Lana itu jauh lebih baik."

"Ay!" Bentak Lana masih gak percaya dengan jawaban gue, apa mereka pikir gue akan balik nerima Mas Suga kalau mereka ngasih pilihan gak masuk akal kaya gini?

"Dek, Lana itu masih SMA, Lana bahkan jauh lebih muda dari kamu, jangan aneh-aneh." Protes Mas Vian juga gak terima.

"Kalian sendiri juga sadarkan kalau Lana masih SMA dan Lana jauh lebih muda dari Aya tapi kenapa dengan gampangnya kalian ngasih pilihan lain semudah itu?" Kalau aja sadar lalu apa maksud mereka? Berharap gue menolak Lana hanya karena dia masih SMA? Menolak Lana hanya karena dia lebih muda?

"Apa kalian pikir Aya akan milih Mas Suga dari pada Lana hanya karena Lana masih SMA? Kalau kalian sangat ingin mendengar jawaban Aya okey, Iya, Lana jauh lebih baik, menikah dengan Lana itu pilihan yang jauh lebih baik."

"Lo ikut gue." Tetiba Lana narik paksa tangan gue balik masuk ke kamar dan ngunci pintunya, sekarang Lo? Gue? Ni anak ngubah panggilan memang seenak jidatnya.

"Lo mikir apa sih Ay? Nikah sama gue? Gue mau ngasih makan lo apa?" Tanya Lana prustasi separuh kesal.

"Gue akan cari makan sendiri." Jawab gue gak mau kalah.

"Okey tapi gimana dengan tanggung jawab? Gue masih tanggungan orang tua, hidup gue masih bergantung sama mereka gimana caranya gue ngebiarin lo ikut bergantung sama gue disaat gue sendiri gak punya kemampuan untuk itu? Ide Lo kali ini beneran gak bisa gue terima." Ucap Lana melepaskan genggamannya di tangan gue.

Gue gak ngerespon apapun semua ucapan Lana dan milih ngambil posisi duduk disalah satu sisi ranjang gue sekarang, apa yang harus gue jawab? Apa yang harus gue jelasin? Mereka sebenarnya nolak permintaan gue untuk ngebatalin pertunangan gue sama Mas Suga dengan cara ngasih pilihan bodoh kaya gini.

"Ay, gue nanya Lo sekarang." Bentak Lana terlihat marah.

"Lan, gue__ Aya harus jawab apa Lan? Lana juga gak usah pura-pura gak ngerti, pilihan mereka cuma cara lain untuk mereka nolak permintaan Aya." Disaat Lana marah, gak seharusnya gue ikut emosi.

"Tapi kenapa lo malah milih gue Ay? Itu gak mungkin." Nada bicara Lana sedikit menurun.

"Okey katakanlah yang Lo omongin tadi bener, gue memang memperlakukan Lo lebih baik tapi diliat dari segi manapun, Bang Suga jauh lebih siap nikah dari pada gue, gue lulus SMA aja masih tiga bulan lagi, Lo kalau milih juga kira-kira." Lana ikut mendudukkan tubuhnya.

"Menikah sama Mas Suga dan ngebiarin hidup Aya kesepian setiap harinya? Lana lebih kenal sama Mas Suga, apa Lana gak pernah mikirin nasib Aya?"

Apa gue seburuk itu? Apa Lana beneran keberatan menikah sama gue? Kalau Lana tetap nolak gue harus gimana sekarang? Pasrah gitu aja dinikahkan sama Mas Suga sesuai rencana? Kabur dari rumah jelas pilihan yang lebih baik.

"Ayo menikah Lan." Ajak gue pasrah.

Lana jauh lebih baik dan gue yakin itu, masalah umur gue hanya perlu nunggu Lana beranjak dewasa, tanggungjawab? Orang tua kita berdua jelas punya penyelesaiannya kalau udah ngasih pilihan kaya gini.

"Lo ngelamar gue?" Lana ngusap kasar wajahnya frustasi sama kelakuan gue.

"Aya yang akan ngelamar Lana kalau memang perlu, please, tolongin Aya, kalau Lana nolak, Aya bakalan kabur." Gue menggenggam erat tangan Lana dengan tatapan memohon.

"Yaudah kabur sana, kan Lana udah pernah bilang kalau sikap Aya itu jauh lebih kekanak-kanakan dari pada Lana, lari bukan penyelesaiannya, Aya pikir keluarga Aya akan ngebiarin Aya kabur segampang itu? Beneran gak punya strategi hidup."

"Terus strategi hidup seorang Alana apa?"

"Lulus, kuliah, kerja, menikah, itu urutannya."

"Yaudah tinggal Lana balik kan bisa? Nikah sama Aya dulu tar lainnya nyusul, heumm?"

"Si Aya gila, otak Aya lempar dimana? Kalau dibalik ya strateginya hidup kacau semua."

"Ay! Bukannya Lana gak mau nolongin tapi untuk menikah Lana beneran belum siap, bukan karena Lana gak sayang sama Aya tapi Lana takut gak bisa bertanggung jawab untuk hidup Aya."

"Apa karena Aya lebih tua? Makanya Lana gak mau nikah sama Aya?"

"Bukan kar_

"Okey, gak papa, Aya ngerti, maaf kalau Aya jadinya malah maksa Lana kaya gini, sorry."

Gue mencoba menyunggingkan senyuman gue dan berlalu keluar kamar turun ke bawah, gue juga gak boleh egois, Lana bener, gue gak punya hak ngubah strategi hidup orang lain cuma untuk nyelametin hidup gue, Lana terlalu baik untuk ngelakuin itu.

"Lakuin apapun yang kalian mau." Satu kalimat gue yang ngebuat gue narik nafas pasrah, berbeda dari ekspresi gue sekarang, yang lain terlihat jauh lebih lega kecuali Lana.

'Jangan natap gue dengan raut bersalah kaya gitu Lan.'

"Dek, Adek mau kemana?" Tanya Bunda ngeliat gue ngambil kunci mobil di atas meja.

"Bunda sama aja, jangan cariin Aya, Aya cuma butuh waktu, Aya gak akan kabur jadi jangan nyuruh orang untuk ngawasin Aya apa lagi maksa Aya pulang, Aya bisa pulang sendiri." Kasih gue waktu.

"Dek!" kali ini Mas Vian yang nahan lengan gue.

"Apa Mas pernah mikirin perasaan Aya? Apa Mas pernah bersikap selayaknya seorang Abang untuk Aya?" Jawabannya jelas enggak.

"Aya gak bisa ngadu dan cerita apapun masalah Aya sama Mas, Aya gak bisa ngomongin semua masalah Aya sama Mas karena Mas juga gak sepeduli itu, yang kalian semua tahu adalah kebahagiaan kalian, yang kalian semua mau adalah keinginan kalian." Lirih gue sangat.

"Ini demi kebaikan kamu Dek, Adek jangan egois."

"Egois? Mas gak pernah ada di posisi Aya jadi gimana Mas bisa tahu kalau ini yang terbaik untuk Aya?" Mas Vian gak ada di posisi gue.

"Apa Mas pernah dipaksa milih jurusan yang gak Mas suka? Apa Mas pernah dipaksa nikah dengan orang yang sama sekali gak Mas cinta? Enggakkan Mas? Mas gak pernah tahu."

Mas Vian mengkaku ditempat setelah ucapan gue, mereka gak mau ngambil resiko apapun untuk hidup gue, apa mereka pikir gue ini boneka yang dengan seenaknya harus selalu ngikutin apa yang mereka mau? Gue punya keinginan gue sendiri, gue punya pernikahan impian gue dan sama halnya Lana, gue juga punya strategi hidup gue sendiri.

Gak nunggu respon apapun lagi, gue ngeletakin balik kunci mobil dan keluar rumah nyetop taksi gitu aja, gue gak akan kabur, gue cuma mau nyari sedikit kebahagiaan gue, gue butuh waktu untuk nenangin perasaan gue.

Mungkin setelah menikah nanti selamanya gue akan berasa hidup sendiri, Mas Suga selingkuh? Gue juga gak nutup kemungkinan itu, sekarang aja dia punya pacar dengan status tunangan gue, selingkuh sehabis nikah itu udah gak kaget, paling mentok tar nikah lagi.

"Kalau Lana mau ngikutin Aya cuma untuk menghibur itu gak perlu, atau Lana mau ngasih tahu kalau penikahannya dipercepat itu juga gak usah karena Aya udah tahu." Ucap gue karena tahu Lana ngikutin gue keluar rumah bahkan ikut masuk ke taksinya.

"Apalagi? Lebih baik sekarang Lana turun dan pulang, belajar biar nilainya bagus, strategi hidupkan?" Tanya gue begitu sadar kalau Lana masih belum keluar dari taksinya walaupun udah jalan jauh.

"Aya mau kemana?" Tanya Lana masih belum berniat ninggalin gue sendiri, ni anak juga maunya apa?

"Aya minta tolong Lana turun sekarang, Pak tolong berhenti di halte depan." Gue gak mau di ganggu siapapun.

"Ay, Aya mau kemana dalam kondisi kaya gini?"

"Gue bilang keluar." Bentak gue frustasi, Lana budek atau bego? Gue bilang turun ya turun, ada atau enggaknya dia gak ngaruh banyak sama gue.

"Baik! Ayo menikah."

My Euphoria (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang