Sebelumnya Aya minta maaf mungkin dalam minggu ini dan beberapa minggu kedepan bakalan agak jarang up, lagi ada urusan didunia nyata yang lebih mendesak kwkwkw, mohon pengertiannya ya manteman,
Ucapan Aya masih sama, kalau tidak bisa memberikan dukungam setidaknya jangan menjatuhkan, kata-kata positif atau negatif kalian sangat mempengaruhi, jadi mari saling menghargai manteman, yang beneran tahu Aya, mereka akan mendukung dan selalu sabar menunggu 😊😊❤️
........
"Kalau Abang kasih tahu, Aya akan balik kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidup Aya, apa Aya bisa?" Gue mengkaku ditempat menatap Bang Lana nanar sekarang.
Kehilangan? Gue udah melepaskan terlalu banyak, yang tersisa dalam hidup gue cuma Bang Lana, Bang Lana yang sampai saat ini bisa gue jamin kepercayaannya gak akan mengkhianati gue, gue harus kehilangan siapa lagi sekarang?
Selama ini gue gak berharap terlalu banyak, gue hanya menginginkan kehidupan gue, gue hanya menginginkan hidup bahagia walaupun dengan cara yang sangat sederhana, apa harus gue kehilangan lagi? Gue gak akan rela.
"Kamu yakin mau A_
"Gak perlu, Abang gak perlu cerita apapun dan Aya gak mau denger apapun." Potong gue.
Gue narik diri menjauh dari Bang Lana dan membawa tubuh gue berjalan tertatih masuk ke kamar tamu, mengunci pintu dan mengusap wajah gue kasar, gue butuh waktu untuk mikir, kenapa semuanya seakan makin berat?
Apa yang bisa gue perbuat untuk menenangkan hati gue yang udah kacau? Siapa yang harus gue percaya? Siapa yang harus gue jadikan sandaran disaat kaya gini? Semuanya seakan sangat meragukan, siapa yang beneran ada disisi gue? Siapa yang beneran peduli dengan hidup gue?
"Ay! Buka pintunya." Suara Bang Lana yang terus ngetuk pintu kamar, gue menatap pintu kamar gue sembari membayangkan lelaki yang berdiri dibalik pintu kamar itu sekarang.
Apa Bang Lana beneran berada dipihak gue? Apa Bang Lana yang akan ninggalin gue lagi? Apa Bang Lana yang membuat gue akan balik merasakan kehilangan lagi? Apa Bang Lana? Gue bahkan semakin ketakutan untuk pemikiran gue sendiri?
"Ay! Bukan kaya gini caranya nyelesain masalah, kalau Aya udah milih untuk gak denger cerita Abang tapi kenapa sekarang Aya ngurung diri kaya gini?" Gue menghela nafas dalam dengan pertanyaan Bang Lana.
Ya memang gue yang gak mau denger ucapan Bang Lana karena gue terlalu takut dengan kenyataan yang akan gue terima, pengecut? Memang, gue terlalu pengecut untuk menghadapi rasa sakit yang akan gue tanggung nantinya.
Ada saatnya gue ingin menyerah dan melepaskan semuanya, mengalah dengan segala keinginan gue, menyerah untuk semua impian sederhana gue, selama ini gue bertahan karena ada Bang Lana tapi kalau sekarang Bang Lana juga gak bisa gue percaya, gue harus apa?
Membiarkan diri gue berlarut juga gak mungkin, waktu terus berjalan walau gue meratapi berapa lamapun masalah gue sekarang, waktu gak akan nunggu keadaan membaik dengan sendirinya tapi untuk saat ini gue percaya kalau waktu bisa membuat hati gue mencari sedikit ketenangan, gue sangat ingin percaya itu.
"Ay! Buka pintunya." Ulang Bang Lana menggedor pintu kamar gue cukup kerasa kali ini.
"Bang, Aya butuh waktu sendiri, tolong." Lirih gue dari balik pintu.
"Tapi bukan ini yang mau Abang liat dari kamu Ay, bukan Aya yang rapuh kaya gini yang Abang mau, buka pintunya." Gue meneteskan air mata gue.
Apa keadaan gue sekarang juga penting untuk Bang Lana? Bukannya ini yang mereka semua mau? Melihat gue rapuh dan hancur kaya gini? Bukannya ini tujuan mereka semua? Membuat gue lemah dan pada akhirnya mau mengikuti semua keinginan mereka.
"Apa Abang peduli sama Aya?" Tanya gue mulai terisak.
Gue masih berdiri didepan pintu walaupun belum mendapat jawaban apapun, hanya hening seolah Bang Lana mengabaikan pertanyaan gue, apa gue memang gak akan pernah berarti untuk siapapun? Apa gue gak berhak bahagia dengan siapapun?
Gue mendudukkan tubuh gue dilantai dengan tangan yang memeluk kedua kaki gue erat, menenggelamkan wajah gue seakan gak mau satu orangpun tahu seberapa rapuhnya gue sekarang.
"Aya!" Dan Bang Lana berhasil membuka pintu kamar gue.
"Keluar! Selagi Aya masih bersikap sopan sama Abang, Aya mohon keluar." Lirih gue masih tertunduk.
Gue gak mau kasar sama Bang Lana, gue gak mau nyakitin hati suami gue, gue gak mau Bang Lana ngeliat berapa buruknya keadaan gue sekarang, gue gak mau.
"Ay! Liat Abang!" Gue masih mengabaikan ucapan Bang Lana, gimana bisa gue menatap Bang Lana sekarang?
Lelaki yang gue anggap sangat berharga dalam hidup, gue gak bisa ngebayangin gimana gue tanpa Bang Lana, apa bisa gue menatap mata Bang Lana sama mulai sekarang? Gue gak tahu.
"Aya! Liat Abang, kalau kamu masih menghargai Abang sebagai suami kamu, angkat kepala kamu dan liat mata Abang sekarang!" Dengan tangan bergetar, gue memberanikan diri menegakkan kepala gue, menguatkan hati untuk menatap mata lelaki yang ternyata sudah berlurut dihadapan gue juga.
"Apa yang kamu pikirkan tentang Abang sekarang? Jawab Abang!" Tanya Bang Lana menggenggam tangan gue.
"Apa kamu masih belum tahu perasaan Abang? Apa kamu masih berpikir kalau Abang orangnya?" Gue menatap Bang Lana dalam diam.
Hitungan detik berlalu, perlahan tatapan Bang Lana berubah dan saat satu bulir air mata Bang Lana mengikuti air mata gue yang jatuh lebih dulu, gue langsung memeluk Bang Lana erat, bukan Bang Lana orangnya.
"Bukan Abang Ay!" Ucap Bang Lana mengusap kepala gue.
Gue mengangguk berulang kali dalam dekapan Bang Lana, istri macam apa gue? Bisa-bisanya gue mikir kalau orang itu Bang Lana? Gimana bisa gue mikir itu Bang Lana disaat tahu apa yang udah Bang Lana perjuangin selama ini untuk kebahagian gue?
"Aya minta maaf!" Lirih gue semakin terisak, Bang Lana terus mengucapkan kata gak papa sembari mengusap punggung gue menenangkan, gue yang salah.
"Kalau bukan Abang, lalu siapa?" Tanya gue melepaskan dekapan Bang Lana.
Bang Lana mengusap air mata gue dan masih menatap gue lama, mendiamkan pertanyaan gue seolah cukup banyak yang dia pertimbangkan, terlalu banyak kekhawatiran dimatanya.
"Untuk sekarang kamu cuma boleh percaya sama Abang, Abang juga akan melakukan hal yang sama." Ucap Bang Lana menepuk pelan bahu gue.
"Maksud Abang?" Tanya gue bingung, kenapa gue gak boleh percaya siapapun selain Bang Lana? Sebenernya apa lagi yang salah?
"Ada berapa banyak orang yang kamu anggap berharga dalam hidup kamu?" Bang Lana menegaskan ucapannya.
"Bang_
"Memang selama ini ada berapa banyak orang yang mendukung hubungan kita Ay?" Potong Bang Lana dengan tatapan yang belum berubah.
Gue mulai muter otak untuk semua ucapan Bang Lana, yang gue anggap berharga? Yang mendukung hubungan gue sama Bang Lana? Ayah, Papa dan Mas Suga jelas keluar dari kata itu, hanya Mama, Bunda dan Mas Vi_ gue bahkan menggantungkan kalimat gue.
"Bang, bukan Mas Viankan?" Tanya gue penuh ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Euphoria (END)
Romance"Gue mendingan nikah sama anak SMA ketimbang hidup sama orang yang gak pernah nganggep gue ada." "Selama ini apa Mas pernah peduli sama Aya? Enggak Mas, Mas gak pernah, selama ini Aya kaya berjuang seorang diri demi mempertahankan hubungan gak jelas...