"Hai Ay! Lo apa kabar?" Tanya Kiran yang sekarang berdiri diambang pintu kamar gue.
Gue bangkit dari tidur gue dan berdiri menatap Kiran gak percaya, apa Mas Vian beneran akan setega ini sama gue? Untuk sekarang gue sangat berharap kalau Bang Lana akan segera dateng ngejemput gue pulang.
"Lo tahu gue disini dari siapa?" Pertanyaan bodoh banget rutuk gue untuk diri gue sendiri, memang dia tahu dari siapa lagi? Yang tahu gue disinikan Mas Vian, karena Bang Lana yang ngasih tahu itu gak akan mungkin.
"Untuk pertama kalinya gue ngerasa miris ngeliat nasib lo Ay, lo tahu kenapa? Karena Mas lo sendiri yang ngizinin adiknya untuk gue celakain, wow bangetkan? Hebat." Ucap Kiran tertawa puas.
"Mau lo apa? Gue gak punya banyak tenaga buat berdebat sama lo, Mas gue kemana?" Tanya gue mencoba bersikap setenang mungkin.
Kiran gak perlu tahu seberapa kalang kabutnya gue sekarang, kalau Mas Vian aja gak bisa gue tebak pemikirannya, Kiran apalagi, gue sama sekali gak tahu apa yang bakalan Kiran lakuin ke gue sekarang.
"Apa lo pikir lo berhak negosiasi sama gue sekarang? Apa lo pikir waktu gue gak berharga cuma untuk diabisin buat orang gak penting kaya lo?"
"Kalau lo ngerasa waktu lo sesangat berharga buat diabisin untuk ngurusin orang kaya gue, terus lo ngapain masih berdiri disini? Gak mungkin mau ngobrol sama guekan?" dan lemparan pisau Kiran tepat menggores lengan gue cukup parah.
"Tutup mulut manis lo kalau lo gak mau nyawa lo gue abisin sekarang." Dengan tatapan penuh amarah Kiran maju nampar gue, gue hanya tersenyum sembari nahan darah yang mulai ngalir dari lengan gue.
"Kenapa gak lo bunuh aja sekalian? Kelarkan?" Tanya gue balik.
Kiran tertawa cukup keras memperhatikan gue, bertepuk tangan senang melihat keadaan gue sekarang, gue gak pernah tahu kalau orang cantik bisa selicik dan sejahat ini, rupa memang bukan jaminan ternyata.
"Enak banget lo ngomong, apa malu gue akan hilang cuma karena lo mati? Apa sakit hati gue akan hilang juga kalau lo udah gak ada? Gak semudah itu Ay!"
"Salah gue sama lo apaan sih Ran? Lo mau Mas Suga? Gue udah lepasin tapi kenapa sampai sekarang lo belum bisa ngedapetin hati Mas Suga jelas bukan gue alasannya."
"Bukan salah lo? Bukan salah lo? Asal lo tahu! Karena lo, Mas Suga selalu setengah hati nerima perasaan gue dan sekarang karena suami lo, Mas Suga bahkan nolak perasaan gue walaupun kenyataannya dia juga punya perasaan yang sama, lo sama suami lo yang udah ngancurin hidup gue." Gue sedikit terkejut dengan ucapan Kiran barusan.
Gue tahu dulu Mas Suga memang suka sama Kiran, kalau gak suka, Mas Suga juga gak akan setengah hati sama gue, tapi sekarang, apa Mas Suga beneran masih suka sama Kiran? Itu gak mungkin.
"Dan untuk jadi pengingat lo juga Ran, bukan cuma lo yang sakit, gue juga, lo tahu kenapa? Itu karena lo juga Mas Suga setengah hati nerima gue dan untuk suami gue? Itu semua karena ulah lo sendiri, lo salah karena nyelakain orang lain tanpa alasan yang jelas."
Kiran sama sekali gak berhak ngelemparin semua kesalahannya untuk orang lain, perasaan orang memang sulit ditebak, tapi dipikir dari sisi manapun harusnya gue yang marah, dulu Mas Suga itu tunangan gue, gue yang lebih berhak bukan sebaliknya.
"Apa lo pikir dengan sikap lo sekarang hati Mas Suga akan luluh? Kalau lo beneran sayang sama Mas Suga, kalau lo beneran tulus, lo cuma perlu menyesali perbuatan lo untuk Bang Lana dan minta maaf, selesai." Ucap gue mencoba menenangkan Kiran.
"Minta maaf? Sama lo semua? Udah telat Ay, malu dan sakit hati gue udah terlanjur." Dan disaat gue lengah, Kiran berhasil ngambil balik pisau yang dilemparnya barusan ke gue.
"Ran, semua bisa kita bicarain, lo gak akan dapet apapun dengan nyiksa gue kaya gini."
"Oh jelas gue akan dapet sesuatu, gue akan dapet pembalasan dari sakit hati gue, gue mau seluruh keluarga lo ngerasain sakit hati kaya gue, ah satu lagi, kalau mereka tahu yang nyerahin lo ke gue itu Mas lo sendiri, wu pasti lebih sakit hati."
"Arti keluarga yang sangat luar biasa ya Ay, salut gue sama keluarga lo, ancur bener." Kiran lagi-lagi tertawa puas.
"Gue mau ngelak tapi memang itu kenyataannya, sekarang lo tahukan? Gak semuanya sesuai dengan keinginan kita, ini adalah kekurangan gue, lo tahu itu sekarang, kalau lo pikir selama ini gue bahagia lo juga salah Ran, gue gak sebahagia itu." Gue juga tersenyum miris sekarang.
"Heumm, makanya gue bantu untuk ngebuat keluarga lo dan hidup lo lebih hancur." Dan saat Kiran ingin nikam gue, Mas Suga dateng nahan pisau Kiran pake tangannya.
"Mas." Kaget Kiran dan gue disaat bersamaan.
"Jangan rusak hidup kamu cuma karena Mas, Ran, kamu gak akan dapet apapun dengan nyiksa Aya kaya gini." Mas Suga melempar jauh pisau ditangannya dan memeluk Kiran erat tetiba.
"Yang Kiran mau cuma Mas, ini semua karena Mas terus nolak perasaan Kiran." Lirih Kiran mulai menangis terisak, Mas Suga semakin mempererat dekapannya ditubuh Kiran untuk menenangkan.
"Mas gak akan ninggalin kamu lagi." Ucap Mas Suga terdengar sangat khawatir.
Gue sendiri jatuh tertunduk memegangi lengan gue, menarik nafas dalam karena setidaknya Kiran jauh lebih tenang dalam dekapan Mas Suga, ah gue sama sekali gak tahu kalau Mas Suga bisa seterpukul ini melihat keadaan Kiran, mungkin Kiran bener, Mas Suga juga punya perasaan yang sama, hanya rasa bersalah Mas Suga ke Bang Lana yang membuat Mas Suga menolak perasaan Kiran.
"Ay, kamu gak papa?" Tanya Bang Lana berlari memeluk gue khawatir, gue sedikit meringis ketika Bang Lana mendekap gue.
"Bang, ja_
"Ay lengan kamu, apa ini ulah di_
"Jangan Bang, Aya gak papa, cuma kegores." Potong gue nahan Bang Lana, Kiran udah cukup tenang sekarang, gak perlu ada yang diperpanjang lagi.
"Kamu yakin kamu baik? Kita kerumah sakit sekarang." Gue mengangguk pelan, tangan Mas Suga juga butuh dirawat kayanya.
"Pelan-pelan." Bang Lana mulai membantu gue bangkit perlahan, memakaikan gue hijab instan sebelum membawa gue keluar tapi sedang Bang Lana memakaian hijab gue, Mas Vian masuk dengan tatapan penuh amarahnya.
"Mas jangan!" Gue berbalik dan memeluk Bang Lana erat menerima hujaman pisau yang dilayangkan Mas Vian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Euphoria (END)
Romance"Gue mendingan nikah sama anak SMA ketimbang hidup sama orang yang gak pernah nganggep gue ada." "Selama ini apa Mas pernah peduli sama Aya? Enggak Mas, Mas gak pernah, selama ini Aya kaya berjuang seorang diri demi mempertahankan hubungan gak jelas...