"Abang! Abang! Abang!" Dengan nafas ngos-ngosan gue berlari naik ke atas kasur dan mulai nepuk-nepuk muka Bang Lana gak sabaran.
"Ya Allah, Abang bangun!" Kali ini lebih kaya gue tampar mukanya.
Giliran mendesak kaya gini suami dibangunin susahnya minta ampun, biasanya cepet banget sadarnya walaupun cuma pake teriakan gue, situasi gak karuan begini malah nyenyak tidurnya, Bang Bang, lelah Adek mikirnya.
"Abang!" Tangan gue udah mendarat balik di mukanya Bang Lana.
"Apaan sih Ay? Abang tidur juga belum sepuluh menit." Bang Lana mulai mengusap pipinya dan bangkit menyandarkan tubuhnya di pinggir ranjang, walaupun belum sepuluh menit tetap kudu bangun sekarang.
"Papa sama Mas Suga dibawah." Dan mata Bang Lana langsung membulat mendengar ucapan gue, nah kan? Giliran nama Bapak sama Abangnya disebut kesadarannya langsung balik.
"Ngapain mereka malem-malem kemari?" Gue menggeleng cepat, gue mana tahu mereka mau ngapain? Ngabarin juga kagak, tahu-tahu nongol depan pintu rumah.
"Makanya Abang bangun sekarang." Gue udah berdiri diatas ranjang narik-narik lengan Bang Lana.
"Iya sabar Ay!"
"Yaudah buruan turun nemuin mereka, Abang bilanganya iya terus tapi bergerak aja enggak, buruan turun, Aya bikinin minum." Nepuk bahu Bang Lana keras, gue turun dari ranjang dan berlari turun lebih dulu.
Kadang-kadang gue angkat salut sama keluarga gue ataupun Bang Lana, kelakuannya ampun banget, gak ada yang bisa ditebak, sesuka hati mereka, sebentar tenang eh gak lama balik nyerang semabarangan, haduh nasibmu Ay.
"Jadi ada apa Papa sama Abang malam-malam kemari?" Tanya Bang Lana buka obrolan, gue meletakkan minum untuk Mas Suga sama Papa dan ngambil posisi duduk disebelah Bang Lana.
"Apa kamu keberatan kalau Abang sama Papa kemari?" Yah bukan itu maksud pertanyaannya, ini orang satu juga sensian amat.
"Kita nanya Mas bukan ngusir." Cicit gue tersenyum cukup manis, nyindir lebih tepatnya.
"Resepsi kalian kita adain tiga hari dari sekarang." Bukannya kaget sama pemberitahuan Papa, gue malah menatap Bang Lana bingung sekarang, apa orang bisa berubah secepat itu? Apa ini bagian dari permainan mereka?
"Okey! Ada lagi?" Jawab Bang Lana cukup santai menurut gue, apa Bang Lana gak punya jawaban lain? Kudu singkat padat gitu?
"Lan, kamu bisa berpikir jernih sedikit? Apa kamu udah pertimbangin semua kemungkinannya? Pernikahan kalian gak akan mudah Lan." Mas Suga terlihat sangat serius dengan ucapannya.
"Lana tahu Bang jadi masalah ini Lana rasa gak perlu kita bahas lagikan? Ini rumahtangga Lana jadi biar Lana sama Aya yang mutusin segala sesuatunya." Gue mengangguk setuju.
"Ada lagi?" Ulang Bang Lana.
"Besok sebelum jam makan siang dateng ke kantor, Papa gak terima bantahan apapun Alana." Ucap Papa dingin.
Bang Lana hanya diam dengan emosi tertahan, sedangkan Papa yang gak mendapat respon apapun dari Bang Lana bangkit dari duduknya dan keluar dari rumah gitu aja, minum yang gue sediain juga cuma dianggurin.
"Sampai kapan kamu akan terus membantah kaya gini?" Mas Suga menatap Bang Lana seolah sangat geram dengan kelakuan adiknya.
"Lana gak punya pilihan lain Bang." Lirih Bang Lana.
"Apa kamu tahu kalau Papa sangat kecewa sama kamu Lan?" Tanya Mas Suga ikut bangkit dari duduknya.
"Lana bahkan gak bisa nemuin kata-kata yang tepat untuk ngegambarin seberapa besar kekecewaan Lana sekarang Bang." Jawab Bang Lana yang membuat Mas Suga diam gak merespon apapun lagi.
"Abang tunggu dikantor besok." Kali ini Bang Lana mengangguk pelan.
Gak berselang lama setelah Mas Suga sama Papa pulang, gue balik masuk ke kamar dan mendapati Bang Lana duduk bersandar disisi ranjang dengan handphone ditanggannya.
"Abang ngapain?" Tanya gue mendudukan tubuh gue dihadapan Bang Lana.
"Ngabarin Mas Vian, kamu belum ngantuk? Tidur duluan juga gak papa." Bang Lana nepuk kasur disebelahnya.
Gue bangkit dan berpindah membaringkan tubuh gue disebelah Bang Lana, membiarkan Bang Lana fokus dengan handphonenya sedangkan gue mulai memeluk pinggang Bang Lana erat dan menyamankan posisi gue.
.
.
.
"Abang beneran mau ke kantor Papa?" Tanya gue khawatir, ini bukan berita baik diliat dari segimanapun."Kamu jangan khawatir, mau nunggu dirumah sendirian atau Abang anter kerumah Bunda? Sekalian Abang nemuin Mas Vian dulu."
"Aya nunggu dirumah Bunda aja Bang." Mendapat persetujuan gue, kita berdua berangkat, nganterin gue ke rumah Bunda lebih dulu seperti ucapannya.
Awalnya gue pikir Bang Lana belum janjian sama Mas Vian tapi begitu kita berdua sampai dirumah dan mendapati Mas Vian udah berdiri di depan rumah kaya gini, kayanya gue harus mikir ulang, mereka juga ngerencanain sesuatu tanpa ngasih tahu gue.
"Mas kenapa belum ke kantor?" Tanya gue nyalim sama Mas Vian.
"Mas nungguin suami kamu, udah masuk sana, Bunda nanyain terus." Mas Vian mendorong tubuh gue pelan, gue tersenyum untuk Mas Vian dan menatap Bang Lana dengan senyum merekah juga.
"Aya masuk ya, kabarin Aya." Gue gak akan nanya apapun sekarang, kalau memang mereka punya rencana yang udah pasti, gue bakalan dikasih tahu, kalau sekarang gue nanya, pertanyaan gue cuma akan nambah beban Bang Lana.
"Iya, udah masuk sana, kalau ada apa-apa kabarin Abang." Gue mengacungkan jempol setuju.
Ninggalin Bang Lana sama Mas Vian, gue masuk ke rumah dan langsung nemuin Bunda yang ternyata ada didapur.
"Bunda." Ucap gue memeluk Bunda gue dari belakang.
"Loh Dek kapan dateng? Bunda nungguin udah dari tadi." Bunda masih fokus dengan pisau ditangannya.
"Barusan aja Bunda, mau Aya bantuin?" Gue masih belum melepaskan dekapan gue ke Bunda.
"Memang kamu bisa? Udah gak papa, ini udah mau selesai juga, kamu bantuin Bunda nyuci wortel dikulkas aja." Yah tadi katanya gak perlu bantuan.
"Ini bantuin juga kan Bun?" Tanya gue sok imut padahal mah umur udah gak cocok.
"Dek, Bunda ke kamar mandi sebentar, tolong liatin sayurnya." Ini ni yang katanya gak perlu dibantuin, dasar Mak-Mak.
Setelah gue iyakan, Bunda berjalan ninggalin gue sendirian di dapur, gue juga mulai nyuciin wortel dengan pandangan sesekali melirik sayur yang lagi dimasak Bunda.
"Ay!" Asli gue kaget begitu tetiba Bang Lana masuk dan meluk gue dari belakang kaya gini.
"Abang kenapa masih disini?" Tanya gue membiarkan Bang Lana mendekap gue.
"Jangan keluar dari rumah sendirian sebelum Abang pulang, kamu ngerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Euphoria (END)
Romance"Gue mendingan nikah sama anak SMA ketimbang hidup sama orang yang gak pernah nganggep gue ada." "Selama ini apa Mas pernah peduli sama Aya? Enggak Mas, Mas gak pernah, selama ini Aya kaya berjuang seorang diri demi mempertahankan hubungan gak jelas...