"Kalau seandainya ada kejadian kaya tadi lagi dan Abang belum sempat ngasih penjelasan, pukul Abang jauh lebih baik dari pada kamu nangis sendirian waktu Abang gak ada."
Gue memperhatikan Bang Lana cukup tajam kali ini, bukan karena kata-kata manisnya tapi setiap ucapannya mulai menjurus kearah lain, Bang Lana seolah punya maksud lain untuk semua ucapannya dan jujur aja gue gak ngerti.
Manis tapi aneh gak sih? Kata-katanya membuat senyum gue mengembang tapi hati gue malah gak bisa tenang seolah ada yang salah dari semua ucapannya Bang Lana barusan.
"Abang kenapa?" Tanya gue masih belum melepaskan tatapan tajam gue, ini udah harus gue perjelas.
"Memang Abang kenapa?" Tanya Bang Lana balik.
"Abang aneh belakangan ini apa Abang gak sadar? Ucapan Abang seolah bilang kalau Abang akan ninggalin Aya lagi." Ini jawaban gue, gak ada yang lebih tepat selain kata aneh menurut gue.
Gue gak bisa nutupin apa yang gue rasain sekarang, Bang Lana memang beneran aneh, sikapnya selalu lembut bahkan kata-katanya semakin manis, tapi yang sekarang beneran udah diluar batas wajar.
Gue gak butuh ungkapan manis dimulut doang tapi nyatanya hati gue ngerasa ada yang salah, gue takut kalau kejadian dua tahun lalu keulang lagi, bukannya itu wajar?
"Abang nyembunyiin apa? Kita udah janjikan Bang kalau kita punya masalah Abang akan cerita apapun tapi sekarang apa? Abang kaya nyembunyiin sesuatu."
"Gak ada Ay, Abang gak nyembunyiin apapun dari kamu." Apa gue bisa percaya? Berat.
"Serius? Abang gak punya masalah apapun?" Dan Bang Lana mengangguk pelan, semoga ini memang cuma perasaan gue doang.
"Abang tahukan kalau Aya percaya banget sama Abang? Dan itu dari dulu, jauh sebelum Abang jadi suami Aya." Gue percaya sama Bang Lana memang udah dari dulu, gue bahkan cerita semua sikap Mas Suga dulu gimana sama Bang Lana itu kenapa? Karena gue percaya.
Disaat semua orang gak percaya omongan gue, Bang Lana dengan tenang mendengarkan semua curhatan gue dulu dan baru nyari buktinya sendiri, Bang Lana yang gue kenal juga gak akan percaya sesuatu tanpa dapat pembuktian lebih dulu.
"Abang serius Ay, gak ada yang Abang sembunyiin, entah kenapa belakangan Abang semakin khawatir sama kamu, ditambah sikap Dita yang diluar batas kaya kemarin."
Gue menghela nafas cukup lega dengan jawaban Bang Lana sekarang, setidaknya keanehannya beralasan menurut gue, itu semua karena Bang Lana khawatir, bukan cuma Bang Lana, gue sendiri gak pernah nyangka kalau Dita bisa setega itu sama gue.
"Aya akan percaya tapi kalau sampai Abang ketahuan bohong, Aya gak akan maafin Abang." Sama halnya Bang Lana yang gak suka dibohongin gue juga sama, mana ada istri yang suka suaminya bohong.
"Iya Ay, jangan banyak pikiran, kesehatan kamu jauh lebih penting, yaudah pesen dulu." Gue mengangguk pelan.
.
.
."Ay, Abang berencana ngadain resepsi pernikahan kita dalam waktu dekat." Gue yang awalnya udah siap tidur anteng, narik balik selimut gue begitu Bang Lana mengeluarkan suaranya.
"Abang serius?" Tanya gue gak yakin, selain temen kampus gue dan temen deket Mas Suga, diluar sana terlalu banyak orang yang mikir kalau gue ini masih tunangannya Mas Suga, batal tunangan gak mesti bikin pengumumankan? Wajar kalau banyak orang yang belum tahu.
Pertunangan gue batal aja orang belum banyak yang tahu nah sekarang gue bikin resepsi dan malah nikah sama adiknya, apa gue sanggup dapet omongan orang lagi? Belum lagi kalau mereka tahu Bang Lana lebih muda dari gue, mereka bakalan mikir apa?
"Abang tahu apa yang jadi pertimbangan kamu Ay tapi membiarkan orang berlarut mikir kalau kamu masih tunangannya Bang Suga, Abang keberatan." Gue mengusap wajah gue ikut mikir.
"Bang, bukan cuma itu pertimbangan Aya tapi_
"Tapi kamu takut dengan omongan orang-orang tentang kita? Tentang usia kita? Tentang status Abang yang ternyata Adik dari Bang Suga?" Potong Bang Lana yang gue iyakan.
"Ay, dengerin Abang, Abang gak peduli dengan omongan orang diluar sana, tentang siapa Abang, tentang usia kita, karena ketika hari resepsi kita nanti tiba, gak akan ada yang peduli lagi dengan dua hal itu."
"Bahagia kita gak tergantung dari pendapat mereka, sahnya pernikahan kita gak tergantung dengan pengakuan mereka juga, karena status dan umur bukan syarat sahnya suatu pernikahan apa kamu lupa?"
"Aya gak lupa, Aya capek dengan omongan orang Bang." Gue beralih dan memeluk Bang Lana tetiba.
Gue lelah, bukan takut tapi gue serasa trauma dengan ocehan orang-orang, gue tunangan sama Mas Suga mereka gak suka, pertunangan gue batal mereka juga nyalahin gue yang gak bisa jaga hati Mas Suga.
Dan sekarang kalau resepsi itu diadain dan orang-orang tahu gue udah nikah sama siapa, mereka mau ngomong apalagi? Mereka mau ngoceh seberapa pedes lagi? Kuping gue panas dengernya.
"Waktu yang akan membantu kita, percaya sama Abang." Gue hanya mengangguk pelan, mungkin yang Bang Lana omongin jauh lebih bener.
"Tapi sebelum itu, Aya mau kita nemuin Dita dulu Bang, Aya memang gak peduli dengan omongan orang lain tapi bukan Dita, Dita bukan orang lain, Dita keluarga kita."
Gue rasa menenangkan Dita terlebih dulu juga penting, memberi penjelasan yang baik untuk Dita, gak mungkin selamanya gue mau menghindari Dita, terlepas dari siapapun yang salah, umur Dita yang jauh lebih muda membuat gue milih untuk melepaskan keegoisan gue lebih dulu.
Terkadang permintaan maaf gak harus selalu terucap dari mulut orang yang bersalah lebih dulu, sesuaikan dengan keadaan, siapa dia dan apa kesalahannya, kalau orang itu Dita, gue bersedia mengalah lebih dulu karena gue tahu perasaan Dita yang merasa dikecewakan itu kaya apa.
"Selesai sidang kamu kita nemuin Dita, Abang juga akan nyoba menjelaskan sebaik mungkin ke Dita." Gue setuju.
Ada banyak hal yang sebenernya kita pikir cukup berat tapi akan terasa mudah jika kita sendiri memudahkan urusan itu, sulit atau mudah itu tergantung dari segimana kita memandangnya.
"Ay, Abang takut kamu akan selalu merasa terganggu dengan ucapan orang-orang mengenai umur Abang yang lebih muda."
Gue gak memberikan jawaban apapun karena memang ini yang gue rasain, bukan karena gue gak nerima Bang Lana tapi gue sendiri juga khawatir kalau Bang Lana akan ikut merasa terganggu, gue takut Bang Lana yang akan merasa gak nyaman.
"Aya cuma takut Abang yang akan gak nyaman dengan ucapan mereka."
"Suatu saat, ketika kita membangun keluarga kita sendiri, ketika kita menggandeng lengan anak-anak kita nanti, berapapun usia Abang, mereka gak akan ada yang peduli, kenapa?"
"Karena dalam rumah tangga kita, tetap Abang kepala rumahtangganya, Abang suami kamu dan Abang juga Ayah dari anak-anak kita nanti." Gue langsung batuk parah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Euphoria (END)
Romance"Gue mendingan nikah sama anak SMA ketimbang hidup sama orang yang gak pernah nganggep gue ada." "Selama ini apa Mas pernah peduli sama Aya? Enggak Mas, Mas gak pernah, selama ini Aya kaya berjuang seorang diri demi mempertahankan hubungan gak jelas...